Liputan6.com, Jakarta ALFI Institute, melalui ketuanya Yukki Nugrahawan Hanafi, menilai bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal-I 2025 melambat menjadi 4,87% dibandingkan 5,11% pada periode yang sama tahun lalu, ekonomi nasional masih menunjukkan ketahanan yang kuat.
Perlambatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsumsi domestik yang melambat, efisiensi belanja pemerintah, serta tekanan eksternal dari tarif resiprokal Amerika Serikat.
Baca Juga
Namun demikian, Yukki menegaskan bahwa capaian ini masih sesuai dengan target pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2025 di kisaran 4,7% hingga 5,5%.
Advertisement
"Meskipun ada tantangan, realisasi investasi yang meningkat hingga 15,9% secara tahunan dan percepatan program MBG menjadi bukti ketangguhan ekonomi Indonesia," ujar Yukki.
Menurut data BKPM, realisasi investasi di kuartal-I 2025 mencapai Rp465,2 triliun, naik signifikan dibandingkan Rp401,5 triliun pada kuartal yang sama tahun lalu. Selain itu, program MBG berhasil menjangkau 82,9 juta penerima dan menciptakan 54.000 lapangan kerja baru hingga April 2025, menjadi katalis positif di tengah tantangan.
Â
Perlunya Strategi Baru untuk Menguatkan Konsumsi Domestik
Meskipun terdapat capaian positif, Yukki menggarisbawahi bahwa ekonomi domestik tetap membutuhkan perhatian khusus. Perlambatan konsumsi, yang menyumbang 55% terhadap struktur PDB, serta efisiensi belanja pemerintah, menjadi tantangan utama.
Ia menyarankan agar pemerintah memperkuat konsumsi domestik melalui insentif bagi kelas menengah, seperti stimulus untuk belanja di UMKM, peningkatan lapangan kerja di sektor manufaktur, dan percepatan penyerapan belanja pemerintah.
"Pasar domestik Indonesia adalah keunggulan yang tidak dimiliki banyak negara lain. Dengan populasi kelas menengah yang besar dan konsumtif, pemerintah perlu menciptakan katalis untuk meningkatkan daya beli masyarakat di tengah tekanan eksternal," ujar Yukki.
Â
Advertisement
Harapan ke Depan
Penelitian CORE Indonesia pada April 2025 juga mendukung pandangan ini, menunjukkan pelemahan konsumsi domestik melalui indikator seperti penurunan Indeks Penjualan Riil sebesar 1%, deflasi menjelang Ramadan, dan penurunan mobilitas saat liburan. Kondisi ini menjadi sinyal perlunya langkah strategis untuk menjaga momentum ekonomi.
Yukki optimistis bahwa dengan penguatan kebijakan ekonomi domestik, Indonesia mampu menghadapi tekanan eksternal dan melanjutkan tren pertumbuhan yang berkelanjutan.
"Dengan pendekatan yang tepat, pasar domestik kita yang kuat dapat menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional," tutupnya.