Sukses

Karyawan Melahirkan, Perusahaan Korea Selatan Ini Bayar Rp 1,1 Miliar

Booyoung Group, sebuah perusahaan konstruksi yang berbasis di Seoul berencana membayar karyawannya yang memiliki bayi.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah perusahaan Korea Selatan siap membayar jutaan dolar Amerika Serikat (AS) untuk membantu perbaiki tingkat kelahiran yang sangat rendah.

Dikutip dari CNN, Selasa (6/2/2024), Booyoung Group, sebuah perusahaan konstruksi yang berbasis di Seoul berencana membayar karyawan-nya sebesar 100 juta won (USD 75.000) yang memiliki bayi. Jumlah itu setara Rp 1,18 miliar (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.765).

Perseroan juga akan membayar 7 miliar won Korea Selatan atau USD 5,25 juta kepada karyawan yang memiliki 70 bayi sejak 2021.Kepada CNN, juru bicara perusahaan menuturkan, insentif itu tersedia untuk perempuan dan pria.

Korea Selatan memiliki tingkat kesuburan terendah dunia dengan angka 0,78 pada 2022. Hal ini menunjukkan jumlah rata-rata anak yang dimiliki seorang perempuan seumur hidupnya, dan rasio tersebut akan turun menjadi 0,65 pada 2025, menurut prediksi resmi dari Statistics Korea.

Data ini menekankan bom waktu demografis yang dihadapi Korea Selatan dan negara-negara Asia Timur lainnya karena masyarakat mereka mengalami penuaan yang cepat hanya dalam beberapa dekade setelah industrialisasi yang dramatis.

Banyak negara Eropa juga hadapi populasi menua tetapi kecepatan dan dampak perubahan itu dapat dimitigasi oleh imigrasi.

Akan tetapi, negara-negara antara lain Korea Selatan, Jepang, dan China hindari imigrasi massal untuk atasi penurunan populasi usia kerja.

Chairman Booyoung Group’s Lee Joong-keun menuturkan, perusahaannya menawarkan “dukungan finansial langsung” kepada karyawannya untuk membantu meringankan beban keuangan untuk membesarkan anak.

Ia menuturkan, karyawan dengan tiga anak akan diberikan pilihan untuk memilih antara menerima 300 juta won Korea Selatan (USD 225.000) dalam bentuk tunai atau perumahan sewa, jika pemerintah menyediakan lahan untuk konstruksi.

“Saya berharap kami akan diakui sebagai perusahaan yang berkontribusi dalam mendorong kelahiran dan khawatirkan masa depan negara ini,” ujar Lee kepada karyawannya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

China Punya Program Serupa

Berdasarkan situs perusahaan, Booyoung Group didirikan pada 1983 dan sejak itu telah membangun lebih dari 270.000 rumah.

Pemerintah Korea Selatan dan perusahaan swasta lainnya telah menawarkan fasilitas keuangan untuk mendorong masyarakat memiliki lebih banyak anak. Akan tetapi, fasilitas keuangan itu tidak sebesar manfaat yang diberikan grup Booyoung.Program serupa juga dilakukan di China yang alami penurunan populasi selama dua tahun berturut-turut.

Tahun lalu, Trip.com China, salah satu agen perjalanan online terbesar di dunia mengatakan, pekerja yang telah bekerja di perusahaan itu setidaknya selama tiga tahun akan menerima bonus tahunan 10.000 yuan atau USD 1.376 untuk setiap anak yang baru lahir setiap tahun mulai dari ulang tahun pertama anak itu hingga ia mencapai usia lima tahun.

3 dari 4 halaman

Pengusaha China, Jepang hingga Korea Selatan Masih Pede Ekonomi Global Tumbuh di 2024

Sebelumnya diberitakan, kini banyak eksekutif di Jepang, China, dan Korea Selatan yang optimis pada ekonomi global akan mengalami pertumbuhan moderat di tahun 2024 dibandingkan tahun lalu.

Hal itu diungkapkan dalam survei bersama terhadap para pemimpin bisnis yang dilakukan oleh Nikkei, Maeil Business Newspaper, dan Global Times China.

Meskipun terdapat peningkatan risiko geopolitik, para pemimpin perusahaan memperkirakan adanya pertumbuhan mendasar yang kuat.

Dikutip dari laman Nikkei, Jumat (19/1/2024) meski China tengah mengalami perlambatan, 67 persen responden dari negara itu optimis pada pertumbuhan ekonomi. Jumlah tersebut merupakan proporsi tertinggi di antara China dengan Jepang dan Korea Selatan.

Survei ini dilakukan mulai 7 Desember hingga 21 Desember, dan diikuti oleh para pemimpin bisnis dari total 275 perusahaan di ketiga negara.

Didukung oleh ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi global, sejumlah pimpinan perusahaan percaya bahwa lingkungan bisnis akan sedikit membaik pada perusahaan mereka dalam setahun ke depan,menurut survei tersebut.

Survei ketiga media internasional itu menunjukkan, hampir setengah dari ketiga negara tersebut mengatakan rencana belanja investasi modal mereka di 2024 akan sedikit atau bahkan sangat meningkat dari tahun sebelumnya.

Di sisi lain, masih ada kekhawatiran terhadap prospek perekonomian China.

Dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Nikkei, Nikkei Asia, dan Nikkei QUICK News terhadap para ekonom yang berfokus pada China, perkiraan pertumbuhan rata-rata produk domestik bruto riil pada tahun 2024 mencapai 4,6 persen.

Hal itu karena krisis di sektor real estate China dan menurunnya belanja konsumen.

Ketika ditanya bagaimana perlambatan perekonomian China akan berdampak pada perusahaan mereka, 75,8 persen pemimpin bisnis Jepang dan 60,4 persen pemimpin bisnis Korea Selatan mengungkapkan hal ini berisiko "menurunkan keuntungan."

Melambatnya perekonomian China juga dikhawatirkan akan berdampak besar pada perusahaan Jepang dan Korea Selatan.

 

 

4 dari 4 halaman

Pandangan pada Ketegangan AS-China

Pada 2024 akan digelar pemilu di sejumlah negara, seperti di Amerika Serikat dan Rusia, yang akan mempengaruhi urusan global.

Hal ini meningkatkan ketidakpastian, namun survei tersebut mengungkapkan perbedaan antara ketiga negara mengenai dampak ketegangan AS-China.

Sekitar 75 persen pemimpin bisnis di Jepang dan Korea Selatan menyebut pemilihan presiden Amerika Serikat sebagai peristiwa paling penting pada 2024.

Namun, hanya 22 persen yang berpandang demikian di China, dengan respons teratas, sebesar 47 persen adalah meningkatnya tren regulasi global terhadap perusahaan-perusahaan teknologi besar, termasuk raksasa Google dan Apple.

Ditemukan juga, para pemimpin bisnis Jepang berbeda dengan rekan-rekan mereka di China dan Korea Selatan dalam hal hubungan AS-China di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden.

Di Jepang, 58 persen berpendapat hubungan telah membaik dibandingkan ketika Donald Trump menjadi presiden.

Sementara itu, hanya 33 persen yang berpendapat demikian di China, dan hanya 33,7 persen di Korea Selatan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini