Sukses

OJK: Perkembangan Fintech Indonesia Tercepat Se-ASEAN

Kepala OJK Daerah Istimewa Yogyakarta Parjiman, mengatakan perkembangan fintech di Indonesia termasuk yang paling cepat dibandingkan dengan negara di ASEAN.

Liputan6.com, Jakarta Kepala OJK Daerah Istimewa Yogyakarta Parjiman, mengatakan perkembangan fintech di Indonesia termasuk yang paling cepat dibandingkan dengan negara di ASEAN.

“Pergerakan startup di Indonesia dapat dikatakan terus mengalami perkembangan yang cukup pesat diantaranya e-commerce dan fintech, kita paling cepat dibanding negara-negara di ASEAN,” kata Parjiman dalam Closing Ceremony 4th Indonesia Fintech Summit & Bulan Fintech Nasional 2022, di Yogyakarta, Senin (12/12/2022).

Dia mengatakan, saat ini di era digital diwarnai dengan munculnya perusahaan-perusahaan baru atau yang kita kenal dengan startup atau perusahaan rintisan yang memanfaatkan perkembangan teknologi.

Menurutnya, fintech merupakan salah satu alternatif penyedia jasa keuangan yang menghadirkan pilihan untuk mengakses layanan Jasa Keuangan secara praktis, efisien, nyaman, dan ekonomis.

Hal ini memungkinkan berbagai kegiatan finansial seperti transfer dana, pembayaran hingga pengajuan pembiayaan dapat dilakukan secara lebih cepat.

Pesatnya perkembangan fintech menghadirkan tantangan tersendiri, lantaran masih banyak masyarakat yang masih belum paham, dan juga belum tepat dalam penggunaannya terkait dengan fintech.

“Pada era saat ini penduduk Indonesia didominasi oleh kalangan milenial. Generasi milenial memiliki potensi besar dalam pelayanan keuangan digital,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Literasi Keuangan

Namun permasalahannya adalah terkait tentang literasi keuangan dimana milenial masih belum merata, sehingga dibutuhkan kolaborasi dan sinergi semua pemangku kepentingan yaitu regulator, pelaku industri jasa keuangan, pemerintah daerah, akademisi dan juga pihak-pihak lainnya.

Perkembangan digitalisasi di sektor jasa keuangan tentu meningkatkan risiko operasional, diantaranya muncul praktek pinjaman ilegal, investasi ilegal, pelanggaran perlindungan data pribadi, penipuan dan pelanggaran.

“Kasus-kasus seperti itu dampak negatif pada kepercayaan konsumen terhadap keuangan digital maupun perusahaan fintech,” ujar Parjiman.

Dia berharap dengan penyelenggaraan Indonesia fintech ke-4 ini yang sudah diselenggarakan sejak tanggal 11 November sampai dengan hari ini 12 Desember 2022 dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak baik dari perusahaan fintech lokal dan internasional, regulator, lembaga keuangan, investor, akademisi dan pemangku kepentingan utama lainnya guna mempercepat digitalisasi industri jasa keuangan, serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.

“Kami berharap ada kolaborasi antara penyelenggara fintech dengan anggota penyelenggara sistem keuangan lainnya dan masyarakat UMKM di dalamnya dapat terus dikembangkan. Selain itu peningkatan pemahaman pelaku UMKM termasuk manfaat dan risiko penggunaan fintech dalam melakukan usaha merupakan hal utama yang harus dilakukan secara berkelanjutan,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Pembiayaan Fintech Tembus Rp 49,34 Triliun hingga Oktober 2022

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kinerja Fintech peer to peer (P2P) lending pada Oktober 2022 masih mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 76,8 persen yoy, meningkat Rp 0,60 triliun menjadi Rp49,34 triliun.

Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Ogi Prastomiyono, dalam konferensi Pers RDKB November 2022, Selasa (6/12/2022).

Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat menurun menjadi 2,90 persen (September 2022: 3,07 persen).

“Namun demikian, OJK mencermati tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa FinTech P2P Lending,” kata Ogi Prastomiyono.

Dia juga menyampaikan terkait permodalan di sektor Industri Keuangan Non Bank  (IKNB) yang masih terjaga, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 464,24 persen dan 313,71 persen.

Menurutnya, meskipun RBC dalam tren yang menurun dan RBC beberapa perusahaan asuransi di monitor ketat, namun secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120 persen.

“Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,01 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Pendapatan Premi Asuransi

Lebih lanjut, OJK juga mencatat akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari sampai dengan Oktober 2022 mencapai Rp255,20 triliun, atau tumbuh sebesar 1,81 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

“Demikian pula halnya dengan akumulasi premi asuransi umum yang tumbuh sebesar 16,93 persen yoy selama periode yang sama, hingga mencapai Rp97,78 triliun per Oktober 2022,” ujarnya.

Sementara, akumulasi premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar -5,76 persen yoy dibanding periode sebelumnya, dengan nilai sebesar Rp 157,42 triliun per Oktober 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.