Sukses

Aturan Lagu Kebangsaan Diputar di Bioskop India 'Makan Korban'

Seorang pria disabilitas dilaporkan diserang dari kursi rodanya oleh penonton lain karena tak berdiri saat lagu kebangsaan diputar.

Liputan6.com, Kerala - Gara-gara dianggap tak menghormati lagu kebangsaan, sebanyak 12 orang dipolisikan pada Senin malam, dari sebuah bioskop di India. Menurut laporan, mereka yang ditahan tetap duduk ketika tembang tersebut diputar.

Penonton bioskop itu tengah menghadiri sebuah festival film internasional di Kota Trivandrum di Kerala. Mereka yang ditahan kemudian dibebaskan, tetapi menghadapi tuduhan "kegagalan untuk mematuhi perintah yang dikeluarkan oleh aparat pemerintah, sehingga menyebabkan obstruksi atau kejengkelan terhadap orang lain".

"Di sebuah bioskop di Chennai pada Minggu, 11 Desember delapan orang yang tidak berdiri untuk lagu kebangsaan juga diserang dan dilecehkan," kata polisi seperti dikutip dari BBC, Selasa (14/12/2016), seraya mengatakan kedelapan orang itu kemudian dituduh melecehkan lagu kebangsaan.

Penangkapan dan laporan penyerangan itu terjadi setelah putusan Mahkamah Agung pada November lalu bahwa lagu kebangsaan akan diputar sebelum pemutaran setiap film. Penonton pun diminta berdiri ketika momen tersebut. Hal itu jelas memperlihatkan bahwa pihak berwenang mengambil keputusan sangat serius terkait hal itu.

"Jika kita tidak duduk di kursi, saya pikir kami akan kehilangan kursi," kata salah satu orang yang ditahan seperti dikutip dari Indian Express.

Pihak pengusa kontroversial India yang didukung nasionalis BJP Hindu mengatakan bahwa kewajiban itu merupakan tindakan aksi patriotisme. Bukan pertama kalinya pula orang-orang menjadi target penangkapan karena tak menghormati lagu nasional.

Pada Oktober lalu, seorang pria disabilitas dilaporkan diserang saat duduk kursi rodanya oleh penonton lain karena tak berdiri saat lagu kebangsaan diputar sebelum film dimulai.

Dalam tiga tahun terakhir, banyak penonton diusir keluar bioskop dan bahkan didakwa melakukan penghasutan untuk tidak berdiri atas lagu kebangsaan.

Sebuah undang-undang tahun 1971 menetapkan larangan saat menyanyikan lagu kebangsaan yang menyebabkan gangguan akan diancam dengan hukuman penjara tiga tahun dan/atau denda.

Tapi putusan Mahkamah Agung pada Oktober lalu memberikan kewenangan nasional atas aturan yang melonggar tersebut. Keputusan itu menyebutkan bahwa lagu harus dimainkan di semua bioskop, disertai dengan gambar bendera India, dan semua orang harus berdiri.

Saat lagu kebangsaan diputar, pintu juga harus tetap tertutup untuk mencegah orang masuk atau meninggalkan ruangan bioskop. Pengadilan kemudian mengubah putusan untuk membebaskan orang-orang disabiltas dari aturan tersebut.

Kritik terhadap putusan Mahkamah Agung itu disebut sebagai kasus yang melampaui batas peradilan dan serangan terhadap kebebasan berekspresi.

Ilmuwan politik Suhas Palshikar mengatakan, putusan mengancam akan diberikan kepada warga.

"Lagu kebangsaan bukan rambu lalu lintas yang harus dipatuhi. Ini bukan pajak yang mengharuskan dijalankan. Ini bukan tes yang harus dikumpulkan kepada seseorang...,"  ujar mantan diplomat Gopalkrishna Gandhi.

Tes Patriotisme

Lagu kebangsaan dipandang sebagai tes patriotisme di seluruh dunia. Namun aturannya berbeda-beda.

Di Jepang, guru sekolah diperingatkan karena tak berdiri selama lagu kebangsaan dimainkan. Sementara di Meksiko, seorang wanita didenda karena mengubah liriknya.

Pada bulan September, pemain sepak bola Amerika Colin Kaepernick mengatakan ia telah menerima ancaman kematian atas penolakannya berdiri saat lagu kebangsaan diprotes. Aksi itu menurut polisi, dilakukan sebagai protes atas kekerasan terhadap warga kulit hitam.

"Dari sisi nasionalis, secara alami lagu kebangsaan dilihat sebagai isu penting," jelas Kevin Kruse, seorang profesor sejarah di Universitas Princeton.

"Ini telah terjadi belakangan, terutama di saat perang -- lagu yang sedang dipolitisasi selama era Vietnam. Sebaliknya, digunakan dalam ajang protes di tengah Olimpiade 1968," imbuhnya.

Tapi apa yang mengganggu di India, kata ilmuwan politik Suhas Palshikar, adalah bahwa pernyataan patriotisme negara yang cenderung memberi peluang warga untuk main hakim sendiri. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.