Sukses

Cegah Harga Pertalite dan Solar Naik, Pertamina Butuh Tambahan Subsidi Rp 64,5 Triliun

Untuk BBM subdidi Pertalite paling tidak harus ditambah 5 juta KL sedangkan solar subsidi harus 1,5 juta KL untuk aman sampai akhir tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Subsidi BBM pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) terus membengkak di tengah kenaikan harga minyak mentah saat ini. Agar penyaluran BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar sesuai harga terkini bisa terus bertahan hingga akhir 2022, Pertamina setidaknya butuh tambahan subsidi hingga mencapai Rp 64,5 triliun.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, pemerintah memang telah membayar kompensasi BBM dan LPG 3 kg kepada Pertamina sebesar Rp 93,5 triliun di 2022. Dengan rincian, sekitar Rp 29 triliun di April 2022 dan Rp 64,5 triliun pada Juli 2022.

"Melalui pembayaran ini, maka pemerintah hadir dan ini sangat membantu keuangan Pertamina untuk menyalurkan JBT (Jenis BBM Tertentu) dan JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan) sesuai dengan kouta yang ditetapkan," ujar Mamit kepada Liputan6.com, Selasa (2/8/2022).

Yang jadi permasalahan, jika tidak ada penambahan kouta untuk JBT dan JBKP, menurut perhitungannya, kuota subsidi untuk Pertalite, Solar dan sejenisnya akan habis per Oktober 2022 nanti.

Bila itu terjadi, maka Pertamina akan mengatur distribusi sesuai dengan stok yang ada. Alhasil, itu bakal menimbulkan kelangkaan Pertalite dan Solar di seluruh wilayah Indonesia.

"Untuk Pertalite paling tidak harus ditambah 5 juta KL sedangkan solar subsidi harus 1,5 juta KL untuk aman sampai akhir tahun. Tinggal bagaimana kesiapan pemerintah jika tidak ada penambahan kouta apakah mampu membendung isu sosial yang akan timbul," bebernya.

Adapun subsidi BBM saat ini telah menembus angka Rp 502 triliun. Namun, Mamit menilai jumlah tersebut masih kurang untuk bisa meng-cover pasokan hingga akhir tahun.

Setidaknya, ia menyebut pemerintah harus menambah kompensasi hingga mencapai Rp 64,5 triliun agar stok dan harga Pertalite maupun Solar bisa terjaga sampai tutup tahun.

"Penambahan 5 juta (KL) Pertalite dengan selisih keekonomian, taruhlah Rp 9.000 per liter, maka penambahan kompensasi sebesar Rp 45 triliun. Sedangkan solar dengan penambahan Rp 1,5 juta (KL) selisih Rp 13.000 (per liter) maka di butuhkan dana sebesar Rp 19,5 triliun," paparnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi: Subsidi BBM Indonesia Sudah Rp502 Triliun

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah sudah sangat besar yakni, mencapai Rp 502 triliun. Menurut dia, tidak ada negara mana pun yang kuat memberikan subsidi sebesar itu.

"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 (triliun) sekarang sudah Rp502 triliun. Negara manapun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu," kata Jokowi dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka Jakarta, Senin 1 Agustus 2022.

"Tapi alhamdulilah kita sampai saat ini masih kuat. Ini yang perlu kita syukuri," sambungnya.

Dia menyampaikan bahwa harga bensin di negara lain mencapai Rp31.000 sampai Rp32.000 per liter. Sedangkan, harga Pertalite di Indonesia Rp7.650 per liter.

"Kita patut bersyukur, Alhamdulilah kalau bensin di negara lain harganya sudah Rp31.000, Rp32.000. Di Indonesia Pertalilte masih harganya Rp7.650," ucapnya.

Jokowi menuturkan bahwa dunia saat ini sedang dalam kondisi yang tak baik-baik saja. Setelah dihantam pandemi Covid-19 hampir 2,5 tahun, dunia kini dihadapi dengan munculnya perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis.

"Muncul sesuatu yang dadakan yang tidak kita perkirakan sebelumnya. Sakitnya belum sembuh, muncul yang namanya perang di Ukraina sehingga semuanya menjadi bertubi-tubi, menyulitkan hampir semua negara. Semua negara berada dalam posisi yang sangat sulit," jelas Jokowi.

Menurut dia, negara-negara di Asia, Afrika, dan Eropa yang menjadikan gandum sebagai makanan harian, saat ini berada dalam posisi yang sulit. Pasalnya, 77 juta ton gandum dari Ukraina tidak bisa keluar atau di ekspor akibat perang. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Ancaman Kelaparan

Selain itu, kata Jokowi, 130 juta ton gandum dari Rusia juga tak bisa diekspor karena perang. Kondisi ini membuat 333 juta orang di dunia mengalami kelaparan.

"Berarti Ukraina plus Rusia, jumlah stok gandum ada 207 juta ton. Ini yang mengakitabkan 333 juta orang kelaparan dan mungkin 6 bulan lagi 800 juta orang akan kelaparan akut karena tidak ada yang dimakan sekali lagi," tuturnya.

"Alhamdulilah beras di Australia masih bisa kita cari dan tidak naik. Ini patut kita syukuri berkat kerja keras Bapak/Ibu, berkat ikhitar gotong royong kita bersama-sama," imbuh Jokowi.

Disamping itu, dia mengungkapkan bahwa dunia juga dihadapi oleh krisis energi. Kondisi ini membuat harga gas naik hingga lima kali lipat dan bensin naik dua kali lipat.

"Beberapa negara yang tidak kuat, ambruk karena sudah tidak memiliki uang cash baik untuk membeli energi bensin dan gas atau membeli pangan," pungkas Jokowi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.