Sukses

Kapal AS Berlayar di Dekat Wilayah Sengketa di Laut China Selatan

Kapal perusak milik Angkatan Laut AS USS Sthetem berlayar di dekat Pulau Triton, Kepulauan Paracel yang diklaim sejumlah negara.

Liputan6.com, Washington, DC - Kapal perusak Angkatan Laut Amerika Serikat berlayar dalam jarak kurang lebih 20 kilometer dari sebuah pulau sengketa di Laut China Selatan yang diklaim oleh Tiongkok. Menurut seorang pejabat militer AS, peristiwa ini terjadi pada Minggu 2 Juli waktu setempat.

Seperti dilansir oleh CNN, Senin (3/7/2017) AL AS dikabarkan tengah melakukan latihan kebebasan navigasi di sekitar Pulau Triton di Kepulauan Paracel yang diklaim pula oleh Vietnam dan Taiwan.

Sebagai bagian dari latihan itulah, kapal perusak USS Sthethem berlayar di sekitar wilayah yang diklaim China sebagai perairan teritorialnya. Selama ini, AS tidak mengakui klaim kedaulatan Beijing atas pulau-pulau yang telah diduduki tersebut.

Pentagon menolak berkomentar mengenai latihan itu. Sementara, Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) dari institut penelitian CSIS mengatakan, "Beijing telah melakukan peningkatan infrastruktur militer yang substansial di Paracel."

Selain itu, inisiatif tersebut juga mengklaim bahwa Tiongkok belum lama ini telah memperluas fasilitasnya di Pulau Triton termasuk salah satunya pembangunan helipad.

Komandan tertinggi AS di Pasifik, Laksamana Harry Harris pada Rabu lalu di Australia mengatakan, "pulau-pulau palsu (buatan) tidak seharusnya ditanggapi". Pernyataannya ini mengacu pada sejumlah pulau buatan yang dibangun Tiongkok.

"Saya meyakini China membangun kekuatan tempur dan mengambil keuntungan terkait posisi mereka dalam upaya menegaskan kedaulatan de facto atas wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan," terang Harris.

Adapun juru bicara Armada Pasifik Matt Knight tidak dapat memastikan latihan kebebasan navigasi pada Minggu 2 Juli tersebut. Namun ia menegaskan bahwa latihan kebebasan navigasi merupakan bagian rutin operasi AL AS.

Latihan kebebasan navigasi yang terjadi pada Minggu 2 Juli tersebut dilakukan selang beberapa hari setelah AS mengambil sejumlah langkah yang dinilai "mengganggu" China. Belum lama ini, Washington diketahui menjatuhkan sanksi terhadap entitas China yang berbisnis dengan Korea Utara dan pemerintahan Donald Trump juga setuju menjual senjata ke Taiwan.

Operasi kapal perang AS di dekat perairan sengketa di Laut China Selatan ini merupakan kali kedua di bawah pemerintahan Trump. Yang pertama terjadi pada 24 Mei di mana kapal perusak USS Dewey berlayar dalam jarak 20 kilometer dari Mischief Reef -- rantai kepulauan Spratly -- yang terletak di sebelah selatan Paracel.

Setelah peristiwa itu, Kementerian Pertahanan China mengatakan, dua kapal fregat miliknya telah memberikan "peringatan dan menghalau" USS Dewey karena memasuki perairan tersebut "tanpa izin".

"Kami dengan tegas menentang perilaku AS untuk menunjukkan kekuatan dan meningkatkan militerisasi regional...," ujar Juru Bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Ren Guoqiang kala itu.

China hingga kini belum merespons operasi USS Stethem. Laporan terkait latihan kebebasan navigasi pada Minggu kemarin pertama kali diungkap oleh Fox News.

Beijing sebelumnya telah beberapa kali mengatakan bahwa merupakan haknya untuk melakukan apa saja di pulau-pulau tersebut mempertimbangkan itu adalah wilayah mereka.

"Apakah kami putuskan untuk menggunakan atau tidak menggunakan peralatan militer yang relevan, itu merupakan lingkup kedaulatan kita. Itu adalah hak kami untuk membela diri dan mempertahankan diri sebagaimana yang diakui oleh hukum internasional," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying pada Maret lalu.

Pekan lalu, sebuah laporan dari AMTI menyebutkan, China melanjutkan pembangunan infrastruktur di tiga pulau di rantai Kepulauan Spratly, yakni Fiery Cross, Mischief, dan Subi reefs. Bangunan terbaru termasuk tempat penampungan peluncur rudal di Fiery Cross Reef dan sebuah antena array yang sangat besar di Mischief Reef.

Selain itu, AMTI juga melaporkan bahwa kubah-kubah radar telah selesai atau sedang dibangun di sekitar Fiery Cross dan Mischief. Laporan yang sama pun menyinggung sebuah gudang penyimpanan amunisi yang sedang dalam proses pembangunan.

Akhir Maret lalu menurut AMTI, puluhan hanggar pesawat terbang dan radar berkemampuan tinggi di pulau-pulau buatan di Laut China Selatan hampir beroperasi.

Sejumlah ahli mengatakan kepada CNN, rangkaian fasilitas baru tersebut akan semakin memperkuat dominasi militer China dan membantu negara itu membangun Zona Identifikasi Pertahanan Udara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.