Sukses

Awan Warna-warni Hiasi Langit Malam Amerika, Fenomena Apa?

Pemandangan unik awan aneh itu memicu teori, mulai dari jejak roket atau rudal hingga alien. Fenomena apa sebenarnya?

Liputan6.com, California - Semburat awan berwarna-warni terlihat di langit sejumlah negara bagian di Amerika Serikat. Di antaranya California, Arizona, dan Meksiko pada malam Senin, 20 Maret 2018.

Menurut Fox 10 Phoenix yang dikutip dari Daily Mail, Rabu (28/3/2018), banyak orang mengirim foto dan video soal fenomena aneh yang berkilauan di angkasa itu.

Awan aneh itu terlihat oleh orang-orang di Phoenix dan Yuma, Arizona, serta di Menifee, Coachella dan San Diego, California.

Warga di bagian utara Baja, California juga melaporkan melihat awan tersebut.

Pemandangan unik itu memicu teori mulai dari jejak roket atau rudal hingga alien.

Kendati demikian, jawabannya jauh lebih sederhana -- dan lebih ilmiah.

Menurut Arizona Family News, pemandangan aneh itu adalah awan noctilucent, kadang-kadang disebut night shining cloud.

Menurut World Meterological Organization, awan noctilucent digambarkan sebagai awan tipis, biasanya berwarna, yang terlihat pada senja, terdiri dari kristal-kristal es yang sangat kecil, terbentuk dari partikel-partikel debu dalam hitungan menit.

Night shining cloud hanya terlihat selama musim panas ketika suhu di lapisan mesosfer mencapai titik paling dingin.

 

 

Saksikan juga video berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Awan Ombak

Sebelumnya, muncul penampakan awan aneh yang terlihat mirip ombak. Mereka yang menyaksikannya seakan tengah berada di bawah badai dengan ombak yang menggulung. Seperti di lautan.

Jangan khawatir, itu adalah sebuah fenomena baru meteorologi. Pada 23 Maret, dunia merayakan Hari Meteorologi, di mana pada hari itu, Badan Internasional Meteorologi memberi nama baru pada awan yang sedikit mengerikan, yaitu Awan Asperitas.

Badan Internasional Meteorologi adalah lembaga istimewa di PBB yang dibentuk pada 1950. 

International Cloud Atlas mendeskripsikan awan tersebut, "Asperitas itu seperti ada gelombang di dasarnya. Entah itu halus atau kasar, penampilannya kadang kecil-kecil tapi terkadang gelombangnya seperti tengah bergulung tajam. Dari bawah, kita seperti tengah memandang permukaan lautan yang berombak."

Asperitas diambil dari bahasa Latin yang berarti "kekasaran".

Pada 2006, Cloud Appreciation Society (CAS), sebuah grup pemerhati cuaca amatir yang berasal dari Inggris, menerima gambar awan itu dari Cedar Rapids, Iowa, AS.

Beberapa tahun kemudian, kelompok itu meminta agar awan bergelombang tersebut dimasukkan ke dalam atlas.

Permintaan dari kelompok amatir itu dianggap "sebagai kudeta" karena atlas digunakan secara luas khusus para ahli meterologi saja. International Cloud Atlas membuat atlas pemetaan awan pada Abad ke-19.

Mereka menambahkan tipe awan baru adalah hal langka. World Meteorological Organization tidak pernah memperbarui atlas selama 30 tahun, hingga saat ini.

Namun, kelompok amatir itu mengatakan, "Ini adalah contoh klasik ilmu pengetahuan citizen, yang kerap melakukan mengobservasi alam di sekitarnya. Apalagi sekarang sudah zaman canggih ada ponsel cerdas dan internet. Kami termasuk yang memengaruhi perkembangan sistem resmi."

"Saya juga tak terlalu berharap klasifikasi awan baru akan terdaftar oleh WMO, namun yang penting kami telah menemukan awan-awan ini di berbagai belahan dunia juga," kata pendiri CAS, Gavin Pretor-Pinney.

Selain Asperitas, ada jenis-jenis awan lain yang dimasukkan dalam kategori edisi baru. Mereka adalah awan volutus atau awan bergulung, contrail awan yang terbentuk oleh pesawat terbang. Lalu ada awan flumen yang berbentuk seperti "ekor berang-berang".

Ada juga awan istimewa dengan nama seperti "cataractagenitus", "flammagenitus", "homogenitus" and "silvagenitus". Total ada 11 awan baru yang dimasukkan dalam atlas.

Menurut ilmuan meteorologi, David Keating mengatakan, "awan penting karena terkait dengan cuaca yang selama ini kita rasakan. Namun, kita belum tahu bagaimana perilaku awan akan mengubah atmosfer Bumi berubah jadi hangat. Peneliti berharap dengan data baru yang dimasukkan ke dalam Atlas akan memperkaya pengetahuan bagaimana awan-awan itu berubah dalam lima hingga 10 tahun mendatang".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.