Sukses

Selama Pandemi, Penyandang Disabilitas Intelektual di Hong Kong Merasa Terkurung

Penyandang disabilitas intelektual di Hong Kong lebih terkurung dan menghabiskan lebih sedikit waktu di luar rumah di tengah pandemi COVID-19

Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi baru menemukan penyandang disabilitas intelektual di Hong Kong lebih terkurung dan menghabiskan lebih sedikit waktu di luar rumah di tengah pandemi COVID-19 dibandingkan dengan orang lain di seluruh dunia.

Survei ini dilakukan oleh Chinese University, peneliti menemukan sebanyak 70 persen responden menyuarakan ketidakpuasannya terhadap informasi pemerintah terkait COVID-19.

Dilansir dari scmp, temuan ini adalah hasil dari kuesioner kolaboratif yang dilakukan di 19 negara di enam benua untuk pengasuh penyandang disabilitas intelektual, dengan sebanyak 269 responden berasal dari Hong Kong.

Menurut penelitian, 58,4 persen warga Hongkong yang memiliki disabilitas intelektual mengalami kendala spasial selama pandemi COVID-19, sementara 74 persen menderita pengurangan kebebasan bergerak.

“Sejak pandemi, beberapa penyandang disabilitas intelektual harus tinggal di kamar mereka sepanjang hari, bahkan untuk makan,” kata Profesor Angela Cui Jia-liang, yang memimpin penelitian.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hasil survei

Berdasarkan survei yang disebar ke para pengasuh juga hasilnya sebanyak 79,2 persen penyandang disabilitas intelektual menghabiskan lebih sedikit waktu di bawah sinar matahari, dibandingkan dengan 48,5 persen secara global.

Seorang ketua asosiasi orang tua penyandang disabilitas mental, Renee Lai Pui-mei, mencatat kesulitan bagi mereka yang disabilitas intelektual. Beberapa diantaranya yaitu tidak bisa memakai masker dengan benar yang nantinya mempersulit mereka untuk meninggalkan rumah bahkan untuk waktu yang singkat. Mereka juga tidak termasuk ke dalam kategori di undang-undang yang mengecualikan mereka dari aturan mengenakan masker.

“Orang tua telah memberi tahu saya tentang bagaimana mereka dan anak-anak mereka diusir dari restoran dan supermarket karena ini,” kata Lai.

Para pengasuh juga berjuang dengan kurangnya bimbingan, dengan 95,2 persen responden tidak tahu ke mana harus melaporkan kasus eksploitasi yang dihadapi oleh tuntutan mereka, seperti uang atau harta benda yang disita oleh staf asrama. Sebanyak 89,5 persen pengasuh yang disurvei tidak tahu di mana mereka dapat melaporkan kasus pengabaian.

Penelitian ini juga menyoroti pengasuh anak-anak disabilitas intelektual berusia satu hingga 10 tahun berada pada risiko yang sangat parah untuk mengembangkan masalah emosional selama pandemi yang masih berlangsung ini.

 

3 dari 4 halaman

informasi covid-19 sulit dipahami penyandang disabilitas

Sementara ada lebih dari 70 persen responden menyatakan ketidakpuasan atas informasi yang mereka terima tentang pandemi, dengan mengatakan ini terlalu umum dan dirancang dengan cara yang sulit dipahami oleh pembaca yang memiliki disabilitas intelektual.

Berdasarkan direktur kelompok advokasi hak-hak disabilitas Chosen Power, Chan Tsun-kit, ia mengemukakan banyaknya penyandang disabilitas intelektual yang tidak dapat memahami pedoman terkait COVID-19 yang disebarluaskan oleh pemerintah, karena pemberitahuan tersebut berisi terlalu banyak kata. Informasi yang disajikan secara online juga tidak mudah diakses oleh pengguna yang dituju, katanya, dikutip dari scmp.

Oleh karena itu, kelompoknya Chan menerbitkan buku pegangan COVID-19 yang dirancang untuk penyandang disabilitas intelektual, yang dipenuhi dengan gambar berwarna serta minim kata-kata.

Studi tersebut merekomendasikan agar departemen pemerintah terkait memberikan informasi COVID-19 yang ditargetkan kepada penyandang disabilitas intelektual untuk meningkatkan jangkauan layanan darurat terkait dukungan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan warga tersebut terkait dengan tindakan anti-pandemi.

“Kami berharap ke depannya pemerintah China akan mengumumkan pembebasan bermasker bagi penyandang disabilitas intelektual pada konferensi pers COVID-19. Dengan cara ini, pengasuh tidak hanya bisa tenang, sekaligus masyarakat juga akan menunjukkan pengertian dan tidak memarahi mereka,” kata Lai.

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.