Sukses

Dunia Diprediksi Gelap di 2023, Resesi Ekonomi Kian Nyata

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menegaskan Indonesia tidak boleh mengabaikan kemungkinan peningkatan risiko resesi.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menegaskan Indonesia tidak boleh mengabaikan kemungkinan peningkatan risiko resesi.

Hal itu disampaikan dalam 4th Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting, di Washington, D.C, Amerika Serikat, Kamis (13/10/2022).

Bahkan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering dan berulang kali menyebutkan ekonomi dunia akan gelap di 2023. Tidak ada yang memprediksi apa yang akan terjadi tahun depan. Yang jelas, semuanya serba sulit. Hanya negara-negara tertentu yang bakal selamat dari kegelapan.

Menkeu juga menyebut, tercatat sebanyak 28 negara meminta pertolongan kepada IMF untuk dibantu perekonomiannya.

“Kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan peningkatan risiko resesi. Tujuan adanya Presidensi G20 Indonesia ini menjadi bumper kami untuk pulih bersama, pulih lebih kuat tetap lebih relevan dari sebelumnya,” kata Menkeu.

Lanjut Menkeu, menyebut Presidensi G20 ini merupakan harapan untuk membantu semua negara dalam menavigasi gelombang krisis yang akan dihadapi seluruh dunia. Menkeu yakin dengan adanya presidensi G20 ini mampu berhasil dalam merespon berbagai krisis termasuk krisis keuangan global.

“Semua tahu dari pertemuan sebelumnya bahwa saya benar-benar percaya bahwa G20 adalah Beacon of Hope, yang dapat membantu kita menavigasi gelombang krisis yang menghancurkan yang kita hadapi. Keyakinan ini didasarkan pada sejarah keberhasilan G20 dalam merespon krisis keuangan global dan belakangan ini,” jelas Menkeu.

Menurutnya, tantangan ekonomi global yang kompleks ini  tidak dapat diselesaikan oleh satu negara atau sekelompok negara yang bertindak sendiri. Dibutuhkan tindakan kolektif dari kelompok yang menguasai 85 persen perekonomian dunia.

“Dibutuhkan kelompok dengan perwakilan paling beragam untuk memastikan semua suara didengar. Semua negara dengan pengaruh ekonomi global sistemik harus terlibat dalam mencari solusi negara maju, menengah, dan juga negara berkembang,” kata Menkeu.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Mudah

Tentu hal ini tidak mudah, mengingat keanggotaan G20 yang beragam, dimana setiap anggota negara G20  selalu memiliki perbedaan posisi, pandangan, dan pengalaman. Tetapi perbedaan ini juga memungkinkan untuk menemukan solusi inklusif terbaik untuk seluruh dunia.

“Kami menghadapi Harapan tinggi untuk bekerja sama dan membangun Jembatan yang menunjukkan kepemimpinannya dan mengapa G20 pantas mendapatkan reputasi sebagai forum utama untuk kerjasama internasional,” ujarnya.

Indonesia sebagai tuan rumah Presidensi G20 telah mampu menavigasi G20 untuk mempertahankan keanggotaan penuh, serta soliditas dalam memecahkan masalah paling kritis yang dihadapi ekonomi global kita.

“Kita harus bersatu dan tetap teguh dalam komitmen kita untuk memecahkan masalah ekonomi global yang paling mendesak dalam pertemuan kita hari ini dan besok, kita memiliki kesempatan terakhir pada tahun 2022 untuk memberikan tindakan nyata. Kesempatan terakhir kami untuk terus mendominasi untuk menunjukkan, semangat kolaborasi dan kerjasama multilateralisme,” pungkas Menkeu. 

3 dari 4 halaman

Tak Cuma Resesi Ekonomi di 2023, Krisis Pangan Juga Ancam Dunia

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut negara-negara di dunia akan mengalami krisis pangan selain ancaman resesi ekonomi di tahun 2023. Sehingga isu pangan global ini harus diselesaikan dengan duduk bersama antar negara.

"Kita akan menghadapi 2023 yang mana akan jauh lebih beresiko dalam hal pangan," kata Sri Mulyani di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (12/10).

Sri Mulyani mengatakan permasalahan ketahanan pangan telah menjadi perhatian forum G20. Presidensi G20 Indonesia telah menegaskan kembali komitmennya untuk menggunakan semua perangkat kebijakan yang tepat untuk mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan saat ini, termasuk risiko kerawanan pangan.

"G20 siap untuk mengambil tindakan kolektif yang cepat tentang ketahanan pangan dan gizi, termasuk dengan bekerja sama dengan inisiatif lain," kata dia.

Beberapa inisiatif global telah diluncurkan oleh organisasi regional, internasional, dan secara mandiri oleh beberapa negara untuk menghadapi permasalahan ketahanan pangan.

Antara lain seperti the UN Global Crisis Response Group (GCRG), the G7 Global Alliance for Food Security (GAFS), the Global Agriculture and Food Security Program (GAFSP), International Finance Institutions Action Plan, dan Global Development Initiative.

Selain itu, Bank Dunia telah berkomitmen untuk menyediakan USD 30 juta pendanaan baru atau yang sudah ada untuk proyek terkait ketahanan pangan dan nutrisi untuk beberapa tahun ke depan.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pun turut menyediakan perkembangan kondisi pasar pangan, termasuk melalui G20 Agricultural Market Information System.

Kepada FAO dan Bank Dunia, Sri Mulyani mendorong dua lembaga internasional ini untuk memetakan seluruh respon kebijakan secara global. Sebab penanganan ancaman krisis yang dilakukan sendiri-sendiri tidak mungkin berhasil.

Sebaliknya, yang terjadi bisa menyebabkan tumpang tindih dan hal-hal krusial lainnya justri tidak tertangani.

Salah satunya dengan memetakan dan menguji respon setiap negara atau kawasan regional dalam menghadapi kondisi.

"Misalnya dalam jangka pendek, program pangan apa yang menunjukkan permintaan untuk dukungan kemanusiaan iu meningkat dan bagaimana menyelesaikannya," kata doa.

4 dari 4 halaman

Cari Jalan Keluar Lewat Teknologi

Di sisi lain, untuk jangka menengah Sri Mulyani mengatakan forum Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 akan mencari solusi pemanfaatan teknologi.

Hal ini dilakukan dalam rangka merespon dampak perubahan iklim terhadap pangan. Salah satunya dengan mengembangkan bibit yang lebih tahan terhadap perubahan iklim.

"Masalah pupuk hari ini akan berdampak terhadap ketersediaan pangan atau bahkan krisis pangan dalam 8-12 bulan ke depan," kata dia.

Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 telah menegaskan kembali komitmen mereka untuk memanfaatkan semua perangkat kebijakan (policy tools) dalam mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan saat ini, termasuk ketahanan pangan.

"Forum G20 akan terus mengambil langkah bersama secara cepat dalam menghadapi permasalahan ketahanan pangan dan nutrisi, termasuk dengan bekerja sama dengan inisiatif lainnya," kata dia. 

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.