Sukses

Krisis Ekonomi Lebanon, Nasabah Bawa Senjata dan Granat Demi Ambil Uang di Bank

Di tengah gelombang krisis ekonomi Lebanon, warga menjadi frustrasi atas kontrol saham swasta melalui pembatasan penarikan dolar, Tiga bank dibobol pria bersenjata pada Selasa, 4 Oktober 2022.

Liputan6.com, Beirut - Di tengah krisis ekonomi Lebanon, insiden nasabah bersenjata meneror bank-bank di Lebanon kian meningkat.

Nasabah kecewa dengan kebijakan pembatasan penarikan uang. Kebijakan yang mempersulit mereka untuk mengakses uang simpanannya ini, diberlakukan bank-bank di Lebanon sejak krisis keuangan nasional yang dimulai pada 2019.

Dilansir dari situs Aljazeera, Sabtu (8/10/2022), para nasabah yang marah, setidaknya dua dari mereka membawa senjatanya dan menyerbu tiga bank komersial di seluruh Lebanon.

Seorang pria Lebanon bersenjatakan pistol dan granat dilaporkan memasuki cabang Bank BLC di Chtaura, Lebanon pada Selasa pagi, 4 Oktober 2022.

Menurut Depositors' Outcry --sebuah kelompok yang berkampanye untuk para nasabah yang marah, pria itu menuntut akses ke tabungannya sebesar $24.000 (sekitar Rp 360 juta).

Dalam sebuah pernyataan, kelompok itu mengatakan, pria bersenjata yang diidentifikasi sebagai Ali al-Saheli memiliki hutang yang harus segera dilunasi dan ia juga perlu mengirimkan uang kepada putranya yang sedang belajar di Ukraina.

"Dia telah mencoba menjual ginjalnya," kata Depositor's Outcry.

"Pasukan keamanan kemudian memasuki bank dan menangkap Al-Saheli sebelum dia dapat mengakses uang," kata kelompok itu.

Insiden juga terjadi pada bank lain di hari itu. Menurut saksi mata, sekelompok pekerja pembangkit listrik negara di Lebanon Utara menyerbu cabang First National Bank di Kota Pelabuhan Tripoli.

"Mereka marah atas penundaan penarikan gaji mereka, serta biaya yang mereka kenakan untuk proses tersebut," ujar perwakilan para pekerja itu, Talal Hajer kepada wartawan di luar bank.

“Ini adalah nasabah yang marah, yang simpanannya telah terperangkap di bank sejak akhir 2019 dan insiden ini berlanjut meskipun ada tindakan pengamanan yang ketat,” kata Zeina Khodr dari Al Jazeera yang melaporkan dari ibu kota Lebanon, Beirut.

Dalam insiden ketiga, seorang nasabah bersenjata melakukan teror terhadap bank di Kota Tyre Selatan, Byblos Bank, menurut Depositor's Association --kelompok advokasi lainnya.

Dikatakan, dia membawa pistol dan menuntut akses ke tabungannya, yang berjumlah $44.000 (sekitar Rp660 juta).

Sejauh ini tidak ada komentar langsung dari Byblos Bank terkait hal itu.

Di hari sebelumnya, Senin, 3 Oktober 2022, seorang nasabah bernama Zaher Khawaja dan beberapa rekannya berhasil menarik $11.750 (sekitar Rp 180 juta) dari sebuah rekening dengan saldo sekitar $700.000 (Rp 10,5 miliar) dari Bank BLOM cabang Haret Hreik.

BLOM mengatakan, Zaher tidak bersenjata dan akan menyelidiki masalah ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Batasi Jumlah Penarikan Dolar

Bulan lalu, serangkaian insiden serupa membuat asosiasi perbankan negara itu mengumumkan penutupan selama seminggu.

Bank-bank di Lebanon memberlakukan batasan jumlah dolar yang dapat ditarik oleh seorang nasabah, tanpa mempertimbangkan berapa banyak saldo nasabah di rekening.

