Sukses

Siap-Siap, Rahasia Hidup Abadi Akan Terbongkar pada 2050

Cita-cita untuk hidup abadi ternyata bukan isapan jempol belaka, melainkan mungkin terjadi secepatnya pada 2050 mendatang. Benarkah?

Liputan6.com, London - Seorang ilmuwan sekaligus futuris kenamaan dunia, Dr. Ian Pearson, meyakini bahwa kunci menuju hidup abadi akan mulai terkuak selambat-lambatnya pada 2050 mendatang.

"Jika Anda berusia di bawah 40, dan membaca artikel ini, sangat mungkin Anda tidak akan meninggal, kecuali jika terkena penyakit mematikan," jelas Dr. Ian Pearson sebagaimana dikutip dari laman News.com.au pada Senin (19/2/2018).

Sejak lama, manusia telah berusaha mencari cara agar bisa hidup abadi di dunia. Hal itu bisa terlacak sejak era Yunani Kuno.

Kala itu, muncul beberapa ahli alkemi (alchemy) menciptakan sebuah 'batu bertuah' yang diklaim mampu memberikan hidup abadi. Namun dalam kenyataannya, manusia tetap belum bisa melawan takdir kematian.

Meski begitu, Dr. Ian Pearson mengatakan kepada surat kabar The Sun bahwa ada beberapa faktor yang bisa mendukung cita-cita hidup abadi, di mana hal tersebut berkaitan dengan gaya hidup manusia modern.

Berikut adalah tiga metode utama untuk mewujudkan cita-cita hidup abadi pada 2050 mendatang.

 

Simak video menarik tentang fenomena ubur-ubur yang bisa hidup abadi berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Metode 1: Memperbarui Bagian Tubuh Manusia

Salah satu metode yang memungkinkan seseorang hidup abadi adalah melalui pembaruan fungsi anggota tubuh melalui teknologi bio.

"Tidak ada orang yang ingin hidup abadi di usia 95 tahun. Namun jika Anda mampu meremajakan anggota tubuh seperti usia 29 atau 30, kemungkinan besar Anda berharap hidup abadi di rentang usia tersebut," ujar Dr. Ian Pearson.

Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, termasuk teknik genetika yang menjaga (atau membalikkan) proses penuaan sel-sel tubuh. Cara alternatif lainnya adalah melalui penggantian organ tubuh dengan bagian yang baru.

Banyak ilmuwan di berbagai belahan dunia tengah bekerja untuk menciptakan tiruan organ manusia menggunakan mesin cetak tiga dimensi, di mana di dalamnya diisi oleh sel-sel hidup.

Hal itu diharapkan mampu menggantikan praktik donor dari sesama makhluk hidup, sehingga disebut mendukung cita-cita kesempatan hidup yang adil.

3 dari 4 halaman

Metode 2: Hidup di Dalam Tubuh Robot Humanoid

Menurut Dr. Ian Pearson, dalam sekitar 50 tahun ke depan, manusia dapat berganti-ganti tubuh layaknya casing ponsel.

Ini berarti jika jasad manusia meninggal. Namun isi memori otaknya dapat dipetahanakan hidup, yakni melalui penyimpanan bersistem komputerisasi. Selanjutnya, memori otak yang disimpan itu dapat ditempatkan pada android, yakni ragam robot yang bentuk fisiknya menyerupai manusia.

"Anda dapat mengunduh memori apapun yang Anda inginkan, dan bahkan berbagi memori dengan orang lain jika dibutuhkan," jelas Dr. Ian Anderson.

Metode ini juga disebut mampu memberikan kesempatan seseorang untuk merasakan hidup di gender dan usia yang berbeda. Lebih dari itu, metode terkait juga diprediksi akan memicu munculnya jenis kelamin baru seiring kian terbukanya pembahasan mengenai gender.

"Kelompok yang pertama kali merasakan kesempatan hidup abadi dalam robot humanoid adalah para orang kaya. Namun hal itu lambat laun akan dinikmati orang banyak, yakni seiring turunnya harga jual terkait perkembangan teknologi yang pesat," jelas Dr. Ian Pearson.

4 dari 4 halaman

Metode 3: Masuk dalam Layanan Kesehatan Publik

Jika teknologi pendukung cita-cita hidup abadi sudah tersedia cukup luas, bukan tidak mungkin hal tersebut akan dimasukkan ke dalam layanan publik, setidaknya oleh negara-negara maju dunia terlebih dahulu.

Pendapat ini didasarkan pada munculknya klasifikasi priroitas layanan di program kesehatan publik di banyak negara di dunia.

Dimasukkannya isu ini ke dalam Layanan Kesehatan Nasional, salah satunya dimaksudkan untuk menghindari risiko pemanfaatan secara monopolistik oleh segelintir orang.

Selain itu, diaturnya penggunaan teknologi bio terkait juga dimaksudkan untuk mencegah adanya praktik kriminal via duplikasi identitas pada tubuh android.

"Ibarat senjata, tubuh android dapat digunakan oleh berbagai memori, baik yang disimpan secara natural, maupun yang dipadukan dengan kecerdasan buatan. Jika tidak diawasi dengan baik, maka ada kemungkinan disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," jelas Dr. Ian Pearson.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini