Sukses

2 Negara Ini Diramalkan Jadi Lokasi Pecahnya Perang Dunia III

Para ahli memprediksi negara-negara yang menjadi tempat pecahnya Perang Dunia III.

Liputan6.com, Jakarta - Eskalasi konflik Suriah baru-baru ini memicu kekhawatiran bahwa dunia mungkin berada di ambang perang global atau Perang Dunia III.

Serangan rudal yang dilakukan Amerika Serikat, Inggris dan Prancis terhadap gudang senjata kimia di Suriah, dikecam oleh sekutu Rusia. Negeri Beruang Merah ini memperingatkan bahwa serangan koalisi akan menciptakan konsekuensi.

"Kita sekarang lebih dekat dengan perang dunia ketiga sejak Krisis Rudal Kuba," kata kolumnis dari situs Salon, Patrick Lawrence, seperti dikutip dari The Week, Rabu (18/4/2018).

Menurut Business Insider, potensi Perang Dunia III ada di Suriah. Hampir setiap malam, televisi pemerintah Rusia menampilkan siaran berita mengenai pesawat Rusia yang beraksi di Suriah, diselingi dengan gambar tank dan pasukan NATO yang mengancam perbatasan Rusia.

Namun di sisi lain, ada pendapat yang menyebut bahwa Perang Dunia III akan pecah di Laut China Selatan. Berikut penjelasan dari berbagai analis mengenai tempat terjadinya perang global.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

1. Suriah

Ian Bremmer, presiden perusahaan riset geopolitik Eurasia Group, mengatakan, "Kami sedang tidak menuju perang nuklir dengan Rusia, tetapi masa ini adalah masa yang berbahaya. Jika Amerika terlibat dalam serangan langsung terhadap Assad, sementara di satu sisi ada perlawanan dari Rusia dan Iran, maka ini akan menjadi sesuatu yang mengerikan."

Namun pendapat lain mengatakan, keputusan Rusia untuk tidak terlibat secara langsung dalam sistem pertahanan rudal canggihnya -- menyerang balik pasukan koalisi -- membuktikan bahwa Rusia tidak ingin ditarik ke dalam konflik dengan AS.

Malak Chabkoun dari Al Jazeera menyebut serangan koalisi ditargetkan dengan hati-hati, demi menghindari kehadiran Rusia di Suriah dan mereka tidak akan melakukan apa pun untuk mengusir rezim Suriah dari tempatnya.

Itu artinya, Moskow dengan mudah dapat mengabaikan pasukan dari ketiga negara tersebut.

Mathieu Boulegue, seorang analis keamanan bidang Eurasia, juga meragukan bahwa Vladimir Putin akan menargetkan militer AS. Dia mengatakan, Rusia tak mampu melakukan banyak hal.

"Saya tidak percaya bahwa Rusia akan menargetkan AS secara langsung di medan tempur, entah itu di Suriah atau di luar Suriah. Jika Perang Dunia Ketiga benar-benar pecah, maka penyebab utamanya bukan karena Suriah," katanya kepada HuffPost.

Di Lebanon, negara tetangga Suriah, militan Hezbollah juga menyetujui bahwa bentrokan antara AS dan Rusia tidak akan mungkin terjadi.

"Kondisi seperti ini tidak menunjukkan adanya perang habis-habisan... kecuali kalau Donald Trump dan Benjamin Netanyahu benar-benar sudah kehilangan akal sehat mereka," tutur Wakil Sekjen Hezbollah, Sheikh Naim Qassem, kepada surat kabar Lebanon, Al Joumhouria.

3 dari 3 halaman

2. Laut China Selatan

Ketika AS dan Rusia "bersinggungan langsung" dengan Suriah, mata dunia telah berpaling dari hubungan antara China dan AS.

Tapi seiring dengan adanya "perang" perdagangan global, menyusul keputusan Donald Trump memberlakukan tarif tinggi pada impor China, beberapa ahli percaya bahwa perang militer di Laut China Selatan tidak dapat diganggu gugat.

Akhir tahun lalu, analisis terbaru dari Center for Strategic and International Studies menemukan, China telah membangun fasilitas militer sebanyak empat kali, seukuran Istana Buckingham, di wilayah yang disengketakan itu.

AS, secara berkala, meluncurkan kapal perang melewati pulau-pulau itu, menurut The Guardian. Inggris pun berencana mengirim kapal induk ke wilayah itu pada tahun depan.

Konfrontasi di Laut China Selatan tidak dapat dihindari, kata Maochun Yu, seorang profesor sejarah dari US Naval Academy di Maryland. Beijing sedang berusaha untuk melindungi area perbatasan dan memperluas kontrol di wilayah perairan.

"Prioritas geopolitik dan geostrategis China adalah untuk merevisi atau mengubah tatanan internasional yang ada, yang telah didasarkan pada sistem aturan, undang-undang dan adat istiadat yang mengatur kepentingan global, termasuk Laut China Selatan," katanya kepada majalah Kebijakan Luar Negeri, The National Interest.

Mantan penasihat Donald Trump, Steve Bannon, menegaskan pada Maret tahun lalu, bahwa AS siap berperang di Laut China Selatan dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.