Untuk menarik lebih dari batas, nasabah harus melakukannya dalam mata uang lokal. Akan tetapi, kurs di mana bank menukar dolar dengan pound Lebanon jauh di bawah nilai pasar, yang berarti nasabah kehilangan banyak uang setiap kali mereka menarik rekening dengan mata uang lokal.

Ekonomi Lebanon telah berjuang sejak akhir 2019 dalam krisis ekonomi yang digambarkan oleh Bank Dunia sebagai salah satu yang terburuk yang pernah disaksikan dunia sejak 1850-an.

 

3 dari 4 halaman

Respons IMF

International Monetary Fund (IMF) mengatakan, kelambanan pemerintah Lebanon untuk menerapkan reformasi yang dibutuhkan pada September lalu, memperburuk krisis ekonomi negara itu.

IMF mengatakan, produk domestik bruto Lebanon telah berkontraksi lebih dari 40 persen sejak 2018, inflasi tetap tiga digit, cadangan devisa berkurang, dan nilai tukar paralel mencapai posisi terendah baru minggu ini, mencapai lebih dari 38.000 pound Lebanon terhadap dolar.

“Ketika Anda berbicara dengan orang, Anda merasa frustrasi,” kata Khodr. “Pengangguran meningkat dan ada kelas politik yang tidak menunjukkan kesediaan untuk melakukan reformasi yang diperlukan untuk memerangi langkah-langkah korupsi yang perlu diambil agar negara ini memenuhi syarat untuk paket bailout IMF.”

“Jadi orang merasa bahwa mereka telah membayar harga untuk krisis keuangan ini,” tambah Khodr.

4 dari 4 halaman

Krisis Ekonomi di Inggris, Pengusaha: Ada Saja Bahan Naik dan Tidak Tahu Mengatasinya

Tak hanya Lebanon yang sedang mengalami krisis ekonomi, Inggris juga mengalami krisis yang sama.

Berbagai bahan pokok mengalami kenaikan harga yang juga memberi dampak pada nilai ekonomi bahan-bahan lainnya.

Pengusaha di Inggris mengungkapkan mulai merasakan dampak krisis ekonomi di negara itu.

Penurunan nilai pound sterling memukul banyak bisnis dengan keras karena biaya bahan dan komoditas impor seperti gas alam yang dipatok dalam dolar menjadi mahal.

Karena semakin mahalnya biaya, pengusaha di Inggris kemungkinan akan terpaksa menaikkan harga produk atau jasanya kepada konsumen, ketika inflasi di sana sudah mendekati level tertinggi dalam 40 tahun sebesar 9,9 persen.

Seperti banyak pemilik usaha kecil di Inggris, pengusaha restoran fish and chips Harry Niazi mengharapkan bantuan pemerintah untuk mempertahankan bisnisnya di London, di mana biaya bahan bakar semakin meroket.

"Semua harga dipatok dengan dolar, solar untuk kapal menangkap ikan, truk untuk mengirimkan produk kami. Dampaknya begitu besar," kata Niazi, pemilik restoran Olley’s Fish Experience, dikutip dari Associated Press Jumat (30/9/2022). 

"Saya takut menaikkan harga. Kami biasanya kedatangan banyak pelanggan, kami tidak ingin kehilangan mereka, tetapi setiap ada saja bahan yang naik harganya. Saya tidak tahu bagaimana kami akan mengatasinya," ungkapnya. 

Harga ikan haddock, juga ikan putih lainnya yang Niazi impor kini dipatok dengan dolar, dan biaya itu telah melonjak sejak Juli 2022, ketika pemerintah Inggris memberlakukan tarif 35 persen pada produk impor makanan laut Rusia sebagai bagian dari sanksi atas konflik di Ukraina.

(Reporter: Safinatun Nikmah)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.