Sukses

Bos Bulog Klaim Bansos Tak Bisa Tekan Harga Beras

Di tengah kondisi sulit yang membuat harga beras melambung, Bulog memiliki peran untuk melakukan stabilisasi dan menyediakan alternatif bagi mereka yang membutuhkan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengklaim, program bantuan pangan beras atau bansos beras tidak bisa menurunkan harga beras. Pernyataan ini keluar setelah melihat penyaluran bansos beras tahun lalu yang tidak berpengaruh terhadap harga.   

"Bantuan pangan (bansos beras) dari pengalaman kita tahun lalu ternyata tidak bisa menekan (harga beras mahal)," tegas Bayu di Kantor Perum Bulog, Jakarta, Selasa (13/2/2024).

Kendati begitu, ia menilai program bantuan pangan untuk 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) pun tetap memiliki manfaat. Khususnya dalam menyuplai beras seberat 10 kg untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 

"Mungkin (harga beras) masih tinggi, tapi tidak lagi bergejolak. Reference itu terbukti secara empiris dan kita lihat, kita akui bantuan pangan tidak bisa menurunkan harga. Yang bisa menekan harga adalah pasokan dan produksi," ungkapnya. 

Di tengah kondisi sulit yang membuat harga beras melambung, Bayu menyebut Bulog memiliki peran untuk melakukan stabilisasi dan menyediakan alternatif bagi mereka yang membutuhkan.

"Tentunya kelas menengah atas tidak termasuk paling membutuhkan yang paling membutuhkan 22 juta keluarga berpendapatan rendah," kata Bayu. 

Bayu pun yakin pasokan bansos beras 10 kg setiap bulan untuk tiga bulan beruntun bisa menyokong kebutuhan konsumsi bagi warga yang membutuhkan. 

"Yang kita lakukan, sediakan bantuan pangan 10 kg Rp 0. Jadi 10 kg bantuan pangan itu betul-betul menolong, meringankan masyarakat berpendapatan rendah," pungkas dia. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terbongkar, Biang Kerok Harga Beras Melambung hingga Stok Langka di Pasaran

Sebelumnya, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyoroti ihwal persoalan kenaikan harga beras dan kelangkaan stok beras di pasaran yang banyak dikeluhkan masyarakat selaku konsumen. 

Eliza menilai, tren kenaikan harga beras dan kelangkaan stok beras ini dipengaruhi oleh program bantuan sosial (bansos) pangan yang gencar dilakukan pemerintahan Jokowi di tahun politik. 

"Karena pemerintah mengguyur bansos, akibatnya stok CBP di Bulog saat ini hanya sekitar 1,2 juta, tidak cukup kuat mengintervensi kenaikan harga di pasar," ungkap Eliza saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Selasa (13/2/2024).

Kondisi ini, diperparah oleh masifnya penggunaaan beras sebagai alat kampanye pada musim pemilu serentak 2024. Antara lain pemilihan kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan umum legislatif (Pileg) di berbagai wilayah Indonesia.

"Pesta demokrasi ini selain pilpres juga ada pilkada dan pileg yang diselenggarakan di 37 provinsi, 508 kabupaten/kota. Hajatan besar ini tentu mengerek permintaan beras mengingat seringkali silaturahmi dan kampanye yang disertai pembagian sembako," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah melalui Bulog diminta fokus untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP). Antara lain dengan membatasi penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa beras untuk menekan kenaikan harga dan menstabilkan pasokan.

"Jangan sampai karena stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog menipis akibat jor-joran bansos dan ingin menstabilkan harga yang saat ini makin mahal, jangan sampai menempuh jalur impor di awal tahun menjelang panen raya. Ini akan menjadi kesalahan besar," pungkas Eliza.

 

3 dari 3 halaman

Kenaikan Harga Beras Tertinggi

Senada, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Reynaldi Sarijowan mengatakan, saat ini, kenaikan harga beras telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.

Reynaldi mencatat, untuk harga beras medium dijual Rp 13.500 per kilogram (kg) sedangkan beras premium sudah menyentuh Rp 18.500 per kg.

"Ini harga beras tertinggi sepanjang pemerintahan presiden Jokowi," ujar Reynaldi kepada Merdeka.com di Jakarta, Senin (12/2).

Selain alami kenaikan harga, lanjut Reynaldi, pasokan beras medium maupun premium juga mulai langkah di pasar tradisional. Kondisi ini menyebabkan harga beras menjadi semakin mahal.

"(Saat ini) beras melonjak dan sulitnya beras di dapati di pasar tradisional," ungkapnya.

Reynaldi menyebut, kenaikan dan kelangkaan beras ini diakibatkan oleh ketidakakuratan data pemerintah atas pasokan beras untuk kegiatan bantuan sosial (bansos) pangan maupun konsumsi masyarakat secara umum. Kondisi ini diperparah dengan ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi badai El-Nino.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini