Sukses

Tiongkok-Rusia Akan Gelar Latihan Milliter di Laut China Selatan

Apa yang mendasari kedua negara menggelar latihan bersama di wilayah yang sedang mengalami ketegangan itu?

Liputan6.com, Beijing - China dan Rusia akan melakukan latihan angkatan laut di Laut China Selatan secara rutin pada September, demikian menurut Kementerian Pertahanan China pada Kamis 29 Juli 2016. Pihaknya juga menambahkan, latihan itu bertujuan untuk memperkuat kerja sama kedua pihak dan tak ditujukan ke negara lain.

Latihan itu datang saat perairan tersebut sedang mengalami ketegangan setelah arbitrase di Den Haag memutuskan bahwa China tak memiliki hak sejarah atas Laut China Selatan.

Dikutip dari Reuters, Jumat (29/7/2016), China menampik keputusan itu dan menolak berpartisipasi dalam kasus itu.

"Ini merupakan latihan rutin antara dua tentara bersenjata, bertujuan untuk memperkuat pengembangan kemitraan strategis kooperatif China-Rusia," ujar juru bicara Kementerian Pertahanan China, Yang Yujun, dalam konferensi pers.

"Latihan itu tak ditujukan kepada pihak ketiga," tambahnya.

Yang mengatakan, China dan Rusia merupakan mitra strategis komprehensif dan telah mengadakan beberapa latihan tahun ini.

"Latihan ini memperdalam rasa saling percaya dan memperluas kerja sama, meningkatkan kemampuan untuk bersama-sama menghadapi ancaman keamanan, dan bermanfaat bagi pemeliharaan perdamaian serta stabilitas regional dan global," ujarnya.

China dan Rusia merupakan anggota Dewan Keamanan PBB yang memegang hak veto dan memiliki pandangan yang sama tentang sejumlah isu besar, di mana sering berseberangan dengan Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Tahun lalu, mereka menggelar latihan militer bersama di Laut Jepang dan Mediterania.

Juru bicara Gedung Putih, John Earnest, tak menganggap latihan tersebut sebagai sesuatu yang besar, meskipun ia mengakui bahwa Laut China Selatan merupakan isu sensitif diplomatik.

"Aku tak tahu latihan seperti apa yang mereka rencanakan, namun sama seperti Amerika Serikat dan China yang memiliki hubungan militer, aku tak terkejut bahwa Rusia dan China berusaha membangun hubungan militer juga," ujar Earnest.

"Aku tak khawatir tentang keamanan kapal AS di wilayah itu, selama interaksi dengan China berlangsung aman dan profesional...," imbuhnya.

China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, di mana lebih dari US$ 5 triliun atau Rp 65,4 triliun bergerak setiap tahunnya. Sementara itu Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam turut mengklaim perairan itu.

Berulang kali China menyalahkan AS karena dianggap memicu ketegangan kawasan akibat patroli militer dan memihak dalam sengketa.

Amerika Serikat berusaha menegaskan haknya untuk melakukan navigasi di Laut China Selatan dengan menggunakan patroli dan menyangkal telah memihak dalam sengketa teritorial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini