Liputan6.com, Jakarta Dalam pandangan Islam, kemiskinan bukan sekadar kekurangan harta materi. Konsep miskin ini jauh lebih kompleks dan mencakup berbagai aspek kehidupan, meliputi aspek ekonomi, sosial, dan spiritual.
Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan antara fakir dan miskin, kriteria penentuannya, serta bagaimana Al-Qur'an memandang dan memberikan solusi atas permasalahan kemiskinan.
Secara umum, fakir merujuk pada individu yang sama sekali tidak memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Mereka berada dalam kondisi sangat kekurangan dan tidak mampu bekerja untuk mencari nafkah.
Advertisement
Sementara itu, miskin merujuk pada mereka yang memiliki sedikit harta atau penghasilan, namun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokoknya dan keluarganya. Mereka masih memiliki kemampuan untuk bekerja, tetapi penghasilannya tidak memadai.
Perbedaan mendasar dalam Islam ini penting dipahami, terutama dalam konteks penyaluran zakat. Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, diwajibkan bagi mereka yang mampu untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya, termasuk fakir dan miskin.
Pemahaman yang tepat tentang perbedaan ini akan memastikan penyaluran zakat lebih tepat sasaran dan efektif dalam membantu mereka yang benar-benar membutuhkan.
Perbedaan Fakir dan Miskin dalam Islam
Dikutip dari zakat.or.id, Sabtu (10/5/2025), meskipun seringkali digunakan secara bergantian, fakir dan miskin memiliki perbedaan yang signifikan. Fakir menggambarkan kondisi ekstrem tanpa harta sama sekali, sementara miskin menggambarkan kondisi kekurangan yang masih memungkinkan untuk berusaha mencari nafkah. Al-Qur'an menekankan pentingnya membantu kedua golongan ini, menunjukkan kepedulian dan solidaritas sosial dalam masyarakat Islam.
Tidak ada batasan angka pasti untuk menentukan seseorang termasuk fakir atau miskin. Penentuannya didasarkan pada beberapa kriteria, termasuk Had Kifayah (standar minimal kebutuhan hidup), Kebutuhan Hidup Layak (KHL), dan Garis Kemiskinan (GK) yang ditetapkan oleh lembaga statistik. Namun, kriteria dalam Islam lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan dasar dan kondisi riil individu tersebut.
Al-Qur'an sendiri banyak membahas tentang pentingnya membantu orang miskin dan fakir. Ayat-ayat Al-Qur'an mendorong kaum Muslim yang mampu untuk berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan, sebagai bentuk solidaritas dan kewajiban agama. Selain itu, Al-Qur'an juga menggambarkan kemiskinan sebagai kondisi yang perlu diatasi secara multidimensi, melibatkan usaha individu, gotong royong (ta'awun), dan peran pemerintah dalam menciptakan kesempatan ekonomi yang lebih baik.
Advertisement
Kriteria Kemiskinan dalam Perspektif Islam
- Had Kifayah: Standar minimal kebutuhan hidup berdasarkan kebutuhan pokok per kepala keluarga dan tanggungannya.
- Kebutuhan Hidup Layak (KHL): Standar minimal kebutuhan hidup seseorang per bulan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mempertimbangkan faktor lokasi dan kondisi geografis.
- Garis Kemiskinan (GK): Ukuran kemiskinan yang ditetapkan oleh lembaga statistik, bersifat makro dan mungkin tidak selalu selaras dengan pemahaman kemiskinan dalam Islam.
Penting untuk diingat bahwa penentuan status fakir atau miskin bukan hanya berdasarkan angka atau data statistik semata, tetapi juga mempertimbangkan kondisi riil individu dan keluarganya. Aspek sosial dan spiritual juga perlu dipertimbangkan dalam upaya membantu mereka yang membutuhkan.
Islam mendorong kepedulian dan bantuan kepada fakir dan miskin, baik melalui zakat maupun bentuk-bentuk bantuan lainnya. Memahami perbedaan fakir dan miskin akan membantu penyaluran bantuan yang lebih tepat sasaran dan efektif.
Selain itu, upaya mengatasi kemiskinan juga perlu dilakukan secara komprehensif, melibatkan berbagai pihak dan strategi untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat.
Kesimpulannya, memahami konsep orang miskin dalam Islam membutuhkan pemahaman yang holistik, memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan spiritual. Bantuan kepada mereka yang membutuhkan bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga merupakan manifestasi dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial yang diajarkan oleh Islam.