Sukses

Petugas Keamanan di Shanghai Berteriak: Pulanglah ke Rumah, Minta Warga Hindari COVID-19

China memperketat pembatasan COVID-19 pada penduduknya Senin (9/5).

Liputan6.com, Shanghai - Dua kota terbesar China memperketat pembatasan COVID-19 pada penduduknya, Senin (9/5/2022). Kebijakan ini lantas menimbulkan frustrasi baru dan bahkan pertanyaan tentang legalitas pertempuran tanpa kompromi dengan virus Corona.

Ketika pihak berwenang bergulat dengan wabah COVID-19 terburuk di China sejak epidemi dimulai, otoritas di Shanghai langsung meluncurkan program terbaru untuk mengakhiri infeksi di luar zona karantina pada akhir Mei.

Meskipun belum ada pengumuman resmi, selama akhir pekan, beberapa penduduk di setidaknya empat dari 16 distrik menerima pemberitahuan yang mengatakan bahwa mereka tidak lagi dapat meninggalkan rumah atau menerima pengiriman sebagai bagian dari upaya untuk menurunkan infeksi COVID-19 ke angka nol.

"Pulang, pulang!" seorang wanita yang bertugas untuk berteriak melalui megafon pada penduduk yang berbaur di bawah menara apartemen di salah satu kompleks pada Minggu 8 Mei.

Dua warga di distrik Yangpu, mengatakan bahwa mereka diberitahu tentang tindakan serupa dan aktivitas pedagangan di lingkungan tersebut akan ditutup sebagai bagian dari upaya mencegah penyebaran virus.

Kemarahan publik tersampaikan lewat media sosial kepada pihak berwenang yang memaksa masyarakat tinggal secara terpusat dan menuntut agar mereka menyerahkan kunci rumah untuk didesinfeksi.

Satu video menunjukkan polisi mengambil kunci setelah seorang penduduk Shanghai menolak untuk membuka pintu. Dalam contoh lain, rekaman suara panggilan beredar di Internet dari seorang wanita yang berdebat dengan pejabat yang menuntut untuk menyemprotkan disinfektan di rumahnya meskipun dia telah dites negatif COVID-19.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dianggap Ilegal

Profesor Tong Zhiwei, yang mengajar hukum di Universitas Ilmu Politik dan Hukum China Timur, menulis dalam sebuah esai yang beredar luas di media sosial bahwa tindakan seperti itu ilegal dan harus dihentikan.

"Shanghai harus memberikan contoh yang baik untuk seluruh negara tentang bagaimana melakukan pekerjaan pencegahan COVID-19 dengan cara yang ilmiah dan sah," tulis Tong.

Langkah-langkah seperti itu seharusnya hanya diambil dalam keadaan darurat, katanya dalam esai, yang menurutnya lebih dari 20 akademisi telah memberikan masukan.

Liu Dali, seorang pengacara dari salah satu firma hukum terbesar di China, menulis surat serupa kepada pihak berwenang.

Salinan kedua surat telah disensor dari internet China meskipun pengguna telah memposting ulang tangkapan layar. Postingan dari akun media sosial Tong di situs Weibo diblokir pada Minggu malam.

Liu dan Tong tidak segera menanggapi permintaan komentar.

China bersikeras bahwa mereka akan tetap pada kebijakan nol-COVID-19 untuk memerangi virus yang pertama kali muncul di kota Wuhan pada akhir 2019.

3 dari 4 halaman

Warga Shanghai Bakal Dihukum Jika Langgar Aturan

Kota Shanghai di China memberikan peringatan pada Rabu (13/4) bahwa siapa pun yang melanggar aturan lockdown COVID-19 akan ditindak secara ketat.

Sementara, otoritas di Shanghai juga meminta warga mematuhi aturan lockdown saat kasus baru meningkat menjadi lebih dari 25.000.

Departemen kepolisian kota Shanghai menguraikan pembatasan yang dihadapi sebagian besar dari 25 juta penduduk.

Pihaknya juga meminta mereka untuk "memerangi epidemi dengan satu hati dan bekerja sama untuk kemenangan awal", demikian dikutip dari laman Channel News Asia.

"Mereka yang melanggar ketentuan pemberitahuan ini akan ditindak sesuai dengan hukum oleh pihak keamanan publik. Jika itu merupakan kejahatan, mereka akan diselidiki sesuai hukum," kata departemen itu dalam sebuah pernyataan.

Pusat keuangan dan komersial dunia ini berada di bawah tekanan besar untuk mencoba menahan wabah COVID-19 terbesar di China sejak Virus Corona pertama kali ditemukan di kota Wuhan pada akhir 2019.

Polisi Shanghai juga melarang warga berkendara di jalanan selain mereka yang memang harus bekerja.

Mereka juga memperingatkan warga yang semakin frustrasi lantaran dikurung di rumah untuk tetap menahan diri dan tidak menyebarkan informasi palsu atau memalsukan izin keluar rumah.

Shanghai melaporkan 25.141 kasus baru virus corona tanpa gejala pada Selasa (13/4) naik dari 22.348 sehari sebelumnya, dan kasus bergejala juga melonjak menjadi 1.189 dari 994, kata otoritas kota.

Langkah-langkah penanganan COVID-19 di Shanghai menggunakan pendekatan ketat "nol-COVID" yang bertujuan untuk menghilangkan rantai penularan.

4 dari 4 halaman

AS Minta Staf Konsulatnya Pulang

Para analis memperingatkan bahwa tindakan tersebut tidak hanya merugikan pariwisata dan perhotelan tetapi juga berdampak pada rantai pasokan lintas sektor.

Setidaknya 11 perusahaan Taiwan, sebagian besar membuat suku cadang untuk elektronik, mengatakan bahwa mereka menangguhkan produksi karena gangguan dari kontrol COVID-19 China.

Departemen luar negeri Amerika Serikat memerintahkan pekerja pemerintahannya yang non-darurat untuk meninggalkan konsulat di Shanghai karena lonjakan kasus COVID-19 dan langkah-langkah yang diterapkan China untuk mengendalikan virus.

Dilansir laman The Guardian, Selasa (12/4/2022), departemen luar negeri AS sempat mengumumkan bahwa personel non-darurat dapat secara sukarela meninggalkan konsulat pada Jumat 8 April. Namun, kini seruan untuk meninggalkan Shanghai berubah menjadi wajib, bukan secara sukarela lagi.

"Yang terbaik bagi pekerja kami dan keluarga mereka adalah dengan mengurangi jumlah personel dan operasional konsulat diperkecil untuk menghadapi perubahan keadaan di lapangan," kata otoritas departemen luar negeri AS.

China sempat menanggapi dengan marah perintah agar pekerja pemerintah AS untuk meninggalkan Shanghai itu.

Shanghai kini sedang memerangi wabah COVID-19 terburuk di China sejak virus itu pertama kali muncul di Wuhan pada akhir 2019. Salah satu aturan yang paling kontroversial adalah memisahkan anak-anak yang positif COVID-19 dari orangtua mereka. 

Perintah agar pekerja AS meninggalkan Shanghai datang ketika otoritas China mulai melonggarkan lockdown di beberapa wilayah pada Senin, meskipun melaporkan rekor lebih dari 25.000 kasus baru.

Kota terpadat di China itu mengatakan akan mengizinkan apa yang dikatakan pejabat kota Gu Honghui sebagai "kegiatan yang sesuai" di beberapa lingkungan di mana tidak ada kasus positif selama setidaknya dua minggu. Penduduk setempat tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan ke wilayah yang masih di bawah lockdown ketat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.