Sukses

Beli Sepatu Nike akan Semakin Susah di Toko, Apa Sebabnya?

Nike ingin pelanggan membeli lebih banyak sepatu dan perlengkapannya tidak hanya di toko fisik Nike, melainkan juga di situs Nike.com dan aplikasinya.

Liputan6.com, Jakarta Produsen perlengkapan olah raga Nike mengubah strategi bisnisnya. Perusahaan ingin pelanggan membeli lebih banyak sepatu, pakaian, dan perlengkapannya tidak hanya di toko fisik Nike.

Namun pelanggan diharapkan mengunjungi situs Nike.com dan aplikasinya, serta di grup ritel yang lebih terbatas seperti Dick's Sporting Goods (DKS) dan Foot Locker (FL).

Perusahaan dalam beberapa tahun terakhir ini telah memangkas jumlah penjual yang menjajakan produk secara konvensional, sembari bergeser secara online via kanal sendiri. Kebijakan ini telah berdampak kepada pengecer kecil dan besar.

Melansir laman CNN, Rabu (24/3/2021), selain menarik diri dari beberapa toko yang dimiliki secara independen, Nike (NKE) juga mengakhiri kemitraan penjualan di Amazon (AMZN) pada 2019. Nike sendiri belum mengungkapkan ritel mana yang secara khusus telah putus kemitraan dengannya.

Perpindahan perusahaan dari model distribusi grosir yang umumnya dikenal sebenarnya merupakan penyimpangan dari model bisnis yang diterapkan pada dekade awal Nike.

Saat itu, ritel sepatu kecil dan independen yang mampu memberikan informasi tentang rilis sepatu yang akan datang adalah kunci untuk menumbuhkan popularitas Nike sebagai perusahaan di awal kemunculannya.

Nike mengatakan bahwa dengan menjual barang melalui situs web dan toko fisiknya sendiri daripada melalui mitra grosir, perusahaan mampu mendapatkan lebih dari dua kali lipat keuntungan.

Nike juga dapat mengontrol pengalaman pembelanja dan harga dengan lebih ketat serta produk seperti apa yang terjual ketika berinteraksi langsung dengan konsumen.

Pertimbangan ini menjadi sebuah masalah besar bagi Nike. Nike ingin selalu menjadi merek premium yang senantiasa memastikan barang dagangan mereka dipamerkan kepada pelanggan dengan cara yang menarik dan mencegah produk dikenai diskon terlalu banyak.

Menurut Sam Poser, seorang analis di Williams Trading yang meliput perusahaan tersebut, Nike menghilangkan apa yang disebutnya sebagai mitra ritel "tidak berdiferensiasi". Di mana toko yang "meletakkan barang-barang Nike di rak atau situs web mereka dan berharap seseorang menemukannya." 

Dengan adanya pemahaman ini, Nike berusaha mengatakan kepada ritel untuk melakukan sejumlah strategi yang dapat meningkatkan merek, jika tidak, maka Nike tidak akan menjalin kerjasama di bidang penjualan.

 

 

Saksikan Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dampaknya terhadap ritel

Salah satu yang terkena dampaknya adalah Ed Shaen, pemilik Sneakin 'In, toko sepatu atletik di Bellmawr, New Jersey di Amerika Serikat, yang menerima surat dari Nike pada bulan September yang mengatakan bahwa akunnya akan ditutup setelah 37 tahun.

Shaen mengatakan Nike berkontribusi terhadap lebih dari setengah penjualannya. Berakhirnya kemitraan dengan Nike, ditambah dengan dampak pandemi yang melumpuhkan, kemungkinan akan membuatnya menutup toko pada akhir tahun ini

"Kesetiaan saya kepada Nike tidak berarti apa-apa," kata Shaen. "Sekarang semuanya tentang langsung ke konsumen," tambah dia.

Sandra Carreon-John, juru bicara Nike, tidak berkomentar langsung terhadap apa yang dialami oleh Shaen, tetapi mengatakan dalam email bahwa perusahaan "terus mengevaluasi pasar untuk memahami cara terbaik kami melayani konsumen, membuat penyesuaian pada saluran penjualan kami sesuai kebutuhan untuk membuat pengalaman berbelanja yang konsisten, terhubung, dan modern."

CFO Nike, Matthew Friend, mengatakan pada bulan Desember bahwa Nike telah mengurangi jumlah akun yang tidak terdiferensiasi di Amerika Utara sekitar 30 persen.

Hal ini dilakukan sejak pertama kali diumumkannya strategi tersebut pada tahun 2017, ketika Nike mengatakan akan memfokuskan sumber daya, pemasaran, dan produk teratasnya hanya pada 40 mitra ritel terpilih.

"Anda akan melihat lebih banyak pergerakan dari ritel yang tidak terdiferensiasi ke sejumlah kecil mitra dan toko kami sendiri yang menawarkan pelanggan pengalaman premium," ucap CEO John Donahue kepada para analis. 

Pengalaman tersebut termasuk membangun toko yang secara spesifik diisi oleh merek Nike atau memiliki karyawan Nike yang dilatih secara khusus untuk membantu konsumen memahami manfaat dari pembelian produk sepatu sehingga menjadi upaya dalam meningkatkan pengalaman pelanggan dalam berbelanja.

 

3 dari 3 halaman

Jejaknya diikuti oleh merek kompetitor lainnya

Under Armour dan Adidas, sebagai kompetitor dari Nike juga mengikuti jejaknya dengan mengurangi jumlah mitra ritel yang mereka andalkan saat mereka membangun penjualan langsung ke konsumen.

"Kami keluar dari ribuan akun grosir non-strategis, terutama di AS, untuk menang bersama para pemenang," ujar CEO Adidas (ADDDF) Kasper Rorsted pada November.

CFO Under Armour (UA) David Bergman mengatakan pada bulan lalu bahwa perusahaan "akan mulai keluar dari distribusi grosir tertentu yang tidak berdiferensiasi, terutama di Amerika Utara, dimulai pada paruh belakang tahun 2021." Rencananya, Under Armour akan menarik produknya dari 2.000 hingga 3.000 toko ritel.

Kehilangan Nike atau merek atletik populer lainnya bisa menjadi pukulan telak bagi toko sepatu dan pakaian. Nike adalah daya tarik utama bagi pelanggan dan, tanpa merek, toko harus semakin berjuang untuk bersaing. Belum lagi, Nike juga memiliki merek Jordan dan Converse.

L&L Shoes yang berlokasi di Palestine, Texas, telah menjual Nike selama beberapa dekade dan toko tersebut bergantung pada penjualan Nike yang berkontribusi sekitar 70% dari total penjualan sepatu olahraga disana.

Namun pada 2019, Nike "mengirimi kami surat melalui pos bahwa kami tidak lagi sesuai dengan tujuan distribusi mereka," kata pemilik Marty Nash. "Kami belum bisa mendapatkan Nike sejak itu."

"Ini menyakitkan karena ada banyak orang yang berdedikasi pada merek itu," lanjutnya. 

Carreon-John, juru bicara Nike, juga tak berkomentar langsung terkait apa yang dialami oleh Nash. Nash merasa bahwa dia membantu Nike menjangkau konsumen ketika merek tersebut masih merupakan merek yang baru berkembang dan perusahaan tersebut kini justru menyerah pada ritel kecil seperti miliknya.

Reporter: Priscilla Dewi Kirana

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.