Sukses

Bela Saudi soal Kasus Jamal Khashoggi, Donald Trump Dikritik Partai Republik

Liputan6.com, Washington DC - Beberapa politisi Partai Republik mengkritik Presiden Amerika Serikat Donald Trump --yang juga anggota partai itu-- atas sikapnya yang tetap mendukung dan membela hubungan AS-Arab Saudi, meski Riyadh mendapat kecaman luas atas kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Sebelumnya, Trump menegaskan bahwa Saudi adalah "mitra yang kuat" bagi AS, karena telah "menginvestasikan sangat banyak uang" di Negeri Paman Sam, ujarnya dalam sebuah pernyataan guna menegaskan kembali kemitraan kedua negara.

Pernyataan Trump datang di tengah maraknya berbagai pemberitaan mengenai laporan dari Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) yang dengan yakin menyebut bahwa pucuk tertinggi monarki Saudi terlibat dalam pembunuhan kolumnis The Washington Post itu.

Uniknya, Trump sendiri telah menyatakan bahwa tak tertutup kemungkinan jika Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, memberikan otorisasi atas pembunuhan Jamal Khashoggi. Namun, hal itu membuatnya bergeming. Tanpa mengindahkan berbagai kritik, Trump bersikukuh bahwa hubungan AS-Saudi tetap berjalan seperti sedia kala, termasuk, kesepakatan pembelian senjata AS oleh Saudi.

Namun, sikap sang presiden menuai kritik. Seperti dikutip dari CNN (21/11/2018), salah satu kritik datang dari Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, Senator Bob Corker (Republik, Negara Bagian Tennessee) pada Selasa 20 November 2018.

Lewat twit, Corker mengatakan, "Saya tidak pernah mengira akan melihat hari ketika Gedung Putih akan bekerja sebagai firma hubungan masyarakat untuk Putra Mahkota Arab Saudi."

Anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, Senator Rand Paul (Republik, Negara Bagian Kentucky), juga menyuarakan kritiknya terhadap Trump.

Ia mengatakan, "Presiden menunjukkan bahwa Arab Saudi tak sejahat Iran sehingga AS tidak akan menghukum Saudi untuk pembunuhan brutal dan mutilasi yang terjadi di konsulat Saudi (di Istanbul)."

Paul juga mengkritik sikap Trump yang menegaskan bahwa transaksi pembelian senjata AS oleh Saudi tetap berlangsung. Padahal, pada saat yang sama, negara-negara Eropa telah menunda transaksi serupa dengan Saudi sebagai bentuk kritik terhadap Riyadh atas kasus pembunuhan Jamal Khashoggi.

"Kita seharusnya tidak memberi imbalan kepada Arab Saudi dengan senjata canggih kita yang pada gilirannya mereka gunakan untuk mengebom warga sipil," lanjut Paul, yang juga mengkritik intervensi Saudi pada perang di Yaman.

"Sikap presiden justru menunjukkan 'Saudi Arabia First' (memprioritaskan Saudi), bukan 'America First' (jargon andalan Trump atas visinya untuk mendahulukan kepentingan AS)," kata Paul.

Paul mengatakan dia akan "terus menekan agar Kongres AS meloloskan undang-undang yang menghentikan penjualan persenjataan Saudi dan perang di Yaman."

Sementara itu, Senator Lindssey Graham (Republik, Negara Bagian Carolina Selatan) mengatakan dalam tweet berantai:

"Satu hal yang saya pelajari pada masa pemerintahan Obama: ketika Anda berpaling dari masalah di Timur Tengah, hal itu tidak akan pernah memecahkan masalah yang dimaksud."

"Obama memilih untuk berpaling dari masalah Iran ... itu justru memperparah situasi dengan Iran semakin menciptakan banyak masalah pada kemudian hari."

"Hal yang sama juga akan berlaku, ketika kita memilih untuk berpaling dari pembunuhan brutal Jamal Khashoggi," kata Graham.

 

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Trump Membela Saudi

Isu strategis di Timur Tengah menjadi salah satu poin argumen Donald Trump atas sikapnya yang tetap mempertahankan hubungan AS-Saudi di tengah kasus pembunuhan Jamal Khashoggi.

Ia menegaskan betapa pentingnya AS bermitra dengan Saudi demi menghadapi pengaruh Iran di Timur Tengah. "Dunia adalah tempat yang berbahaya!" ujarnya mereferensi hal tersebut.

Arab Saudi menggelontorkan "miliaran dolar dalam memimpin perang melawan terorisme radikal ... dan membantu melawan Iran yang telah membunuh banyak orang Amerika dan orang tak berdosa lainnya di seluruh Timur Tengah", kata Trump.

Pernyataan itu juga menekankan janji investasi Saudi dan kontrak pembelian senjata. "Jika kita dengan bodoh membatalkan kontrak ini, Rusia dan China akan menjadi penerima manfaat yang sangat besar," tambah Trump.

Meskipun mengakui pembunuhan Jamal Khashoggi "mengerikan", Trump menulis bahwa "kita mungkin tidak pernah tahu semua fakta" tentang kematiannya.

"Amerika Serikat bermaksud untuk tetap menjadi mitra setia Arab Saudi untuk memastikan kepentingan negara kita, Israel dan semua mitra lainnya di kawasan ini."

Saudi telah mengakui bahwa Khashoggi tewas dalam sebuah "operasi yang berjalan keliru" yang dilakukan oleh belasan figur warga negaranya. Namun, Riyadh menolak jika Pangeran Salman terlibat atau mengetahui pelaksanaan operasi itu.

Hal itu berlawanan dengan laporan terbaru CIA, sebagaimana diberitakan oleh The Washington Post akhir pekan lalu. Laporan menyebut bahwa tim pembunuh beranggotakan belasan orang yang menjagal Jamal Khashoggi, bergerak atas perintah Pangeran Salman.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Arab Saudi membantah laporan CIA dengan menyebutnya sebagai "keliru".

"Kami di kerajaan tahu bahwa tuduhan semacam itu terhadap putra mahkota tak punya kebenaran dan kami menolaknya," kata Jubeir kemarin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini