Sukses

PBB: 91 Persen Populasi Tigray Ethiopia Butuh Bantuan Pangan

Hampir tujuh bulan pertempuran telah menyebabkan peningkatan tingkat kelaparan di Tigray, Ethiopia.

Liputan6.com, Tigray - Sebanyak 5,2 juta orang di wilayah Tigray, Ethiopia yang dilanda perang atau 91 persen dari populasinya, membutuhkan bantuan pangan darurat, demikian pernyataan terbaru dari PBB.

Peringatan dari Program Pangan Dunia (WFP) PBB datang saat meminta lebih dari US$ 200 juta untuk meningkatkan responsnya di wilayah utara negara tersebut.

Pasalnya, hampir tujuh bulan pertempuran telah menyebabkan peningkatan tingkat kelaparan yang sudah tinggi, demikian dikutip dari laman Al Jazeera, Rabu (2/6/2021).

"WFP khawatir akan dampak konflik pada tingkat kelaparan yang sudah tinggi," kata juru bicara Tomson Phiri kepada wartawan di Jenewa.

"Kami sangat prihatin dengan jumlah orang yang membutuhkan dukungan nutrisi dan bantuan makanan darurat."

Badan tersebut mengatakan, telah memberikan bantuan darurat kepada lebih dari satu juta orang di wilayah barat laut dan selatan Tigray, Ethiopia pada Maret 2021.

"WFP menyerukan US$ 203 juta untuk terus meningkatkan responsnya di Tigray guna menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian hingga akhir tahun."

Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2019, memerintahkan operasi militer darat dan udara di Tigray pada awal November 2020 setelah menuduh partai yang berkuasa di wilayah utara saat itu, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), mendalangi serangan terhadap kamp tentara federal.

TPLF, yang mendominasi politik nasional selama beberapa dekade hingga Abiy berkuasa pada 2018, mengatakan pasukan federal dan musuh lamanya Eritrea melancarkan "serangan terkoordinasi" terhadapnya.

Abiy, yang pasukannya didukung oleh pasukan dari Eritrea dan pejuang dari wilayah Amhara Ethiopia, menyatakan kemenangan pada akhir November ketika tentara memasuki ibu kota regional, Mekelle.

Perkelahian dan penganiayaan, bagaimanapun, terus berlanjut, memicu kekhawatiran akan konflik yang berkepanjangan dengan efek yang menghancurkan pada penduduk sipil.

Konflik tersebut diperkirakan telah menewaskan ribuan orang, bahkan lebih, dengan hampir dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Pada Mei 2021, kepala Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang berasal dari Tigray, menggambarkan situasi di wilayah itu sebagai "sangat mengerikan", dengan "banyak orang" sekarat "karena kelaparan".

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Risiko kelaparan

Pekan lalu, seorang pejabat senior PBB mendesak Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan segera untuk menghindari kelaparan di Tigray.

"Ada risiko kelaparan yang serius jika bantuan tidak ditingkatkan dalam dua bulan ke depan,' tulis Mark Lowcock, koordinator bantuan darurat utama PBB.

Dia memperkirakan bahwa "lebih dari 90 persen panen hilang karena penjarahan, pembakaran, atau perusakan lainnya, dan 80 persen ternak di wilayah tersebut dijarah atau disembelih."

WFP mengatakan, ketidakstabilan itu merusak upaya pekerja kemanusiaan untuk menjangkau komunitas rentan di Tigray, terutama di daerah pedesaan.

"Gencatan senjata dan akses tanpa hambatan sangat penting bagi WFP dan semua mitranya di Tigray untuk menjangkau semua area dan semua orang yang sangat membutuhkan dukungan guna menyelamatkan nyawa," kata Phiri.

Selain itu, ia memperingatkan bahwa badan tersebut menyaksikan meningkatnya tingkat kekurangan gizi di antara perempuan dan anak-anak.

Ditemukan bahwa hampir separuh ibu hamil atau menyusui di 53 desa mengalami malnutrisi sedang atau akut, sementara hampir seperempat dari semua anak yang diskrining ditemukan mengalami malnutrisi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.