Sukses

Pernyataan Mahathir Mohamad Soal Klaim Pulau Riau Disorot, Netizen Indonesia Marah

Netizen Indonesia pun geram. Tak sedikit yang meninggalkan jejak ketidaksukaannya terhadap klaim Mahathir Mohamad soal klaim Riau, melalui akun Instagram @chedetofficial.

Liputan6.com, Jakarta - Tak lama setelah kehadirannya pada Rakernas NasDem di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat 17 Juni 2022, mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad jadi buah bibir. Pernyataannya yang terkait dengan Indonesia jadi perkara.

Mahathir menyebut pemerintah Malaysia menganggap lebih berharga bahwa mereka memenangkan kendali atas Pulau Sipadan dan Ligitan di lepas Kalimantan melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ), demikian dikutip dari straitstimes, Selasa 21 Juni 2022.

"Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca, atau Pulau Batu Puteh, dikembalikan kepada kita, kita juga harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau, karena mereka adalah Tanah Melayu," ucapnya saat berpidato pada Minggu (19 Juni) di Selangor, yang disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin. 

 

Mengetahui pernyataan tersebut, netizen Indonesia pun geram. Tak sedikit yang meninggalkan jejak ketidaksukaannya di akun Instagram @chedetofficial, melalui komentar pada unggahan kedatangan Mahathir Mohamad ke Indonesia atas undangan Ketua Umum Partai Nasional Demokrasi (Nasdem).

"Ganyang," tulis akun @tioooekas pada postingan Instagram dua hari lalu itu.

Pernyataan Mahathir lainnya yang jadi sorotan terkait Singapura yang pernah dimiliki oleh Johor dan negara bagian Johor harus menuntut agar Singapura dikembalikan ke asalnya, yaitu Malaysia.

"Namun, tidak ada tuntutan apapun dari Singapura. Sebaliknya, kami menunjukkan apresiasi kami kepada kepemimpinan negara baru bernama Singapura ini," ujar Mahathir Mohamad.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Komentar Geram Netizen Indonesia

Netizen lainnya juga mengungkapkan protesnya namun dengan komentar lebih bijak di akun @tomm.shon: Singapore is Singapore and will always be. Riau Islands are part of Indonesia and will always be. Speak good and right or remain silent.

(Singapura adalah Singapura dan akan selalu begitu. Kepulauan Riau adalah bagian dari Indonesia dan akan selalu begitu. Berbicaralah yang baik dan benar atau tetap diam.)

Komentar protes dengan nada serupa juga dilontarkan @stsanto: With all due respect sir, Singapore is not part of Malaysia. You can do whatever you think is good for you to get your political gain back, however please respect other nations. Rest assured Singaporeans cannot be bullied easily, it's a little red dot but it earns the global respect for a reason. It's pity that you would end your political career like this.

(Dengan segala hormat pak, Singapura bukan bagian dari Malaysia. Anda dapat melakukan apa pun yang menurut Anda baik untuk mendapatkan kembali keuntungan politik Anda, namun tolong hormati negara lain. Yakinlah bahwa orang Singapura tidak dapat diintimidasi dengan mudah, ini adalah titik merah kecil tetapi mendapatkan rasa hormat global karena suatu alasan. Sangat disayangkan bahwa Anda akan mengakhiri karir politik Anda seperti ini.)

Sedangkan seorang netizen @iftikharham terlihat geram dengan menyebut "aki-aki bau tanah". Dalam KBBI, aki adalah sebutan untuk kakek.

Lalu akun @samsul_arifin45 mempertanyakan perihal klaim Mahathir Mohamad. "Apakah ini provokasi ngajak perang dari. pihak sana", tulisnya.

3 dari 4 halaman

Prihatin dengan Malaysia

Mantan perdana menteri berusia 96 tahun itu berbicara pada hari Minggu kemarin di sebuah acara di Selangor yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi non-pemerintah di bawah bendera Kongres Survival Melayu.

Dalam pidato pembukaannya yang disiarkan langsung di media sosial, Mahathir mengatakan bahwa apa yang dikenal sebagai Tanah Melayu dulu sangat luas, membentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan sampai ke Kepulauan Riau, dan Singapura, tetapi sekarang terbatas di Semenanjung Malaya.

"Saya bertanya-tanya apakah Semenanjung Malaya akan menjadi milik orang lain di masa depan," katanya.

Ia juga mengatakan, Malaysia saat ini bukan milik bumiputera, karena banyak orang Melayu yang tetap miskin dan cenderung menjual tanahnya.

Mendesak pendengarnya untuk belajar dari masa lalu, dia berkata: "Jika kami menemukan kami salah, kami harus memperbaiki kesalahan ini sehingga tanah kami tetap tanah Melayu."

ICJ pada tahun 2002 memutuskan bahwa Sipadan dan Ligitan milik Malaysia dan bukan milik Indonesia.

Pada tahun 2008, ICJ memutuskan bahwa Pedra Branca milik Singapura, sementara kedaulatan atas Middle Rocks di dekatnya diberikan kepada Malaysia.

Pada 2017, Malaysia mengajukan permohonan kepada ICJ untuk merevisi putusan ini. Tetapi pada Mei 2018, setelah Mahathir menjadi perdana menteri lagi, Malaysia mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan proses tersebut.

4 dari 4 halaman

Mahathir Mohamad Sebut Pembangunan Malaysia Mulai Ketinggalan Indonesia dan Vietnam

Mahathir Mohamad sebelumnya pernah menyampaikan pandangan bahwa negaranya mulai tertinggal dari Indonesia. Ia bahkan menyebut Malaysia kalah dari negara-negara Afrika. 

"Saya siap untuk menyetujui bahwa dalam hal pembangunan, Malaysia telah tertinggal di belakang Indonesia dan Vietnam belakangan ini. Tentu kita selalu di belakang Singapura," ujar Mahathir tertuang di akun Twitter miliknya, @chedetofficial dikutip Kamis (18/4/2022).

Mahathir mengaku kaget saat menyebut Malaysia mulai ketinggalan oleh negara-negara Afrika, meski ia tak menyebut negara mana yang ia maksud. Namun, Mahathir menyebut masalahnya adalah korupsi dan parlemen.

Ia menyalahkan parlemen yang dilaporkan protes keras terhadap penerapan teknologi tersebut, Mahathir Mohamad menduga itu karena banyak anggota parlemen yang terlibat bisnis ekspor dan impor.

"Kita tidak siap untuk menggunakan teknologi terbaru untuk mencapai efisiensi dan membatasi korupsi. Kita menolak teknologi ini karena ia bisa mengekspor tindakan-tindakan salah dari Anggota Parlemen kita," ujar Mahathir.

"Dan jadinya negara kita terus kehilangan uang karena kita menolak jalan-jalan yang lebih baik untuk manajemen," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.