Sukses

Resesi Mengintai, BI Pede Ekonomi Kuartal III 2022 Tumbuh di Atas 5,5 Persen

Meski ada ancaman resesi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 diprediksi bakal tumbuh di atas 5,5 persen.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo meyakini pertumbuhan ekonomi nasional tahun bisa di atas 5 persen. Bahkan, meski ada ancaman resesi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 bakal tumbuh di atas 5,5 persen.

"Kami masih optimis (pertumbuhan ekonomi) triwulan III masih lebih tinggi dari 5,5 persen," kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (3/11).

Perry memperkirakan berbagai indikator pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan tren positif. Mulai dari indeks harga penjualan, indeks harga konsumen, pertumbuhan kredit yang tinggi, neraca transaksi berjalan dan kinerja ekspor yang baik.

Bahkan kata Perry pertumbuhan kredit yang tahun ini sudah 11 persen, akan terus tumbuh di tahun 2023 nanti. Tingginya pertumbuhan ini didukung faktor permintaan dari dunia usaha yang disuplai oleh perbankan.

"Untuk kredit kami perkirakan bahwa tahun depan perkiraan kredit bisa sampai 10 sampai 12 persen," katanya.

Perry menambahkan, ada tiga alasan suplai dana dari perbankan bisa memenuhi permintaan. Selama ini perbankan memiliki likuiditas yang longgar dan terus terjaga. Apalagi sekarang likuiditas Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih di atas 27 persen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bank Tak Perlu Buru-buru Naikkan Suku Bunga Kredit

Di sisi lain, meningkatnya suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia tidak perlu langsung direspon oleh perbankan. Perry menyatakan naiknya suku bunga acuan tidak lantas membuat perbankan harus buru-buru menaikkan bunga kreditnya.

"Dampak kenaikan suku bunga acuan ke suku bunga kredit akan lebih lama karena likuiditas longgar," kaya dia.

"Jadi bank tidak harus buru-buru naikkan suku bunga kredit karena likuiditas kami jaga sangat longgar," sambungnya.

Sehingga dari faktor suku bunga masih menjadi faktor positif untuk perbankan salurkan kredit. Likuiditas tetap longgar. Dia pun memastikan, suku bunga kredit tidak akan lantas naik jika suku bunga acuan bank sentral mengalami kenaikan.

"Suku bunga kredit tidak akan buru-buru naik. Itu faktor-faktornya," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

UI Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,81 Persen di Kuartal III 2022

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengungkapkan perkiraan terbaru mereka tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2022. 

"Kami mengestimasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia per kuartal III 2022 mencapai kisaran 5,81 persen yoy, dengan range 5,77 - 5,85 persen," demikian paparan Peneliti Makroekonomi di LPEM, Teuku Riefky dalam konferensi pers Indonesia Economic Outlook 2023, pada Kamis (3/11/2022). 

Beberapa faktor pendukung, adalah low-base effect yang masih cukup dominan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2021, konsumsi domestik yang kuat, dan surplus neraca perdagangan yang menonjol mendongkrak perkiraan pertumbuhan untuk kuartal ketiga 2022.

Teuku Riefky pun menyatakan bahwa LPEM optimis pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mampu mencapai di atas 5 persen.

"Melihat perkembangan terakhir, Indonesia kemungkinan akan mencapai pertumbuhan PDB di atas 5 persen secara keseluruhan kuartal 2022," ungkap Teuku.

LPEM  pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun fiskal 2022 mampu mencapai sebesar 5,3 - 5,4 persen yoy.

"Ke depan, kami masih optimistis Indonesia dapat mencapai tingkat pertumbuhan 5 persen pada tahun 2023 di tengah perlambatan global," tambahnya. 

Namun, Teuku juga melihat sejumlah tantangan yang akan dihadapi ekonomi Indonesia mengingat situasi di berbagai negara maju yang menghadapi lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga yang agresif.

