Sukses

Lawan Varian Delta, Thailand Kombinasi Vaksin Sinovac dan AstraZeneca

Kementerian Kesehatan Thailand mengumumkan mereka yang sudah mendapatkan dosis pertama vaksin Sinovac sekarang akan mendapat vaksin AstraZeneca sebagai dosis kedua.

, Bangkok - Thailand akan menjadi negara pertama di dunia yang akan menggunakan vaksin AstraZeneca untuk memperkuat kekebalan bagi mereka yang sudah mendapat vaksin Sinovac asal China. Hal ini dilakukan di tengah situasi peningkatan penularan COVID-19 akibat varian Delta.

Ada sekitar 10 juta orang sedang menjalani 'lockdown'. Kebijakan ini termasuk aturan jam malam, di tengah peningkatan penularan di Bangkok dan beberapa kawasan lainnya.

Kementerian Kesehatan Thailand mengumumkan mereka yang sudah mendapatkan dosis pertama vaksin Sinovac sekarang akan mendapat vaksin AstraZeneca sebagai dosis kedua, demikian dikutip dari laman ABC Indonesia, Kamis (15/7/2021).

Para pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan dua dosis vaksin Sinovac juga akan mendapatkan AstraZeneca atau Pfizer sebagai vaksin penguat atau 'booster'.

Thailand mencatat penambahan hampir sembilan ribu kasus setiap hari dengan sekitar 80 orang meninggal, angka yang terus meningkat selama sebulan terakhir.

Sejumlah penularan juga terjadi di kalangan tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan dua dosis vaksin Sinovac.

Para pejabat di Thailand mengutip penelitian lokal mengenai keputusan untuk menggabungkan Sinovac dan AstraZeneca, meski para pakar mengatakan belum ada penelitian cukup.

Pakar penyakit menular dan vaksin di Australia, Tony Cunningham, dari lembaga penelitian Westmead Institute for Medical Research, mengatakan varian Delta "sudah mengubah keseluruhan hal terkait virus dan vaksin".

"Banyak negara sekarang kewalahan menghadapi kenaikan kasus karena varian Delta. Dan kita sama sekali tidak bisa mengandalkan pada vaksin Sinovac saja," kata Profesor Cunningham.

"Tetapi apa yang mereka lakukan belum pernah diuji dan belum pernah dilakukan sebelumnya."

Kepala ilmuwan dari WHO, Soumya Swaminathan, mengatakan lembaganya sedang menunggu "data mengenai kombinasi vaksin di berbagai negara".

Ia juga memperingatkan agar warga atau negara tidak gegabah memutuskan kombinasi vaksin sendiri-sendiri.

Menurut epidemiolog lainnya, Hassan Vally, munculnya berbagai varian baru virus COVID-19 telah mengurangi tingkat efektivitas vaksin yang ada saat ini.

"Untuk vaksin seperti Sinovac, tingkat efektivitasnya adalah 51 persen dalam uji coba, ketika dilakukan pengetesan terhadap varian awal SARS CoV-2, dan sekarang kita melihat adanya berbagai varian baru," katanya.

"Kekebalan vaksin yang ada saat ini menjadi terhalang karena varian baru, sehingga tingkat efektivitas vaksin juga menurun. Itulah mengapa Thailand melakukan apa yang mereka lakukan saat ini, dan mengapa vaksin kurang efektif terhadap varian Delta."

Professor Cunningham mengatakan resiko penggumpalan darah yang ditemukan di vaksin AstraZeneca menjadi pemberitaan besar di Australia, namun di banyak negara lain permintaan vaksin AstraZeneca justru menjadi sangat besar karena memberikan perlindungan yang cukup tinggi.

"Kalau kita berada di Indonesia atau Thailand, kita pasti akan ingin mendapatkan AstraZeneca," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengharapkan pasokan dari India

Thailand mengalami kesulitan untuk mendapatkan vaksin, khususnya AstraZeneca.

Sejauh ini sudah 12,57 juta dosis vaksin yang diberikan kepada warga Thailand, sekitar 13 persen warga setidaknya sudah mendapat dosis pertama.

Thailand sebenarnya bisa memproduksi sendiri vaksin AstraZeneca. Namun dengan jumlah penduduk sekitar 70 juta, produksi dalam negeri tidak mencukupi untuk melayani permintaan.

Salah satu pembuat vaksin AstraZeneca terbesar di dunia adalah Serum Institute di India, tapi Pemerintah Thailand sudah menghentikan ekspor vaksin dari India, setelah India mengalami penularan COVID gelombang kedua.

Saat itu, WHO mengatakan larangan ekspor vaksin dari India telah berdampak kepada 91 negara.

Dosis yang sebelumnya direncanakan untuk ekspor ke negara-negara Asia dan Afrika, termasuk untuk program COVAX, telah dialihkan untuk kebutuhan warga di India sendiri dan ekspor belum lagi pulih.

"Kami harus memfokuskan semua kekuatan dan vaksin untuk warga India karena di sinilah vaksin itu sangat dibutuhkan," kata Direktur Eksekutif Serum Institute Adar Poonwalla dalam pertemuan India Global Forum beberapa waktu lalu.

"India akan kembali mendukung program COVAX dalam beberapa bulan mendatang, kami akan segera mengekspor kembali vaksin sehingga ada distribusi yang merata, yang merupakan tujuan awal COVAX."

Sementara itu Dr Hassan mengatakan vaksin apa pun akan lebih baik untuk melindungi dari pada tidak sama sekali.

"Jika hanya ada Sinovac, itu juga bukan akhir dari segalanya. Tetap ada kesempatan untuk memperkuat kekebalan tubuh," ujar Dr Hassan.

"Semua dari kita nantinya akan mendapat vaksin penguat, entah kita berasal dari negara miskin atau di negara kaya, selama enam tahun ke depan atau bahkan lebih lama, karena kekebalan kita akan menurun."

 

3 dari 3 halaman

Australia mengekspor AstraZeneca

Pengiriman vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh Australia sudah dikirimkan ke Timor Leste.

Pemerintah Australia menjanjikan akan mengirimkan 15 juta dosis ke negara-negara di kawasan Pasifik sampai pertengahan tahun depan.

Australia juga sudah berkomitmen untuk menyumbang 2,5 juta vaksin AstraZeneca dari pasokan domestiknya kepada Indonesia.

Kita akan mengekspor kelebihan AstraZeneca tersebut, saya kira, ketika Pfizer dan Moderna tiba di sini di akhir tahun," kata Professor Cunningham.

"Masalahnya adalah kita tidak mau itu terlalu terlambat karena varian Delta sekarang ini sudah menyebar ke mana-mana."

Professor Cunningham menambahkan dosis AstraZeneca yang dibuat di Australia dan diperuntukkan bagi negara-negara Asia Pasifik bukanlah diberikan karena Australia "baik hati".

"Ini demi menghentikan adanya varian baru yang menjalar di negara-negara sekitar kita."

Professor Cunningham mengatakan dengan adanya varian baru, maka muncul pula tantangan baru bagi pengiriman vaksin."

"Jumlah terbanyak orang yang divaksinasi di seluruh dunia adalah 90 juta orang di tahun 2009. Sekarang kita berusaha melakukan vaksinasi untuk enam miliar orang. Kita belum pernah melakukan hal ini sebelumya," katanya.

"Ini jadi kekhawatiran besar dan varian Delta sudah membuat keadaan jadi lebih buruk di seluruh dunia."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.