Sukses

Dilema Bulog di Tengah Polemik Impor Beras

Kapasitas Perum Bulog hanya menjalankan instruksi dari pemerintah seperti melakukan impor beras.

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menyebut, Perusahaan Umum (Perum) Bulog tidak memiliki kewenangan untuk menolak izin impor beras. Sebab, kapasitas Perum Bulog hanya menjalankan instruksi dari pemerintah.

"Mau Pak Budi Waseso (Buwas) teriak apapun juga Pak Buwas ini hanya di pintu utama bukan menteri, bukan. Pak Buwas bisanya hanya menjalankan," kata dia dalam diskusi Impor Beras Jadi atau Tidak?, Sabtu (20/3).

Berkaca pada 2018 lalu, Mantan Kepala Badan Narkotika itu sempat menolak tegas impor yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, Buwas tidak memiliki keweangan dan pada akhirnya impor beras itu terjadi.

"Kita ingat tahun 2018, ketika Pak Buwas kesana kemari tolak impor akhirnya impor juga 1,8 juta ton," jelas dia.

Mantan Direktur Perum Bulog, Lely Pelitasari Soebekty menambahkan, Perum Bulog tidak lebih hanya kepada penerima izin impor dari pemerintah. Izin impor beras tersbeut dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan.

Dia mengatakan sebetulnya Bulog bisa saja menolak izin impor tersebut. Nantinya Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan memberikan izin impor tersebut kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain.

"Kira-kira seperti itu posisi Bulog saat ini," singkat dia.

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mantan Direktur Bulog Blak-blakan Bongkar Polemik Impor Beras

Mantan Direktur Perum Bulog, Lely Pelitasari Soebekty menyebut, ada tiga faktor teknis dan non teknis yang menyebabkan polemik impor beras selalu terjadi di Tanah Air. Kesepakatan dalam impor beras yang disepakati oleh pemerintah disebut dengan triger impor.

Dia mengatakan triger pertama yang menjadi faktor teknis adalah masalah produksi padi pada periode setelah panen pertama. Produksi itu dapat dilihat atau dibandingkan antara ramalan dilakukan BPS terhadap data produksi gabah beras.

"Kalau dulu itu di awal bulan Juni itu BPS akan merilis angka ramalan satu atau angka sementara dari produksi dalam periode panen pertama dalam setiap tahun. Kemudian dilihat apakah lebih atau tidak dari kenaikan. Apakah naik atau tidak," katanya dalam diskusi Impor Beras Jadi atau Tidak?, Sabtu (20/3)

Kedua terkait dentan stok di Gudang Bulog. Pemerintah biasanya akan melihat apakah stok di Bulog minggu kedua bulan Juni itu bisa memenuhi kebutuhan penyaluran reguler selama 6 bulan ke depan atau tidak.

Dia mencontohkan, jika dulu ada beras Raskin alokasinya setiap bulannya 250.000 ton, maka Bulog harus punya stok mecapai 2 juta ton. Di mana 1,5 juta ton digunakan untuk pemenuhan selama 6 bulan ke depan, dan 500 ton sisanya digunakan untuk oprasi pasar.

"Kemudian dari situ baru dilihat yang ketiga apakah harga itu melampaui satu setengah kali dari harga normal. Harga normal itu adalah harga rata-rata selama tiga bulan sebelum terjadinya gejolak harga jadi tiga indikator itulah yang dilihat maka sebetulnya kalau ditanya ada nggak mekanisme ada dan itu dijahitnya itu di Menko Perekonomian jadi itu faktor teknis pertama," jelas dia.

Kemudian dari sisi faktor non teknis, dia melihat terjadinya polemik impor beras itu karena timing atau waktu untuk melakukan rilis impor bertepatan pada periode panen.

"Saat ini masih musim panen bahkan baru mulai, baru mulai pengadaan dan tidak tahu stoknya berapa kalau pun sekarang ada stok 850.000 ton kita lihat konsisten dengan indikator 6 bulan penyaluran Bulog atau tidak," jelasnya. 

3 dari 4 halaman

UU Pangan

Dia mengingatkan, di dalam Undang-Undang Pangan tentang impor pangan, pasal 36 menyebutkan bahwa impor beras hanya dapat dilakukan apabila produksi dalam negeri itu tidak mencukupi dari, dan barang itu tidak bisa diproduksi dalam negeri.

Kedua dapat dilakukan apabila produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi. Dimana cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan pangan pemerintah pusat, cadangan pemerintah daerah, dan cadangan pangan masyarakat.

"Cadangan beras itu ada di pusat dan sekarag ada di Bulog, dan di daerah ada lumbung lumbung pangan yang dikelola daerah, kemudian di masyarakat itu yang ada di pedagang, petani, di rumah tangga kita sendiri, di hotel, restoran, di rumah sakit dan keseluruhan itulah secara keseluruhan itu adalah cadangan beras kalau kita bicara beras," jelas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

4 dari 4 halaman

Infografis 5 Negara Pemasok Beras Terbesar ke Indonesia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.