Sukses

Gawat, Generasi Milenial Terancam Jadi Tunawisma Gara-Gara Ini

Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Dedi Syarif Usman mengatakan, generasi milenial di Indonesia masih kesulitan dalam membeli hunian pertama mereka, baik itu apartemen maupun rumah tapak.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Dedi Syarif Usman mengatakan, generasi milenial di Indonesia masih kesulitan dalam membeli hunian pertama mereka, baik itu apartemen maupun rumah tapak. 

Kesulitan itu dikarenakan biaya hidup yang besar tidak seimbang, dengan penghasilan yang didapatkan membuat milenial merasa membeli rumah adalah hal yang sulit. Terlebih kenaikan harga rumah lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan gaji.

"Milenial ke depan itu homeless, karena gaji yang diterima dengan kewajiban uang muka dan cicilan itu agak sulit," kata Dedy dalam Media Briefing DJKN Bangun Rumah Rakyat, di kantor DJKN Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Menurutnya, generasi muda saat ini justru lebih senang menyewa hunian dibandingkan memiliki hunian sendiri.

"Anak muda sekarang lebih seneng sewa daripada beli," ujarnya.

Padahal Pemerintah telah menyalurkan berbagai bantuan untuk membantu masyarakat Indonesia, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar memiliki hunian yang layak dan terjangkau.

Pertama, Pemerintah memberikan insentif perpajakan berupa pembebasan PPN dan PPh untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, serta untuk rumah sederhana MBR.

Kedua, subisidi bantuan uang muka (SBUM). Bantuan ketiga yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

"Program ini (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah yaitu Rp 8 juta ke bawah dengan suku bunga fix 5 persen selama 20 tahun," ujarnya.

Kemudian keempat, bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) yang merupakan program untuk pemilikan dan pembangunan rumah dengan pemberian uang muka maksimal Rp 40 juta.

Subsidi Selisih Bunga

Kelima, Subsidi Selisih Bunga (SSB) yang merupakan program untuk kepemilikan rumah tapak dan susun dengan suku bunga MBR 5 persen dan Pemerintah menanggung selisih bunganya.

Bantuan keenam ada  bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) yang merupakan bantuan stimulan Rp 17,5 juta - Rp 35 juta untuk membangun dan renovasi rumah. Bantuan lainnya yaitu pembangunan rumah susun dan rumah khusus. 

"Sebenarnya sudah banyak program Pemerintah untuk membantu mengatasi backlog perumahan," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti mengatakan, backlog perumahan atau kesenjangan kepemilikan rumah rakyat masih sebesar 12,1 juta. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ternyata Banyak Milenial Enggan Punya Rumah

Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Fitrah Nur, mengungkapkan bahwa banyak generasi muda di Indonesia yang masih enggan memiliki rumah sendiri. Hal itu disampaikan Fitrah Nur dalam Diskusi Indonesia Housing Forum 2023, di FKUI, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Padahal menurut Fitrah, rumah merupakan sumber peradaban. Artinya, mau tidak mau harus memiliki rumah. Namun, generasi milenial saat ini banyak yang belum berkeinginan memiliki rumah.

"Rumah itu sumber peradaban, tidak ada sesuatu hal apapun yang tidak berasal dari rumah. Sosial, budaya, dan segala macam itu berasal dari rumah. Rumah itu sumber peradaban, mau tidak mau kita harus punya rumah," kata Fitrah Nur.

Sebagai bukti, berdasarkan survei internal yang dilakukan di Kementerian PUPR terhadap pegawainya yang masih muda, sebanyak 80 persen menyatakan belum ingin punya rumah.

"Saya punya banyak staf milenial yang baru lulus masuk ke PUPR, pas saya tanya "kamu ingin punya tumah gak?" 80 persen menjawab itu mereka belum ingin punya rumah sekarang," ujarnya.

"Ada yang kaget juga, kalo perempuan bilangnya biar suami saja yang bikin rumah, dan lainnya ingin kebutuhan lain selain rumah, ini ada survei nya yang dilakukan di PUPR," tambahnya.Adapun tercatat backlog perumahan atau kesenjangan kepemilikan perumahan rakyat masih sebesar 12,1 juta. Artinya, kebutuhan akan kepemilikan perumahan rakyat masih besar di Indonesia.

Masih tingginya backlog kepemilikan rumah tersebut membuat banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu menghuni rumah yang layak.

"Aturannya ada dari UUD 1945 Pasal 28 h, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertemoat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan," pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

1,5 Juta Rumah Layak Huni Dibangun di Era Pemerintahan Jokowi

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat sejak era kabinet kerja Presiden Joko Widodo dari tahun 2015-2022 ini telah membangun atau memfasilitasi sebanyak 1.553.459 unit rumah layak huni.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti dalam Diskusi Indonesia Housing Forum 2023, di FKUI, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Diana pun merinci dari 1.553.459 unit rumah layak huni tersebut terdiri dari 60.511 unit rumah susun, dan 33.205 unit rumah khusus, 36.056 unit bantuan rumah swadaya pembangunan baru, dan 1.245.991 unit rumah swadaya peningkatan kualitas. Selain itu, bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) sebanyak 177.696 unit.

"Ini sangat banyak sekali yang sudah kita lakukan, namun tidak henti-hentinya karena penambahan penduduk pun semakin bertambah," kata Diana.

 

4 dari 4 halaman

FLPP

Selain itu, kata Diana, Kementerian PUPR juga sudah menyalurkan bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 808.475 unit, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebanyak 1.237.873 unit, Skim Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebanyak 805.506 unit, dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebanyak 30.402 unit. "Kalau dihitung-hitung ini sudah banyak sekali," imbuhnya.

Tak berhenti disitu saja, Pemerintah juga turut memperhatikan penyediaan rumah bagi kelompok rentan seperti kelompok masyarakat miskin ekstrem atau kehilangan tempt tinggal akibat bencana alam atau konflik sosial.

"(Contohnya) akibat bencana alam atau bencana konflik ini terjadi di Lumajang, NTT, kemudian juga di Cianjur," ungkapnya.

Adapun, pembangunan perumahan dan infrastruktur permukiman oleh Kementerian PUPR memperhatikan aspek kesetaraan gender, termasuk di dalamnya akses bagi difabel, lansia, dan anak-anak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.