Sukses

Beda Pendapat Anggota DPR Soal Kenaikan Cukai Rokok 12 Persen

Anggota DPR berbeda pandangan menyikapi langkah pemerintah yang menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok rata-rata 12 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR berbeda pandangan menyikapi langkah pemerintah yang menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok rata-rata 12 persen. Alasan kesehatan dipandang jadi salah satu faktor penentu kenaikan yang perlu diapresiasi. Namun di sisi lain, aspek kesehatan tak bisa jadi alasan tunggal pemerintah.

Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera menyambut positif langkah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 12 persen dengan alasan kesehatan. Ia menilai alasan itu tepat digunakan dalam peningkatan tarif cukai.

“Pertama, sikap pemerintah yang tegas dalam hal cukai rokok diapresiasi. Kajiannya jelas rokok membebani keuangan negara untuk perawatan kesehatan,” katanya kepada Liputan6.com, seperti ditulis Kamis (16/12/2021).

Dengan demikian, ia juga mengingatkan pemerintah untuk melakukan pendekatan berupa sosialisasi dan edukasi terkait alasan kenaikan cukai ini. Tujuannya agar ada kesinambungan antar pemangku kepentingan dan masyarakat dalam menyikapi kenaikan cukai hasil tembakau ini.

“Pendekatan cukai diikuti dengan sosialisasi dan edukasi yang terintegrasi agar kekuatan kolektif kita sebagai bangsa bisa membuat semua bahagia,” katanya.

Kendati begitu, terkait rokok yang membebani keuangan negara di bidang kesehatan, ia berpesan untuk dilakukan pengawasan dari semua pihak terkait.

“Perlu dijaga dan diperhatikan semua stakeholders di bidang ini agar ada migrasi yang mulus ke produk-produk lainnya,” kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlu Dikaji Kembali

Terpisah, Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menilai alasan kesehatan sebagai landasan kenaikan tarif cukai hasil tembakau perlu dikaji kembali. Meski begitu, ia tak menyangkal alasan tersebut jadi salah satu faktor pertimbangan.

“Dari 32 halaman ini hampir 80 persennya itu adalah alasan pemerintah untuk menaikkan cukai berdasarkan alasan kesehatan. Saya tak ingin menyangkal dari alasan kesehatan,” katanya dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan, Rabu (15/12/2021).

“Tapi sebenarnya kalau kita perhatikan dari semua negatif campaign yang disampaikan tadi mengenai prevalensi rokok anak-anak kemudian bahwa BPJS itu 20-30 persennya digunakan untuk mensubsidi orang merokok, katanya, walaupun itu juga harus diuji kembali,” terangnya.

Misbakhun menegaskan aspek kesehatan tak bisa jadi alasan tunggal dalam penentuan naiknya tarif cukai hasil tembakau. Maka, ia pun menyarankan pemerintah untuk bisa melihat kepentingan petani tembakau hingga industri kecil.

“Alasan kesehatan tidak bisa menjadi alasan tunggal sebagai penutup bahwa sebenarnya negara butuh penerimaan negara. harusnya pemerintah melihat kepentingan Petani Tembakau, Buruh Tani Tembakau, Para Buruh di Industri Tembakau dan IHT itu sendiri,” tuturnya saat dihubungi Liputan6.com.

Bahkan ia menduga alasan kesehatan ini hanya sebatas topeng dari kepentingan yang ingin membunuh produsen rokok skala kecil dan menengah.

“Bahwa semangat simplifikasi dalam kenaikan cukai dengan alasan kesehatan itu hanya menjadi topeng atau kedok dari kepentingan yang ingin simplifikasi tarif yang bisa membunuh produsen rokok kecil dan menengah dan kepentingan agenda anti tembakau global dalam melakukan infiltrasi kebijakan soal tarif cukai,” tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.