Sukses

Jaga Cadangan Devisa, Menko Airlangga Bakal Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor

Presiden Jokowi menginstruksikan kepada Menko Airlangga Hartarto agar pertumbuhan ekspor yang positif ini diikuti dengan peningkatan cadangan devisa.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memproyeksikan Ekspor Indonesia di 2023 masih akan tumbuh positif. Namun memang bisa dipastikan kinerja ekspor Indonesia akan melambat dibanding tahun lalu.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rabu 11 Januari 2023 usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) Evaluasi Capaian Ekspor Tahun 2022 dan Target Tahun 2023.

Menko Airlangga mengungkapkan, pemerintah memproyeksikan nilai ekspor naik di 12,8 persen dan nilai impor naik di 14,9 persen.

"Tahun 2022 ekspor kita tumbuh 29,4 persen, impor tumbuh 25,37 persen. Tahun depan (2023) diproyeksikan ekspornya, karena kita basisnya sudah tinggi, itu ekspornya naik di 12,8 (persen), impornya 14,9 persen," kata Airlangga, dikutip dari laman resmi Sekretariat Presiden, Kamis (12/1/2023).

Pada 2022 lalu nilai perdagangan ekspor Indonesia meningkat signifikan, mencapai Rp 268 miliar. Peningkatan ekspor tersebut ditunjang oleh berbagai komoditas utama seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

"Batu bara bisa mengompensasi impor dari minyak sehingga kita di bidang energi ini positif sebesar hampir USD 6,8 billion secara year to date, sedangkan iron and steel USD 29 billion, dan CPO sekitar USD 30 billion. Sehingga tentu ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia relatif kuat," beber Airlangga.

Dalam ratas bersama, Presiden Jokowi menginstruksikan agar pertumbuhan ekspor yang positif ini diikuti dengan peningkatan cadangan devisa, ungkap Airlagga.

Selain itu, Presiden juga meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.

"Saat ini hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan masuk dalam negeri. Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor termasuk sektor manufaktur. Jadi dengan demikian, kita akan melakukan revisi [PP Nomor 1 Tahun 2019], sehingga tentu kita berharap peningkatan ekspor dan juga surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan dari cadangan devisa," jelas Menko.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Negara Tujuan

Terkait negara tujuan ekspor, Airlangga menyampaikan bahwa China masih menjadi negara dengan pangsa pasar yang tertinggi, diikuti Amerika Serikat, India, Jepang, serta Malaysia.

Kabar baik lainnya, nilai perdagangan antarnegara anggota ASEAN (intra-ASEAN trade) juga masih cukup tinggi.

"Ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Bapak Presiden memegang keketuaan ASEAN. Jadi ini menjadi prioritas yang diarahkan Bapak Presiden," imbuhnya.

Selain itu, Presiden juga mendorong jajarannya untuk mengeksplorasi dan membuka pasar nontradisional.

"Bapak Presiden sudah mendorong pasar nontradisional, seperti di Afrika juga untuk dibuat dan dikejar, terutama di pantai timur melalui Nigeria dan di pantai barat itu Kenya. Dan, tentu LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor [Indonesia]) untuk didorong agar bisa membantu ekspor kita," pungkas Airlangga.

 

3 dari 4 halaman

Pidato di HUT PDIP ke-50, Jokowi: Kita Setop Ekspor Tembaga Pertengahan 2023

Saat menyampaikan pidato di acara perayaan HUT ke-50 PDIP, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kemungkinan melarang ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini.

Hal ini dilakukan untuk mendorong nilai tambah dari bahan mentah dan mineral bagi ekonomi Indonesia.

Jokowi kembali membahas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam melakukan hilirisasi, salah satunya gugatan oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan pada ekspor nikel.

"Meskipun kita ditakut-takuti masalah nikel kalah di WTO, kita tetap terus (pantang menyerah). Justru kita tambah stop bauksit, nanti mungkin pertengahan tahun akan kita stop lagi (ekspor) tembaga," ujar Jokowi dalam acara HUT ke-50 PDIP, dikutip dari Youtube PDI Perjuangan Selasa (10/1/2023).

"Kita harus berani seperti itu. Kita tidak boleh mundur, tidak boleh takut, karena kekayaan alam itu ada di Indonesia. Ini kedaulatan kita dan kita ingin (kekayaan alam) dinikmati oleh rakyat dan masyarakat kita" tandasnya.

4 dari 4 halaman

Jokowi : Saya Ingin Presiden Nanti Berani Lanjutkan Larang Ekspor Bahan Mentah

Dalam pidatonya, Jokowi juga menyampaikan bahwa ia berharap presiden yang terpilih pada 2024 mendatang bisa melanjutkan kebijakan larangan ekspor bahan mentah yang sudah ia jalankan saat ini.

Jokowi berharap, Indonesia tidak akan kembali ke era penjajahan VOC 400 tahun lalu dengan dipaksa melakukan eskpor bahan mentah, sehingga tidak mendapat nilai tambah pada ekonominya.

"Inilah yang harus kita balik bahwa bahan-bahan mentah yang kita miliki baik tambang, pertanian, perkebunan, semuanya harus dihilirasi agar nilai tambahnya berada di dalam negeri" ujar Jokowi, alam acara perayaan HUT PDIP ke-50, dikutip dari Youtube PDI Perjuangan Selasa (10/1/2023).

"Kenapa ini terus saya ulang-ulang, karena saya ingin presiden ke depan juga berani melanjutkannya. Tidak gampang ciut nyali, tidak gentar demi kepentingan bangsa dan negara," tuturnya.

Namun Jokowi mengakui bahwa mengintegrasi industri bukan lah hal yang mudah, karena jauhnya tambang-tambang bahan mentah yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Maka dari itu, pekerjaan besar ke depan adalah bagaimana membangun sebuah sistem besar agar Nikel, bauksit, tembaga, dan timah bisa terigentrasi dan memproduksi barang jadi maupun setengah jadi, serta memberikan nilai tambah utamanya lapangan kerja bagi rakyat. 

Jokowi pun membeberkan contoh salah satunya ketika Indonesia masih mengekspor bahan mentah nikel.

"Dulu, waktu masih mentah kita ekspor itu per tahun nilainya hanya Rp 17 triliun. Setelah kita stop, dalam setahun bisa menghasilkan Rp 360 triliun, ini baru nikel," bebernya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.