Sukses

ASEAN Tegaskan agar Junta Myanmar Beri Akses Pertemuan dengan Aung San Suu Kyi

ASEAN meminta agar junta Myanmar segera memberikan akses untuk dapat bertemu dengan pemimpin sipil yang dikudeta Aung San Suu Kyi beserta pihak-pihaknya yang terkait.

Liputan6.com, Bandar Sri Begawan - ASEAN meminta agar junta Myanmar segera memberikan akses kepada Utusan Khusus liga bangsa-bangsa Asia Tenggara tersebut untuk dapat bertemu dengan pemimpin sipil yang dikudeta Aung San Suu Kyi beserta pihak-pihaknya yang terkait.

Permintaan itu datang setelah menteri luar negeri ASEAN mengadakan apa yang disebut oleh beberapa diplomat sebagai 'pertemuan darurat' pada Jumat 15 Oktober 2021 guna membahas perkembangan dari Konsensus Lima Poin dan mandat Utusan Khusus --dua mekanisme yang dibentuk oleh ASEAN guna mencari solusi atas krisis kudeta militer Myanmar Februari 2021.

ASEAN mencatat bahwa "tidak ada kemajuan yang cukup dalam implementasi Konsensus Lima Poin oleh Myanmar serta kekhawatiran atas komitmen Myanmar, khususnya pada membangun dialog konstruktif di antara semua pihak terkait".

Blok negara-negara Asia Tenggara tersebut meminta agar junta Myanmar "melatih fleksibilitas untuk membangun kepercayaan dan kepercayaan serta pentingnya akses ke semua pihak yang berkepentingan," bunyi ​Statement of the Chair of the ASEAN Foreign Minister's Meeting yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Brunei pada Sabtu 16 Oktober 2021.

Di samping itu, ASEAN juga meminta agar Myanmar "memulihkan urusan internalnya dan kembali ke keadaan normal sesuai dengan kehendak rakyat Myanmar".

ASEAN turut menggarisbawahi adanya "pertanyaan" tentang siapa yang akan hadir sebagai utusan tertinggi Myanmar dalam KTT ASEAN mendatang yang akan dilaksanakan pada akhir Oktober 2021.

"Dicatat bahwa beberapa negara anggota ASEAN telah menerima korespondensi dari NUG (re: National Unity Government --koalisi pemerintahan sipil Myanmar yang digulingkan oleh militer) yang meminta untuk diundang ke KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 dan KTT Terkait. Setelah diskusi ekstensif, tidak ada konsensus yang dicapai untuk perwakilan politik dari Myanmar untuk menghadiri KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 dan KTT Terkait pada Oktober 2021."

Hingga kedua permintaan itu tercapai, ASEAN memutuskan untuk "mengundang perwakilan non-politik dari Myanmar ke KTT mendatang", yang berarti bahwa pemimipin junta militer yang saat ini 'memimpin' Myanmar tidak diundang oleh ASEAN untuk menghadiri KTT ASEAN Oktober 2021.

ASEAN mencatatkan adanya "keberatan dari perwakilan Myanmar" atas keputusan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Didukung oleh Negara Barat

Keputusan untuk mengecualikan pemimpin militer Myanmar adalah keputusan paling berani sejauh ini oleh ASEAN, yang kerap dihambat oleh kebijakan dasar non-campur tangan dalam urusan domestik negara-negara anggota dan pengambilan keputusan konsensusnya. Tetapi beberapa negara anggota merasa tindakan dibenarkan karena kerusuhan besar di Myanmar dapat memicu ketidakstabilan regional.

Australia, Kanada, Selandia Baru, Norwegia, Korea Selatan, Uni Eropa, AS dan Inggris secara terpisah mengeluarkan pernyataan dukungan bersama untuk utusan ASEAN. Mereka mendesak Myanmar untuk terlibat secara konstruktif dengan Utusan Khusus ASEAN Erywan Yusof dan memberinya akses ke semua pihak.

Blok beranggotakan 10 negara Asia Tenggara itu telah berada di bawah tekanan internasional yang kuat untuk mengambil tindakan tegas untuk memaksa negara anggota Myanmar menghentikan kekerasan yang telah menyebabkan lebih dari 1.100 warga sipil tewas dan membebaskan sejumlah tokoh politik, termasuk Suu Kyi.

ASEAN menunjuk Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Erywan Yusof pada bulan Agustus sebagai utusan khusus untuk menengahi krisis. Namun, dia tiba-tiba membatalkan perjalanannya ke Myanmar minggu ini setelah diberitahu bahwa dia tidak akan dapat bertemu Suu Kyi dan yang lainnya seperti yang dia inginkan.

Para pejabat Myanmar mengatakan Erywan tidak dapat bertemu dengan Suu Kyi karena tuntutan pidana terhadapnya.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mentweet bahwa "tidak ada kemajuan signifikan" untuk menyelesaikan krisis. Dia mengatakan Indonesia mengusulkan selama pertemuan hari Jumat bahwa Myanmar "tidak boleh diwakili di tingkat politik sampai Myanmar memulihkan demokrasinya melalui proses yang inklusif."

Sebelumnya pada Jumat pagi, Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah mengatakan Malaysia tidak akan berkompromi. "Jika tidak ada kemajuan nyata, maka sikap Malaysia akan tetap ada, bahwa kami tidak ingin jenderal menghadiri KTT," katanya.

Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr. juga telah memperingatkan bahwa "jika kita mengalah dengan cara apa pun, kredibilitas kita sebagai organisasi regional yang nyata menghilang."

Locsin telah menuntut Myanmar kembali ke tatanan politiknya sebelum pengambilalihan militer 1 Februari tetapi menekankan selama forum online dengan Lowy Institute Australia bahwa tentara Myanmar sangat penting untuk stabilitasnya.

"Kita tidak bisa bergerak maju, kecuali jika Anda kembali seperti itu," kata Locsin, Kamis. Tetapi, ia menambahkan bahwa "tanpa tentara ... Myanmar akan menjadi apa yang mungkin mereka berikan kepada Anda: lubang neraka anarki."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.