Sukses

Penyebab Kecelakaan Pesawat Terungkap, KNKT Beri 3 Rekomendasi ke Sriwijaya Air

KNKT telah mengeluarkan hasil investigasi kecelakaan pesawat udara Boeing 737-500, penerbangan SJY182, tanggal 9 Januari 2021 di perairan Kepulauan Seribu

Liputan6.com, Jakarta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah mengeluarkan hasil investigasi kecelakaan pesawat udara Boeing 737-500, penerbangan SJY182, tanggal 9 Januari 2021 di perairan Kepulauan Seribu.

Dikutip dair hasil investigasi KNKT, Jumat (11/11/2022), investigasi menyimpulkan bahwa sistem autothrottle pesawat Sriwijaya Air tidak dapat menggerakkan thrust lever kanan akibat adanya gaya gesek (kesat) atau gangguan lain pada bagian mekanikal thrust lever kanan. Menjelang ketinggian 11.000 kaki, permintaan tenaga mesin semakin berkurang, hal ini membuat thrust lever kiri semakin mundur.

Pesawat udara Boeing 737-500 telah dilengkapi dengan sistem Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) yang berfungsi menonaktifkan autothrottle jika terjadi asymmetry, untuk mencegah perbedaan tenaga mesin yang lebih besar.

Penonaktifan autothrottle terjadi antara lain jika flight spoiler membuka lebih dari 2,5° selama minimum 1,5 detik. Kondisi ini tercapai pada pukul 14.39.40 WIB saat pesawat udara berbelok ke kanan dengan sudut 15°, tetapi autothrottle tetap aktif dan menjadi non aktif pada pukul 14.40.10 WIB.

Keterlambatan ini diyakini karena flight spoiler memberikan informasi dengan nilai yang lebih rendah disebabkan karena penyetelan (rigging) pada flight spoiler. Adapun penyetelan pada flight spoiler ini belum pernah dilakukan di Indonesia.

KNKT menilai bahwa tindakan keselamatan yang dilakukan beberapa pihak sudah sesuai dan dapat meningkatkan keselamatan, namun demikian masih ada beberapa isu keselamatan yang perlu ditindaklanjuti.

Oleh karenanya KNKT menerbitkan 3 rekomendasi keselamatan kepada Sriwijaya Air, diantaranya Pertama untuk berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebelum melakukan perubahan prosedur terbang, dan meminta No Technical Objection (NTO) dari pabrikan pesawat udara sebelum melakukan perubahan prosedur yang sudah ada di buku panduan yang disiapkan oleh pabrikan pesawat.

Kedua, untuk meningkatkan jumlah pengunduhan data dalam Flight Data Analysis Program (FDAP) untuk peningkatan pemantauan operasi penerbangan.

Sedangkan rekomendasi ketiga, untuk menekankan pelaporan bahaya (hazard) kepada seluruh pegawai.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terungkap, 6 Penyebab Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182

Teka-teki penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 akhirnya terungkap dalam laporan akhir investigasi yang sampaikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

"Investigasi kecelakaan pesawat udara Boeing 737-500, penerbangan SJY182, tanggal 9 Januari 2021 di perairan Kepulauan Seribu, dipimpin oleh KNKT dan dilaksanakan sesuai ketentuan International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 13," dikutip dari laman knkt.go.id, Jumat (11/11/2022).

"Hasil investigasi KNKT memuat isu keselamatan untuk dapat dijadikan pembelajaran (lesson learned) untuk peningkatan keselamatan penerbangan," lanjut keterangan tersebut.

KNKT menyimpulkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 berdasar urutan waktu kejadian sebagai berikut:

1. Tahapan perbaikan sistem autothrottle yang telah dilakukan belum mencapai bagian mekanikal.

2. Thrust lever kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry.

3. Keterlambatan CTSM untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asymmetry disebabkan karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah, berakibat pada asymmetry yang semakin besar.

 

3 dari 3 halaman

Penyebab Selanjutnya

4. Complacency pada otomatisasi dan confirmation bias mungkin telah berakibat kurangnya monitoring sehingga tidak disadari adanya asymmetry dan penyimpangan arah penerbangan.

5. Pesawat berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan, sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.

6. Belum adanya aturan dan panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) memengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan (recovery) kondisi upset secara efektif dan tepat waktu

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.