Sukses

50.000 Orang Kembali Berdemo di Moskow, Tuntut Pemilu yang Adil

Sekitar 50.000 orang kembali berunjuk rasa di pusat kota Moskow untuk menuntut pelaksanaan pemilu yang adil.

Liputan6.com, Moskow - Sekitar 50.000 orang kembali berunjuk rasa di pusat kota Moskow, Rusia pada Sabtu 10 Agustus 2019 waktu lokal untuk menuntut pelaksanaan pemilu yang adil.

Itu merupakan demonstrasi terbesar dalam serangkaian protes musim panas ini yang mengguncang Kremlin dan menimbulkan tantangan politik terbesar bagi Presiden Rusia Vladimir Putin dalam tujuh tahun.

Tidak seperti demonstrasi sebelumnya, yang disambut dengan tindakan keras polisi yang menyebabkan ribuan penahanan dan pemukulan dengan pentungan, demonstrasi hari Sabtu disetujui oleh pemerintah dan hanya melihat sedikit konfrontasi antara polisi anti huru hara dan pengunjuk rasa.

Meskipun demikian, lebih dari 225 demonstran ditahan, hampir 150 dari mereka di Moskow dan lebih dari 80 orang lainnya diciduk pada protes kedua di St. Petersburg, demikian seperti dikutip dari Los Angeles Times, Minggu (11/8/2019).

Puluhan ribu pengunjuk rasa mengabaikan hujan gerimis dan cuaca dingin untuk berkumpul di Sakharov Square, Moskow, tak jauh dari jalan pusat kota Garden Ring, meneriakkan slogan-slogan seperti "Rusia akan bebas!" dan "Bebaskan tahanan politik!"

Gerakan protes Moskow untuk pemilihan umum yang adil dimulai pada awal Juli 2019, setelah komisi pemilihan kota menolak permohonan beberapa kandidat oposisi untuk maju dalam pemilihan 8 September 2019 untuk Dewan Kota Moskow yang berkapasitas 45 kursi.

Dewan saat ini didominasi oleh partai Rusia Bersatu pro-Kremlin, yang dituduh oposisi terlibat dalam skema korupsi yang mencuri dana anggaran kota.

Pemerintah kota menyetujui protes pada hari Sabtu kemarin, tetapi memperingatkan bahwa para peserta yang tidak mengikuti aturan demonstrasi akan dituntut. Menjelang sore, polisi menahan sekitar 100 demonstran saat mereka berbaris di sepanjang Boulevard Ring hijau di Moskow yang mengelilingi pusat bersejarah kota.

Pekan lalu, tekanan Kremlin pada para pemimpin dan aktivis oposisi meningkat dengan cara lain. Mahasiswa universitas diperingatkan untuk tidak berpartisipasi dalam rapat umum, dan polisi mulai meninjau keuangan dan catatan dinas militer dari aktivis dan pengunjuk rasa yang dikenal.

Kata Pemerintah Rusia

Sementara itu, pihak berwenang Rusia menyebarkan gagasan bahwa protes itu didukung oleh pemerintah asing.

Pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Rusia memanggil diplomat dari kedutaan AS dan Jerman setelah keduanya mengeluarkan peringatan kepada warga negaranya untuk menghindari daerah di mana protes berlangsung. Rusia mengklaim kedutaan mendorong partisipasi.

"Kami menggarisbawahi bahwa kami menganggap publikasi rute ... sebagai mempromosikan partisipasi dalam acara ilegal (protes) dan menyerukan tindakan yang merupakan gangguan dalam urusan internal negara kami," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bermanifestasi Menjadi Kritik pada Pemerintahan Putin

Gerakan protes telah tumbuh karena lebih banyak orang Rusia menyuarakan frustrasi mereka atas kontrol ketat otoritas Rusia atas masalah-masalah lokal.

Menjelang rapat umum hari Sabtu, beberapa musisi terkemuka dan tokoh budaya populer secara terbuka mendesak partisipasi dalam demonstrasi sebagai cara untuk memberi tahu Kremlin bahwa "cukup adalah cukup."

Banyak demonstran mengatakan mereka marah pada pengabaian pemerintah atas hak konstitusional mereka untuk memprotes dan memilih dari berbagai kandidat politik untuk pemilihan lokal.

Ketidakpuasan publik telah meningkat oleh ekonomi negara yang sedang berjuang dan angka persetujuan publik terhadap Putin telah menyusut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.