Sukses

Bank Dunia Kritik Keterbukaan Perdagangan Indonesia

Bank Dunia melihat, Indonesia masih memiliki peluang besar dalam perdagangan internasional. Peluang ini didukung oleh hadirnya Omnibus Law yang mendukung penciptaan lapangan kerja, serta meliberalisasi investasi swasta.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia menilai keterbukaan perdagangan Indonesia telah menurun secara signifikan dalam 20 tahun terakhir. Namun Bank Dunia melihat penurunan ini bisa diperbaiki dengan terbitnya Undang-Undang Omnibus Law.

“Rasio perdagangan terhadap PDB di Indonesia saat ini paling rendah di antara negara-negara Asia Timur dan Pasifik,” kata kata Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Datu Kahkonen dalam 11th US-Indonesia Investment Summit di Mandarin Oriental, Kamis (26/10/2023).

 

“Ini terjadi pada periode ketika perdagangan global sedang booming. Secara riil tumbuh sebesar 5 persen, dan pada dasarnya arus perdagangan mengalami peningkatan. Tetapi hal tersebut tidak terjadi di Indonesia,” sebutnya.

Tetapi Bank Dunia juga melihat, Indonesia masih memiliki peluang besar. Peluang ini didukung oleh hadirnya Omnibus Law yang mendukung penciptaan lapangan kerja, serta meliberalisasi investasi swasta.

“Hal ini merupakan langkah maju yang besar untuk meningkatkan daya saing Indonesia, dan pada dasarnya memungkinkan investasi dan pertumbuhan meningkat,” ujar Satu Kahkonen.

Selain itu, Bank Dunia juga melinat kemajuan yang dibuat Indonesia dalam investasi asing langsung.

“Namun hal ini perlu dibarengi dengan reformasi perdagangan agar dapat mencapai dampak penuh yang diinginkan. Dan saat ini terdapat peluang di dunia untuk melakukan hal tersebut karena sistem perdagangan global sebenarnya sedang mengalami perubahan struktural yang besar, karena manufaktur padat karya mulai menjauh dari Tiongkok,” jelas Satu Kahkonen.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jadi Negara Maju, Indonesia Butuh Transformasi Teknologi dan Industrialisasi

Sebelumnya, Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan dua transformasi penting untuk mewujudkan target Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045.

”Untuk Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045, transformasi pertama yang penting adalah teknologi, yang kedua adalah industrialisasi. Itu bagian terpenting bagi saya,” kata Muhammad Lutfi daam 11th US-Indonesia Investment Summit di Mandarin Oriental, Kamis (26/10/2023).

 “Dan untuk mencapai hal ini, reformasi perlu dilakukan,” sambungnya.

Tetapi Lutfi juga menambahkan, dalam hal transformasi satu kebijakan internasional terkadang belum tentu cocok untuk semua negara.

“Saya analogikan dengan pesawat terbang misalnya, kalau kamu beli pesawat, pakai masker dulu, baru bantu orang yang pakai masker setelah kamu, karena kamu harus bertahan hidup dulu agar orang lain bisa bertahan bersamamu,” jelasnya.

“Jadi sekarang, apa yang perlu kita lakukan? Jika Anda melihat PDB Indonesia, kontribusi perdagangan dan ekspor serta jasa dan barang dan jasa berada di 25 persen. Kita masih perlu mencapai 40 hingga 50 tahun agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi,” ungkap Lutfi.

3 dari 3 halaman

Soal Hilirisasi Tambang

Ia pun mendukung kebijakan hilirisasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menangguhkan penjualan bahan mentah mineral secara cuma-cuma tanpa mendapat nilai tambah.

“Apa yang kita jual 10 tahun yang lalu, kita masih menjual bahan mentah tanpa apa-apa lho, tapi kita perlu berhenti untuk membuat penghalang agar kita bisa matang terlebih dahulu,” ucapnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini