Sukses

Harga Minyak Tembus USD 98,61 per Barel Dibayangi Kecemasan Resesi

Meskipun kekhawatiran resesi global membatasi kenaikan, harga minyak mentah berjangka Brent terakhir naik USD 4,40 atau 4,99 persen pada USD 98,61 per barel.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak naik pada perdagangan Jumat di tengah ketidakpastian soal kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve AS (Th Fed) ke depan.

Sementara larangan Uni Eropa yang membayangi minyak Rusia dan kemungkinan China melonggarkan beberapa pembatasan Covid mendukung pasar.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (5/11/2022), meskipun kekhawatiran resesi global membatasi kenaikan, harga minyak mentah berjangka Brent ditutup naik USD 4,40 atau 4,99 persen pada USD 98,61 per barel.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 4,39 atau 4,98 persen menjadi USD 92,56.

China berpegang teguh pada pembatasan ketat COVID-19 setelah kasus naik pada hari Kamis ke level tertinggi sejak Agustus, tetapi seorang mantan pejabat pengendalian penyakit China mengatakan perubahan substansial pada kebijakan Covid-19 negara itu akan segera dilakukan.

Pasar saham China terdongkrak oleh desas-desus tentang berakhirnya lockdown yang ketat meskipun tidak ada perubahan yang diumumkan. Namun, sinyal tentang besarnya kenaikan suku bunga AS menyebabkan minyak mengurangi beberapa keuntungan.

Laporan non-farm payrolls Departemen Tenaga Kerja AS pada hari Jumat menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran menjadi 3,7 persen bulan lalu dari 3,5 persen pada bulan September 2022.

Ini menunjukkan beberapa pelonggaran dalam kondisi pasar tenaga kerja yang dapat memberi perlindungan kepada The Fed untuk beralih ke kenaikan suku bunga yang lebih kecil.

Presiden Federal Reserve Richmond Thomas Barkin pada hari Jumat mengatakan dia siap untuk bertindak lebih sengaja dengan mempertimbangkan laju kenaikan suku bunga AS di masa depan. Tetapi dia mengatakan suku bunga dapat terus naik lebih lama dan ke titik akhir yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.

“Pembicaraan pembukaan kembali China pagi ini membuat minyak bergerak, tetapi berbagai perwakilan Fed telah menjelaskan bahwa ada jalan panjang yang harus ditempuh sehubungan dengan kenaikan suku bunga, dan pasar minyak lebih sensitif terhadap itu,” kata Mitra Again Capital LLC, John Kilduff.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Embargo Minyak Rusia

Sementara kekhawatiran permintaan membebani pasar, pasokan diperkirakan akan tetap ketat karena rencana embargo Eropa terhadap minyak Rusia dan penurunan stok minyak mentah AS.

“Sedikit pelemahan dolar, larangan penjualan minyak Rusia yang akan datang tentu mendukung karena fokus bergeser dari kekhawatiran resesi ke masalah pasokan,” kata Analis PVM Oil Associates Tamas Varga.

“Namun, katalis utama adalah laporan bahwa China dapat melonggarkan pembatasan nol-Covid, yang akan menjadi keuntungan bagi ekonomi dan permintaan minyaknya.”

Larangan Uni Eropa atas impor minyak mentah Rusia akan berlaku mulai 5 Desember. Rincian batas harga G7 yang ditujukan untuk mengurangi hambatan aliran minyak Rusia di luar Uni Eropa masih dalam pembahasan.

 

 

3 dari 3 halaman

Ketakutan Resesi

Di sisi bearish, kekhawatiran resesi di Amerika Serikat yang merupakan konsumen minyak terbesar dunia, tumbuh pada hari Kamis setelah Ketua Fed Jerome Powell mengatakan sangat prematur untuk berpikir tentang menghentikan kenaikan suku bunga.

“Momok kenaikan suku bunga lebih lanjut meredupkan harapan kenaikan permintaan,” kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan.

Bank of England memperingatkan bahwa menurutnya Inggris telah memasuki resesi dan ekonomi mungkin tidak akan tumbuh selama dua tahun lagi.

Menggarisbawahi kekhawatiran permintaan, Arab Saudi menurunkan harga jual resmi (OSP) Desember untuk minyak mentah Arab Light andalannya ke Asia sebesar 40 sen menjadi premium USD 5,45 per barel versus rata-rata Oman/Dubai.

Pemotongan itu sejalan dengan perkiraan sumber perdagangan, yang didasarkan pada prospek permintaan China yang lebih lemah.

Melihat ke minggu depan, investor menunggu prospek energi jangka pendek Administrasi Informasi Energi AS dan Indeks Harga Konsumen AS November untuk wawasan tentang laju inflasi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.