Sukses

Sri Mulyani: Kalau Bicara Tentang Defisit dan Utang, Langsung Bulu Kuduk Berdiri

Utang untuk pembangunan ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga diimplementasikan negara lain secara global.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berkelakar bahwa masyarakat memiliki ketakutan yang berlebih mengenai utang dan defisit fiskal. Jika ada kata-kata utang maupun defisit, bulu kuduk masyarakat pasti langsung berdiri.

"Kalau bicara tentang defisit dan utang, langsung bulu kuduk berdiri," kata Sri Mulyani saat menghadiri Ground Breaking Kampus III UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur, Minggu (22/1/2023).

Ia pun bercerita, utang berupakan salah satu instrumen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Instrumen ini diperlukan dalam aktivitas pembangunan suatu negara untuk menjadi kaya.

Utang untuk pembangunan ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga diimplementasikan negara lain secara global. Dengan adanya pembangunan maka sebuah negara ekonominya akan bergerak. Sebaliknya tanpa adanya pembangunan, ekonomi negara akan mengalami Kemunduran.

"Kalau negara ini ingin terus maju, makmur, adil, bermartabat maka pembangunan harus diselenggarakan. Tidak ada pembangunan menunggu sampai negara kaya," jelas Sri Mulyani.

Terlebih, pemerintah juga memiliki kemampuan untuk membayar utang. Dia mencatat, saat ini utang aktif pemerintah kepada Islamic Development Bank hanya Rp2,75 triliun dari nilai total pinjaman Rp7,3 triliun.

"Itu artinya yang tidak aktif sudah kita bayar kembali," pungkas Sri Mulyani.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Utang Pemerintah Sentuh Rp 7.733 Triliun per Desember 2022

Kementerian Keuangan melaporkan total utang Indonesia sampai Desember 2022 sebesar Rp7.733,99 triliun. Sehingga rasio utang pemerintah tersebut mencapai 39,57 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Sampai dengan akhir Desember 2022, posisi utang Pemerintah berada di angka Rp7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57 persen," dikutip dari Buku APBN KiTa Edisi Januari 2023, Jakarta, Kamis (19/1).

Rasio utang pemerintah pada Desember mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan posisi utang pada November 2022. Namun jika dibandingkan dengan Desember 2021 mengalami penurunan dari 40,47 persen (yoy) terhadap PDB.

Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar. Meskipun demikian peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.

"Rasio utang terhadap PDB dalam batass aman, wajar serta terkendali," tulis laporan yang sama.

Berdasarkan jenisnya, utang Pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,53 persen atau Rp6.846,89 triliun dari seluruh komposisi utang akhir Desember 2022. Terdiri dari SBN Domestik sebesar R5.452,36 triliun dan dalam bentuk valuta asing sebesar Rp1.394,53 triliun.

Sementara itu sisanya yakni 11,47 persen atau R887,10 triliun dalam bentuk pinjaman. Terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp867,43 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp19,67 triliun.

 

3 dari 3 halaman

Mata Uang

Di sisi lain, berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,75 persen.

Strategi menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.

Sehingga strategi ini membuat porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga.

"Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri," katanya.

Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh Perbankan dan diikuti Bank Indonesia. Sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57 persen.

Di akhir 2021 kepemilikan SBN oleh investor asing tercatat 19,05 persen. Kemudian menurun rasionya menurun menjadi hanya 14,36 persen per akhir Desember 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.