Sukses

Tingkatkan Kompetensi Usaha Penyandang Disabilitas di Bidang Fesyen, KemenKopUKM Beri Pelatihan Vokasional

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) menggencarkan upaya peningkatan kualitas dan kompetensi usaha mikro bagi penyandang disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) menggencarkan upaya peningkatan kualitas dan kompetensi usaha mikro bagi penyandang disabilitas.

Hal ini dilakukan guna mendorong percepatan peningkatan kapasitas pelaku usaha mikro, salah satunya pada bidang fesyen.

"Kita perlu mendorong pelaku usaha mikro untuk meningkatkan kapasitas dan daya saingnya dari hulu ke hilir agar mampu menjaga ketahanan, kemandirian, dan keberlangsungan usahanya dalam situasi disrupsi apapun misalnya globalisasi, digitalisasi, ataupun pandemi COVID-19," ucap Sekretaris Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Novieta saat acara Pelatihan Vocational Bagi Usaha Mikro di Sektor Fesyen di Kota Tangerang, Senin (24/10) seperti dikutip dari keterangan pers.

Novieta menjelaskan, kegiatan pelatihan ini merupakan sinergi antara KemenKopUKM, Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan, serta Yayasan Permata Hatiku.

Novieta menambahkan, Kota Tangerang Selatan memiliki potensi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang luar biasa. Ini bisa dijadikan kontribusi untuk mendukung pergerakan ekonomi Banten. 

"Karena itu kita perlu meningkatkan kapasitas, pengetahuan, dan keterampilan pelaku usaha di sektor fesyen khususnya bagi penyandang disabilitas di Kota Tangerang," ucap Novieta.

"Sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap produk fesyen yang ada dan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ekonomi di wilayah tersebut," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pendekatan Literasi dan Vokasi

Program pengembangan kapasitas usaha mikro tersebut dilakukan dengan pendekatan literasi, pelatihan, dan pendampingan yang sifatnya vokasi dan kompetensi.

Pelatihan ini diikuti oleh 30 orang penyandang disabilitas yang sebelumnya telah dikurasi oleh Yayasan Mata Hatiku sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

"Dengan pengesahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sekaligus menandai perubahan paradigma penyandang disabilitas menjadi tidak lagi dipandang sebagai objek tetapi subjek," kata Novieta.

Karenanya, teman-teman disabilitas juga berhak mendapatkan perlakuan yang sama seperti mendapatkan pekerjaan dan pelatihan untuk meningkatkan keahlian.

Novieta mengatakan semua insan adalah sama, sehingga penyandang disabilitas juga punya peluang yang sama untuk dapat mandiri dan menjadi wirausaha. 

"KemenKopUKM dalam hal ini siap membantu melalui dukungan pelatihan keterampilan, model bisnis, pembiayaan, dan digitalisasi pasar," ucap Novieta.

 

3 dari 4 halaman

Terintegrasi dalam Ekonomi Indonesia

Novieta berharap, melalui kegiatan ini penyandang disabilitas dapat diberikan jalan agar mereka bisa berusaha lebih baik dan menjadi bagian atau terintegrasi dalam ekonomi Indonesia khususnya untuk UMKM.

"Saya harapkan melalui kegiatan ini para peserta dapat membangun jejaring/kolaborasi bisnis dengan para peserta lain. Jangan menyerah, tetap ikhtiar dalam kreativitas dan inovasi bisnis," ucap Novieta.

Sebelumnya, pendiri Disabilitas Kerja Indonesia (DKI) Hasnita T Arifin mengatakan bahwa semua penyandang disabilitas memiliki peluang untuk bekerja. Terlepas dari keadaan fisik atau mentalnya, jika diberi kesempatan dan akses, mereka dapat melakukan pekerjaan yang sesuai.

“Misal, untuk penyandang tunanetra, mereka dapat menggunakan komputer biasa yang disesuaikan dengan menambahkan perangkat lunak yang ketika diinstal dapat mengubah komputer biasa menjadi computer voice,” kata Hasnita kepada Disabilitas Liputan6.com saat ditemui Jakarta Selatan, (27/2/2020).

4 dari 4 halaman

Peluang Kerja Disabilitas

Selanjutnya, untuk penyandang Tuli, dapat disediakan jasa dari penerjemah bahasa isyarat ketika wawancara kerja dan hari pertama kerja. Sedang, untuk penyandang disabilitas mental dan intelektual, menurut Hasnita ini masih menjadi isu untuk dipekerjakan.

“Saya sangat optimis bahwa mereka bisa bekerja. Contoh, penyandang down syndrome tidak dapat diberikan pekerjaan yang terlalu banyak tapi bisa melakukan satu hal secara berulang setiap hari.”

Penyandang down syndrome dapat bekerja di rumah makan sebagai penjemput tamu. Pekerjaan sederhana lain seperti membersihkan meja, bekerja di pencucian pakaian sebagai pemilah pakaian, memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci, atau  menyetrika masih bisa mereka lakukan, kata Hasnita.

“Untuk penyandang disabilitas mental saya pikir beberapa perusahaan sudah mulai mempekerjakan, termasuk teman saya juga sudah ada yang bekerja.”

Menurut Hasnita, sepanjang penyandang disabilitas mental itu meminum obat, mereka akan dapat beraktivitas seperti orang pada umumnya. Namun, kesadaran terhadap diri sendiri perlu ditingkatkan.

“Pengakuan terhadap diri sendiri bahwa memiliki disabilitas mental. Karena kalau mereka tidak mau menerima diri sendiri memiliki itu, mereka tidak akan mau taking care themselves seperti minum obat secara teratur.”

Mengakui bahwa diri sendiri memiliki disabilitas mental sangat sulit secara psikologis, tambah Hasnita. Tapi setelah minum obat mereka akan memiliki performa yang sama dengan orang pada umumnya di dunia kerja.

“Jadi mereka sangat berpotensi mendapat kerja selama mereka mau meminum obatnya secara teratur,” pungkas Hasnita.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.