Sukses

Mahfud MD Usut 6 Modus Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Jumlah transaksi mencurigakan ini lebih besar dari laporan awal yang sebesar Rp 300 triliun. Namun, Mahfud MD menegaskan bahwa itu merupakan temuan dari tindak pidana pencucian uang (TPPU), bukan korupsi.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, membeberkan temuan transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), nilainya mencapai Rp 349 triliun.

Jumlah transaksi mencurigakan ini lebih besar dari laporan awal yang sebesar Rp 300 triliun. Namun, Mahfud MD menegaskan bahwa itu merupakan temuan dari tindak pidana pencucian uang (TPPU), bukan korupsi.

"Ini bukan laporan korupsi, tapi laporan tentang dugaan TPPU yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan. Saya waktu itu sebut Rp 300 t. Sesudah diteliti transaksi mencurigakan itu lebih dari itu, Rp 349 t," jelasnya dikutip siaran video YouTube Kemeko Polhukam RI, Selasa (21/3/2023).

Mahfud lantar memaparkan enam modus tindak pidana pencucian uang di lingkungan Kemenkeu, antara lain;

  1. Kepemilikan saham atas nama keluarganya
  2. Kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun tidak bergerak atas nama pihak lain
  3. Membentuk perusahaan cangkang
  4. Mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan operasional perusahaan jadi sah
  5. Menggunakan rekening atas nama orang lain atas hasil kejahatan
  6. Menyembunyikan hasil kejahatan dalam safety deposit box (SDB) atau tempat lain.

Menyangkut Kerja Intelijen Keuangan

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, nilai temuan dari tindak pidana pencucian uang itu sering menjadi besar lantaran menyangkut kerja intelijen keuangan. Ia mengibaratkan, uang yang sama mungkin berputar 10 kali secara aneh, tapi hanya dihitung dua atau tiga kali.

"Misalnya, saya kirim uang ke Ivan (Kepala PPATK). Ivan kirim ke sekretarisnya, sekretarisnya kirim ke sana, terus kirim ke saya lagi. Uang yang sama, itu tetap dihitung sebagai perputaran uang yang aneh. Itu lah yang disebut tindak pidana pencucian uang," terangnya.

"Jadi jangan berasumsi, wah, Kementerian Keuangan korupsi Rp 349 triliun. Ndak, ini transaksi mencurigakan, dan itu melibatkan banyak dunia luar, orang yang punya sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan," pungkas Mahfud MD.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Klarifikasi Panjang Lebar Sri Mulyani Soal Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun di Kemenkeu

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan klarifikasi terkait narasi transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan.

Hal ini sebelumnya sempat disebut sebagai dugaan transaksi mencurigakan  terkait pidana pencucian uang (TPPU) oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

"Saya ingin mengklarifikasikan karena berbagai informasi yang memang sudah sangat simpang siur," jelas Sri Mulyani di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Dia mengawali penjelasan dengan mengakui jika Kepala PPATK pernah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan tertanggal 7 Maret 2023. Surat ini berisi seluruh surat-surat PPATK kepada Kementerian Keuangan dan Inspektorat Jenderal dari periode 2009-2023.

Dia menjabarkan jika surat yang dikirimkan sebanyak 196 surat. Surat ini adalah tanpa ada nilai transaksi. Namun surat yang diterima hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama orang yang ditulis oleh PPATK dan kemudian tindak lanjut dari Kementerian Keuangan.

Tindak lanjut surat ini, kata dia sudah dilakukan mulai dari pemberian sangsi, hukuman penjara hingga penurunan pangkat.

"Sudah dilakukan semua langkah dari mulai Gayus sampai dengan sekarang ada yang kena sangsi, penjara turun pangkat di mana digunakan PP 94 tahun 2010," tegas dia.

Dia pun menambahkan kemudian muncul statement perihal temuan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun . Sri Mulyani menegaskan jika pihaknya belum menerima surat lain yang menyebutkan adanya angka Rp 300 triliun.

"Kemudian muncul statement mengenai adanya surat PPATK di mana ada angka Rp300 triliun kami belum menerima makanya waktu hari sabtu saya dan pak menko menyampaikan statement kita belum menerima," tegasnya.

3 dari 4 halaman

Penjelasan Lainnya

Barulah, kata dia, dikirimkan surat Kepala PPATK pada tanggal 13 Maret sebagai surat kedua. Dalam surat tersebut terlampir 46 lampiran berisi rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan, yang berkaitan dengan tugas dan fungsi untuk kementerian keuangan sejak periode 2009-2023. Isi lampirannya atau daftar surat sebanyak 300 surat dengan nilai transaksi Rp 349 triliun.

Dari 300 surat PPATK terdapat 65 surat yang berisi transaksi keuangan dari perusahaan, atau badan, atau perseorangan, yang tidak ada di dalamnya orang kementerian keuangan.

"Jadi ini transaksi ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau badan atau orang lain. Namun karena menyangkut tugas dan fungsi kementerian keuangan terutama menyangkut ekspor impor maka kemudian dikirimkan oleh PPATK kepada kami," jelas Sri Mulyani.

Dia melanjutkan, dari 65 surat itu nilainya Rp 253 triliun. PPATK, kata dia, menengarai adanya transaksi di dalam perekonomian baik itu mencakup perdagangan, pergantian properti yang ditengarai ada mencurigakan.

Selanjutnya, ada juga 99 surat yang masih menjadi bagian dari 300 surat PPATK, dikirim kepada aparat penegak hukum, dengan nilai transaksinya Rp74 triliun.

"Sedangkan ada 135 Surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan nilainya jauh lebih kecil," ucap Sri.

4 dari 4 halaman

Temuan

Dari ratusan surat yang dikirim PPATK, ada satu surat yang sangat menonjol yang dikirimkan pada 19 Mei 2020 yang menyebutkan transaksi sebesar Rp189,273 triliun. "Tentu saja karena ini angka besar langsung kita melakukan penyelidikan."

Berdasarkan hasil penelusuran PPATK yang tertuang dalam surat "menonjol" tersebut, ada 15 individu dan entitas yang tersangkut dalam transaksi Rp189,273 triliun selama periode 2017-2019. Transaksi tersebut berkaitan dengan ekspor impor.

Oleh karena itu, Ditjen Bea Cukai yang menerima surat langsung dari PPATK melakukan penelitian terhadap 15 entitas tersebut. Mereka adalah yang melakukan ekspor, impor emas batangan dan emas perhiasan dan juga kegiatan money changer dan kegiatan lainnya.

Dari pemeriksaan tersebut tidak ditemukan di Ditjen Bea Cukai. Maka, pemeriksaan dipindah ke Ditjen Pajak. "Pada saat yang sama PPATK mengirim surat kepada Ditjen Pajak nomor 595 di dalam surat ini transaksinya lebih besar lagi Rp25 triliun, dan jumlah entitasnya dari 15 menjadi 17 entitas," jelas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.