Sukses

Upah Minimum Tak Naik 3 Tahun Beruntun, Perppu Cipta Kerja Jadi Jawaban?

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, pihaknya beserta kelompok buruh tidak setuju dengan isi Perppu Cipta Kerja, meskipun secara tahapan hukum ia menyetujuinya.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok buruh menilai lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 soal Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) sudah memenuhi syarat kedaruratan. Namun, beberapa poin terkait penetapan upah minimum jadi sorotan.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, pihaknya beserta kelompok buruh tidak setuju dengan isi Perppu, meskipun secara tahapan hukum ia menyetujuinya.

"Tapi terhadap pilihan pembahasan hukumnya, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh bersepakat memilih Perppu, bukan dibahas di pansus badan legislasi DPR RI," kata Iqbal dikutip dalam orasinya di YouTube, Senin (2/1/2023).

Menurut dia, penerbitan Perppu Cipta Kerja tersebut merupakan bentuk darurat, lantaran 3 tahun berturut-turut upah tidak naik. Lalu, outsourcing juga merajalela karena adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Banyak buruh yang dipaksa menerima paket pesangon dengan nilai kecil, bahkan hanya 0,5 persen terjadi akibat Omnibus Law, 0,5 pesangon," ungkapnya dikutip dalam keterangan tertulis, Senin (2/1/2023).

"Saat ini terjadi darurat upah, darurat outsourcing yang merajalela, darurat PHK, darurat karyawan kontrak yang berulang-ulang, darurat pesangon yang kecil. Maka kami memilih Perppu," tegasnya.

Hal pertama yang disorotinya terkait skema penetapan upah minimum. Pada pasal 88C ayat 1 Perppu Cipta Kerja disebutkan, gubernur jadi pihak yang wajib menetapkan upah minimum provinsi. Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota.

Lalu di pasal 88D, dijelaskan upah minimum akan dihitung dengan menggunakan formula yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai formula penghitungan Upah minimum diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Namun, dalam Pasal 88F dituliskan bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2).

Iqbal lantas meminta ketentuan upah minimum kembali ke UU 13/2003 dan PP 78/2015, dimana kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi plus pertumbuhan ekonomi.

"Tetapi jika dalam survey kebutuhan hidup layak lebih besar dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka yang digunakan adalah kebutuhan hidup layak. Begitu juga upah minimum sektoral, harus tetap ada. Tetapi pembahasannya tidak di kab/kota, namun dibahas di nasional oleh serikat buruh bersama organisasi sektor industri," pintanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mahfud MD: Perppu Cipta Kerja Diterbitkan karena Ada Kebutuhan Mendesak

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukan), Mahfud Md menyatakan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja karena adanya kebutuhan yang mendesak. Dia menyebut penerbitan perppu sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tertanggal 30 Desember ini adalah karena alasan mendesak atau kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU/7/2009 yang waktu itu saya sebagai ketua MK menandatangani," kata Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Dia menjelaskan ada sejumlah alasan yang membuat pemerintah mengeluarkan perppu. Misalnya, ada kebutuhan mendesak dan kegentingan memaksa untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat dengan undang-undang, namun aturan itu belum ada.

"Sehingga terjadi kekosongan hukum atau yang ada itu tidak memberi kepastian misalnya karena diberi waktu tanggal sekian lagi, tidak ada kepastian," ujarnya.

Kemudian, alasan lainnya karena ada kekosongan hukum yang tidak bisa dibahas melalui prosedur normal sebab harus melewati sejumlah tahapan. Mahfud menilai pemerintah sudah memenuhi sejumlah alasan untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja.

"Oleh sebab itu pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak," tutur Mahfud.

Dia menyampaikan alasan mendesak yang membuat Perppu Cipta Kerja diterbitkan salah satunya, dampak perang Rusia Ukraina yang mempengaruhi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Kondisi ini membuat sejumlah negara mengalami ancaman inflasi, stagflasi, krisis multisektor suku bunga, kondisi geopolitik, serta krisis pangan.

"Sehingga pemerintah Pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis secepatnya," ucap dia.

 

3 dari 3 halaman

Langkah Strategis

Lebih lanjut, kata Mahfud, apabila menunggu putusan Mahkamah Konstitusi, maka pemerintah akan terlambat mengantisipasi krisis global. Untuk itu, Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja harus segera diterbitkan.

"Nah untuk mengambil langkah strategis ini, kalau masih menunggu sampai berakhirnya tenggat yang ditentukan oleh putusan MK nomor 91 tahun 2020 maka pemerintah akan ketinggalan untuk mengantisipasi dan menyelamatkan situasi," pungkas dia.

"Oleh sebab itu, langkah strategis diperlukan dan untuk memenuhi syarat langkah strategis bisa dilakukan maka Perppu ini harus dikeluarkan lebih dulu," imbuh Mahfud.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.