Sukses

BI: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lebih Baik dari Eropa dan AS

Bank Indonesia (BI) menyebut pertumbuhan ekonomi domestik pada 2020 masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Dapartemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Prijono mengakatakan, pertumbuhan ekonomi domestik pada 2020 masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang Indonesia. Ekonomi Tanah Air pada tahun lalu tercatat kontraksi minus 2,07 persen.

"Ini merupakan tahun yang pertumbuhannya negatif tapi tentunya kontraksi ini tidak hanya dialami oleh Indonesia saja kita bisa melihat beberapa negara mitra dagang kita (juga terkontraksi)," ujarnya dalam acara Sosialisasi Brand Ekonomi Syariah dan Panduan Penggunaanya, secara virtual, Rabu (10/2/2021).

Misalnya saja, mitra dagang Eropa terkontraksi cukup dalam yakni mencapai minus 6,4 persen. Kemudian Hongkong terkontraksi 6,1 persen, dan tetangga Singapura juga mengalami kontraksi dalam yakni 5,8 persen.

"Negara Paman Sam kontraksi, Korea juga sama meskipun juga ada beberapa negara yang cukup besar yang masih mengalami positif meskipun itu rendah. misalkan China masih tumbuh positif 2,3 persen sementara itu Vietnam sekitar 2,9 persen," jelas dia.

Dia mengatakan, dengan perbandingan pertumbuhan ekonomi dari beberapa negara mitra dagang tersebut, maka pemerintah dan Bank Indonesia sama sekali tidak pesimis dengan pelemahan terjadi di Tanah Air. Dia pun berharap tahun ini bakal terjadi pemulihan, seiring dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.

"Kita tidak perlu pesimis melihat data pertumbuhan itu. Kita semua mengharapkan bahwa dapat meningkatkan berbagai upaya dan kecepatan dalam beradaptasi untuk menyikapi kondisi yang penuh dengan tantangan dan tentunya dengan keterbatasan yang ada," jelas dia.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lambat Tangani Pandemi, Ekonomi Indonesia Kalah Telak dari China dan Vietnam

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Terkontraksi minus 2,07 persen di sepanjang 2020. Angka negatif ini timbul akibat wabah pandemi Covid-19 berkepanjangan sejak Maret 2020.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, perolehan tersebut jika dibandingkan dengan negara lain memang relatif tidak terlalu dalam. Namun menurutnya, Indonesia masih terlalu lama dalam melakukan pemulihan ekonomi.

"Tetapi, meskipun kita tidak turun sedalam negara lain, pemulihan ekonomi Indonesia di tingkat sebelum krisis ini agak lambat," kata Suharso pada konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (9/2/2021).

Dia lantas membandingkannya dengan China yang bergerak cepat. Negeri Tirai Bambu langsung melakukan operasi cepat tanggap dengan menetapkan lockdown 76 hari, dan membangun rumah sakit khusus dalam waktu 10 hari.

"Kalau kita belajar succes story dari negara lain kenapa mereka bisa pulih sebelum pandemi, China terutama dengan quick response-nya. Lalu dampak ekonominya tahun 2020 bisa naik 2,3 persen," paparnya.

Kemudian ia mengutip capaian Vietnam yang melakukan pengendalian, pembatasan sosial, hingga memulai kerjasama dengan Uni Eropa di sektor perdagangan. Sehingga pertumbuhan ekonominya di setahun penuh 2020 tetap tumbuh 2,9 persen.

Demikian juga dengan Taiwan, yang menetapkan protokol pengendalian di perbatasan negara dan karantina sementara sejak 31 Desember 2019. Lalu pada Januari-Maret 2020 memanfaatkan big data untuk distribusi masker dan penetapan denda bagi yang melanggar protokol, sehingga Juni sudah mulai menetapkan pelonggaran sosial.

"Sehingga ekonominya tumbuh 3 persen di sepanjang tahun 2020, meskipun PDB-nya di Q2 tergerus minus 0,6 persen dan ekspor minus 3,5 persen," jelas Suharso.

Menurut dia, vaksin Covid-19 turut menjadi perubah keadaan (game changer). Dalam hal ini, China memanfaatkan insentif lahan dan subsidi untuk pengembangan vaksin, jadi negara produsen vaksin terbesar.

"Sementara di Taiwan 60 persen populasi harus mendapat vaksin di 2021 sebelum relaksasi pembatasan sosial lebih jauh. Dan Vietnam tetap menerapkan protokol pengendalian Covid-19 dengan tegas sambil menunggu kesediaan vaksin," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.