Sukses

Pilihan Investasi Jika Resesi Global Terjadi pada 2023 dari Citigroup

Sejumlah investor bertanya-tanya mengenai pilihan untuk amankan kekayaannya jika terjadi resesi pada 2023. Chief Investment Officer Citigroup David Bailin membagikan pandangannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketika dunia bersiap hadapi kemungkinan resesi pada 2023, banyak investor bertanya-tanya mengenai pilihan untuk mengamankan kekayaannya.

Mengutip dari Yahoo Finance, ditulis Minggu (26/3/2023), Chief Investment Officer Citigroup Inc Global Wealth, David Bailin menilai, real estate mungkin menjadi kunci untuk melewati badai.

Dalam wawancara baru-baru ini untuk Knight Frank’s 2023 Wealth Report, Bailin menguraikan prediksinya pada 2024. Ia percaya 2023 akan hadirkan banyak peluang investasi jika mengalami resesi ringan dan manajemen kas aktif meningkatkan kekayaan portofolio.

Pandangan Bailin dinilai sangat penting mengingat kegagalan Silicon Valley Bank dan Signature Bank baru-baru ini, yang memicu kekhawatiran akan penurunan ekonomi. Namun, masih harus dilihat apakah resesi benar-benar akan terjadi. Hal ini karena ancaman kemungkinan penurunan ekonomi semakin besar, warga Amerika Serikat mengambil pendekatan yang hati-hati terhadap keuangannya.

Sebuah survei baru-baru ini yang dilakukan Morning Consult menemukan 41 persen warga Amerika Serikat telah mengambil langkah-langkah untuk bersiap hadapi potensi dampak resesi.

Dengan semua mata tertuju pada the Federal Reserve (the fed), keputusan untuk terus menaikkan suku bunga atau menghentikan strategi melawan inflasi memiliki implikasi yang signifikan bagi investor. Karena masa depan tetap tidak pasti, jelas mereka yang siap dan strategi dalam investasi mereka akan berada pada posisi terbaik untuk hadapi badai ekonomi yang mungkin timbul.

Bagi investor yang ingin investasi dengan bijak, Bailin menyarankan fokus pada real estate mungkin sangat berharga. Sebagai investasi alternatif, orang kaya telah lama menyukai real estate karena kemampuannya berfungsi sebagai perlindungan yang efektif terhadap inflasi dan menawarkan manfaat diversifikasi.

Terlepas dari apakah resesi akan terjadi atau tidak, jelas investor yang memiliki pandangan jangka panjang dan tetap gesit dalam berinvestasi akan berada pada posisi terbaik untuk menumbuhkan kekayaannya dari waktu ke waktu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

IMF Ingatkan untuk Tetap Waspada

Di sisi lain, mengutip dari NewsOnAIR, Kepala Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva menuturkan, risiko stabilitas keuangan global telah meningkat dan mendesak kewaspadaan terus menerus.

Ia menuturkan, 2023 akan menjadi tahun yang sulit lagi, dengan pertumbuhan global melambat hingga di bawah tiga persen sebagai akibat dari efek pandemi COVID-19, konflik di Ukraina dan pengetatan kebijakan moneter.

Pada Forum China Development, ia menuturkan, dengan prospek yang lebih optimistis pada 2024, pertumbuhan global masih jauh di bawah rata-rata historis 3,8 persen dan prospek keseluruhan akan tetap buruk.

Ia menambahkan, pembuat kebijakan di negara maju telah menanggapi dengan tegas risiko stabilitas keuangan setelah bank ambruk tetapi kewaspadaan tetap diperlukan.

3 dari 4 halaman

IMF Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023 Tumbuh 5 Persen, Aman dari Resesi?

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia tetap kuat dan tumbuh lima persen pada tahun 2023.

"Pemulihan yang lebih cepat di Tiongkok atau meredanya tekanan inflasi global dapat memperkuat permintaan ekspor Indonesia," kata Asisten Direktur Departemen Western Hemisphere IMF Cheng Hoon Lim dikutip dari Antara, Jumat (24/3/2023).

Meski demikian, ia menuturkan terdapat beberapa tantangan yang harus diperhatikan seperti pengetatan kondisi keuangan global secara tiba-tiba atau perlambatan global yang melemahkan neraca perdagangan dapat menekan rupiah.

Selain itu, intensifikasi ketegangan geopolitik dapat mengganggu rantai pasokan dan memperkuat tekanan inflasi. Harga komoditas dunia saat ini juga telah kembali normal di tengah pengaturan kebijakan yang lebih ketat.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Dengan begitu, Lim mengungkapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini sedikit menurun dari capaian tahun 2022 sebesar 5,3 persen (yoy) lantaran didukung oleh harga yang tinggi untuk sebagian besar ekspor komoditas Indonesia.

“Kebijakan Indonesia yang masuk akal, berwawasan ke depan, dan terkoordinasi dengan baik membantunya menutup lingkungan global yang sangat menantang di tahun 2022 dengan pertumbuhan yang sehat, penurunan inflasi, dan sistem keuangan yang stabil dan menguntungkan," ungkapnya.

Ia menilai capaian tersebut juga tak terlepas dari langkah otoritas Indonesia yang menggunakan ruang kebijakan moneter dan fiskal secara fleksibel untuk memperlancar penyesuaian ekonomi terhadap guncangan global yang signifikan. Hal tersebut membuat ekonomi Indonesia berada di posisi baik untuk pertumbuhan yang kuat dan inklusif secara berkelanjutan.

 

4 dari 4 halaman

Defisit Anggaran

Pemerintah Indonesia, menurut Lim, juga telah berhasil menekan defisit anggaran 2022 ke bawah level 3 persen dari produk domestik bruto (PDB), yakni tepatnya di level 2,4 persen PDB, satu tahun lebih cepat dari jadwal.

Harga komoditas yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang kuat serta Undang-Undang Harmonisasi Pajak yang baru membantu meningkatkan penerimaan pajak. Kenaikan harga bahan bakar yang tepat waktu pada bulan September 2022 turut membantu membendung tagihan subsidi yang meningkat.

"Ke depan, kebijakan fiskal pada tahun 2023 harus tetap netral secara luas, sehingga memungkinkan Indonesia untuk terus memenuhi kebutuhan pembangunannya dengan tetap menjaga kredibilitas kebijakan," ujar Lim.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.