Sukses

Upah Minimum Nasional 2025 Cuma Naik 6,5 Persen, Buruh Tetap Terima

Serikat buruh menerima keputusan mengenai upah minimum yang telah diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Meski harapan awalnya, UMP 2025 bisa naik ke angka 7 persen hingga 10 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menerima keputusan upah minimum provinsi atau UMP 2025 naik 6,5 persen. Meski angka itu berada di bawah kisaran permintaan buruh.

Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengatakan pihaknya menerima keputusan mengenai upah minimum tersebut. Meski harapan awalnya, UMP 2025 bisa naik ke angka 7 persen hingga 10 persen.

"Kami sih menyambut baik ya statement pak Presiden tentang kenaikan UMP 6,5 persen. Walaupun kalau ditanya puas atau tidak kan tentunya tidak ada kepuasan," kata Elly kepada Liputan6.com, Sabtu (30/11/2024).

Menurut hitungan awal buruh, diusulkan kenaikan sebesar 7-10 persen. Berbeda dengan hitungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebesar 6 persen. Elly menilai penetapan UMP 2025 naik 6,5 persen jadi jalan tengah.

"Jadi saat ini kami mengatakan menerima mudah-mudahan semua pihak bisa melaksanakannya dan tidak ada tuntutan lain," ujarnya.

Elly juga menyoroti langkah lainnya terkait upah. Yakni, penetapan upah minimum sektoral yang akan diatur Dewan Pengupahan Daerah nantinya. Ini jadi peluang tambahan kenaikan upah buruh.

"Mengenai Upah Minimum Sektoral yang diserahkan kepada Pemerintah Provinsi sudah sesuai dengan salah satu amar putusan MK tentang itu, dimana Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Sektoral, berarti sudah paslah jika Pemerintah benar-benar mengikuti Putusan MK," jelasnya.

 

2 dari 3 halaman

Beban Biaya Pengusaha

Sebelumnya, Pemerintah telah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 6,5 persen. Namun, kalangan pengusaha menilai beban biaya yang ditimbulkan bisa lebih besar.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam mengatakan beban perusahaan untuk tenaga kerja bertambah. Dalam hitungannya, beban biaya di sektor tersebut bertambah hingga 9,5 persen.

"Ya pasti paling tidak multiplier effect-nya bisa sampai dengan jenaikan 7,5-9,5 persen labor cost-nya," kata Bob, dihubungi Liputan6.com, Sabtu (30/11/2024).

Dengan demikian, biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan menjadi lebih besar. Padahal UMP 2025 hanya naik 6,5 persen. Adanya peningkatan biaya ini, kata Bob, akan berdampak pada rencana ekspansi perusahaan.

 

3 dari 3 halaman

Peluang PHK

Mau tidak mau, perusahaan akan menahan lebih dahulu rencana tersebut. Ketika beban biaya naik, langkah efisiensi jadi suatu langkah yang tak bisa dipungkiri.

"Pastilah langkah efisiensi menjadi keharusan, bukan pilihan lagi," ujarnya.

Ketika disinggung mengenai kemungkinan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan karyawan, Bob menyebut itu dikembalikan ke kebijakan masing-masing perusahaan. Namun, dia menegaskan, PHK akan menjadi opsi paling terakhir.

"Itu kebijakan perusahaan masing-masing. Sedapat mungkin kita hindari, jadi pilihan terakhir. Perusahaan itu bapaknya karyawan dan buruh," pungkas Bob.