"Di tahun 2023 memang masih akan ada banyak tantangan, baik untuk perekomonian global dan perekomonian Indonesia. Beberapa tantangannya, adalah harga komoditas yang nampaknya akan relatif ternormalisasi di 2023, dan agresifnya sikap moneter bank sentral di seluruh dunia, serta inflasi yang tampaknya masih akan meningkat hingga akhir 2023," bebernya.

4 dari 4 halaman

Ancaman Resesi 2023, Wamenkeu: Ekonomi Indonesia Masih Cukup Kuat

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, ancaman resesi semakin berpotensi. Awan gelap ekonomi diperkirakan akan melanda seluruh dunia pada tahun 2023 mendatang. Pasalnya, risiko krisis yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 telah bergeser menjadi gejolak ekonomi global.

Banyak faktor yang memicu awan gelap ekonomi di tahun depan, mulai dari konflik geopolitik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina yang semakin memanas. Konflik tersebut berimbas pada konstelasi ekonomi dunia menjadi volatile. 

Selain itu, terjadinya pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga di sejumlah negara yang turut menyebabkan volatilitas pasar keuangan global, capital outflow, pelemahan nilai tukar, hingga lonjakan utang negara.

"Belum lagi ditambah dengan potensi krisis utang global dan potensi terjadinya stagflasi. Pelemahan ekonomi global disertai inflasi tinggi merupakan kombinasi yang sangat berbahaya dan rumit secara kebijakan ekonomi,” jelas Suahasil Nazara saat menjadi keynote speech pada The Indonesia 2023 Summit dengan tema Rebuild The Economy 2023, Kamis (27/10/2022).

Walaupun dengan berbagai tantangan global, perekonomian Indonesia masih dikatakan aman. Hal tersebut disampaikan Suahasil Nazara, Indonesia harus optimis karena data tingkat konsumsi, produksi dan investasi terakhir yang cukup bagus menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih cukup kuat.

Ia pun memaparkan bahwa PMI Manufaktur Indonesia dalam tren naik, sehingga dunia usaha sedang siap-siap untuk memproduksi dan kebutuhan listrik juga bergerak sejak pertengahan tahun lalu. Selain itu, neraca perdagangan surplus 29 bulan berturut-turut ditopang oleh kenaikan harga komoditas.

"Dari konteks tersebut, kita sudah punya dasar. Pelaku usaha harus memanfaatkan momentum perbaikan tersebut tapi harus waspada karena resiko ketidakpastian masih sangat tinggi," katanya. 

"The Fed rate masih akan naik dan itu tentu jadi tekanan ke seluruh dunia karena dollar akan naik," tambah Suahasil.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan memiliki dua kebijakan utama dalam menghadapi gejolak ekonomi global. Pertama berkaitan dengan perdagangan dalam negeri, khususnya dalam rangka stabilisasi harga pangan dan ketersediaan pangan. Kedua terkait dengan digitalisasi ekonomi.

"Di tahun 2021, kita sudah dihadapkan dengan yang namanya super cycle commodity, yang harganya cukup tinggi. Lalu, ditambah impact dari perang Rusia-Ukraina. Sehingga ini memicu inflasi global," jelas Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag Kasan Muhri. 

Ia pun mengungkapkan akan mencermati penuh negara yang akan menjadi tujuan ekspor utama, seperti China dan Uni Eropa.

"Uni Eropa pasar yang memberikan kita peluang, di mana sektor energi dibutuhkan. Karena dampak perang Rusia-Ukraina, harga komoditi energi cenderung mahal, jadi itu peluang buat Indonesia," tutur Muhri.

Selain itu, terkait dengan ekonomi digital, tren semakin meningkat pesat. Kebijakan terkait dengan ekonomi digital, salah satunya e-commerce ke depan pergerakan akan lebih cepat daripada regulator. 

"Kami harus menjalankan kebijakan yang tidak menghambat perkembangan ekonomi digital atau tidak menjadi constraint," katanya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.