Sukses

MUI Dukung Boikot Film Lightyear di Indonesia

Pelarangan film Lightyear di Indonesia mendapatkan dukungan dari MUI.

Liputan6.com, Jakarta - Film Lightyear dari Pixar mendapat penentangan di Indonesia, Malaysia, dan beberapa negara lain karena adanya adegan LGBT dalam film tersebut. Mirip dengan film Marvel berjudul Dr. Strange in the Multiverse of Madness, ada pasangan lesbian di film Lightyear.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan dukungan agar film yang dibintangi Chris Evans itu supaya dilarang di Indonesia. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (19/6/2022), Sekjen Majelis Ulama Indonesia MUI Amirsyah Tambunan mengatakan film itu bertentangan dengan Pancasila, di mana dalam sila pertama “masyarakat berketuhanan diharuskan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, salah satunya berpasangan dengan lawan jenis dan menikah secara sah sesuai agama dan keyakinannya.”

Secara terang-terangan MUI mengatakan "film Lightyear bertentangan dengan ajaran agama mayoritas penduduk Indonesia, yaitu Islam, yang melarang perkawinan sesama jenis."

Akibat adegan ciuman pasangan lesbian di film tersebut, sedikitnya 14 negara di Timur Tengah dan Asia menolak memberikan izin peredaran dan pemutaran film itu negara mereka.

Beberapa media melaporkan film dengan rating “PG” atau “parental guide” ini juga kemungkinan dilarang diputar di China, pasar film terbesar di dunia. Film dengan rating “PG” berarti memuat bagian yang tidak cocok untuk anak-anak dan orang tua diminta menyaksikannya terlebih dahulu sebelum mengijinkan anak-anak yang lebih kecil menontonnya.

Diwawancarai VOA, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI Retno Listyarti menyerukan agar film Lightyear tidak diizinkan beredar di Indonesia. 

“Anak tidak tahu tentang orientasi seksual dan sudah dapat dipastikan kalau usia anak-anak seperti itu biasanya mereka tidak memiliki orientasi seksual, bahkan mereka mungkin juga belum paham sepenuhnya. Namun dengan tayangan tadi yang punya pesan tentang LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) seolah-olah mempromosikan bahwa baik-baik saja dibesarkan dengan cara begini (dibesarkan dalam lingkungan LGBT.red). Itu yang barangkali bisa berbahaya," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Belum Lolos Sensor

Diwawancarai secara terpisah, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia, Rommy Fibri mengatakan pihaknya telah mengkaji film itu dan meminta Disney untuk mempertimbangan adegan yang masih sensitif bagi publik Indonesia. LSF, ujarnya, belum mengeluarkan Surat Tanda Lulus Sensor atau STLS.

“Karena waktu itu belum ada subtitle dan juga pemilik film (Disney.red) dalam hal ini melalui importir ingin dilakukan preview atau peninjauan, maka LSF melakukan peninjauan. Kemudian dalam peninjauan itu LSF menemukan satu adegan yang bagi masyarakat Indonesia masih sensitif. LSF hanya memberikan catatan, untuk overall film-nya oke, bisa lulus (sensor), bahkan bisa juga untuk 13 (tahun) dan sebagainya. Tapi tolong untuk adegan ciuman LGBT-nya dipertimbangkan, karena untuk audiens Indonesia adegan itu masih sensitif,” ujarnya.

Lebih jauh Rommy menjelaskan dalam proses normal sensor film, LSF akan mengkaji dan mengeluarkan hasil sensor setelah menerima paket lengkap, yaitu film lengkap dengan subtitle atau teks terjemahan. kan segera menjalankan penyensoran film dan mengeluarkan hasil sensor.

"Aturannya, kalau misalkan itu (film Lightyear.red) lulus sensor, maka LSF akan mengeluarkan Surat Tanda Lulus Sensor atau STLS, yang disertai dengan keterangan ini lulus untuk penggolongan usia berapa. Semua umur, 13, 17 atau 21 (tahun)," jelas Rommy. Namun, untuk film “Lightyear” ini, LSF belum mengeluarkan STLS.

3 dari 4 halaman

Tolak Sensor

Sebelumnya 14 negara di Timur Tengah dan Asia menolak peredaran film “Lightyear.” ABC News melaporkan Malaysia misalnya telah meminta agar distributor film memotong adegan-adegan “yang mengandung unsur-unsur yang mempromosikan gaya hidup LGBT dan melanggar aspek utama Pedoman Sensor Film.”

Tetapi distributor film dilaporkan tidak setuju mematuhi hal itu dan memutuskan untuk membatalkan pemutaran film tersebut.

Sikap Disney ini yang mempertahankan adegan yang dinilai kontroversial di sebagian negara itu dipuji GLAAD, suatu organisasi pemantau media non-pemerintah yang didirikan sebagai protes terhadap liputan yang dinilai menghina kelompok LGBT.

Ketua GLAAD Sarah Kate Ellis mengatakan “Alisha adalah contoh representasi LGBTQ yang hebat dalam film ini – ia adalah istri yang pengasih, ibu, nenek dan Space Ranger yang pemberani. Ia harus dirayakan, bukan disensor. Tidak dapat diterima adanya 14 negara yang melarang film ini.”

4 dari 4 halaman

Chris Evans Dukung Lightyear

Chris Evans menyampaikan aspirasinya soal isu panas yang menimpa film barunya, Lghtyear. Dalam film animasi garapan Pixar dan Disney itu, terdapat adegan ciuman mesra antar dua karakter wanita yang dituding sebagai salah satu agenda pro-LGBT.

Sejumlah negara termasuk Indonesia telah melarang penayangan film yang diadaptasi dari karakter boneka Buzz Lightyear di Toy Story ini. Selain masalah norma dan religi, ini adalah film animasi yang bisa saja ditonton oleh anak-anak.

Atas hal ini, Chris Evans yang mengisi suara Buzz Lightyear tak ragu menyebut bahwa tudingan film ini membawa agenda pro LGBT merupakan hal yang sangat keliru. Bahkan, ia menyamakan para penyebar isu tersebut seperti dinosaurus.

Pemeran Captain America ini pun melanjutkan pernyataannya dengan meminta agar warga Amerika Serikat tetap berpegang teguh pada peraturan yang sudah ditetapkan, termasuk soal kesetaraan terhadap segala hal mulai dari gender, ras, agama, hingga orientasi seksual.

"Akan selalu ada orang-orang yang takut dan tidak sadar dan mencoba untuk mempertahankan apa yang sudah ada sebelumnya," kata Chris Evans dalam wawancara bersama Reuters Television.

"Tetapi orang-orang itu mati seperti dinosaurus. Saya pikir tujuannya adalah untuk tidak memedulikan mereka, maju, dan merangkul pertumbuhan yang membuat kita manusia," sambungnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.