Sukses

SWF Wajib Setor Laba ke Negara Maksimal 30 Persen

Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) bisa memberikan laba kepada pemerintah dalam bentuk dividen.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) bisa memberikan laba kepada pemerintah dalam bentuk dividen. Adapun maksimal dividen yang diberikan ke pemerintah adalah 30 persen dari laba.

Namun, LPI harus menyisihkan 10 persen dari laba sebagai cadangan wajib. Menurut dia, dividen kepada pemerintah bisa diberikan apabila ada kelebihan dari akumulasi laba ditahan mencapai 50 persen dari modal awal LPI.

"Dividen ke pemerintah paling banyak 30 persen dari laba tahun sebelumnya. Jadi sisanya akan tetap kembali menjadi pemupukan modalnya LPI," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual di Jakarta, Senin (25/1).

Bendahara Negara itu menambahkan, pembagian dividen dari LPI kepada pemerintah bisa saja melebihi 30 persen dari laba tahun sebelumnya. Hanya saja pemberian dividen melebii 30 persen laba akan dilakukan dengan persetujuan dari menteri keuangan.

"Pembagian laba pemerintah dapat melebihi 30 persen dari laba tahun sebelumnya apabila mendapat persetujuan menteri keuangan. Mungkin dalam kondisi tertentu, menteri keuangan bisa mengatakan pembagian laba ke pemerintah lebih dari 30 persen," jelas dia.

Sebagai infomasi saja, pemerintah sudah menyiapkan modal awal untuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sebesar Rp15 triliun. Dana ini diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Modal LPI bisa meningkat hingga Rp75 triliun melalui berbagai skema.

"Pemerintah berkomitmen meningkatkan modal LPI hingga Rp75 triliun dan akan dilakukan bertahap sampai 2021. Ini diatur dalam PP 74/2020 melalui PMN dalam bentuk dana tunai, BMN, piutang negara dan BUMN atau perseroan terbatas, atau saham milik negara pada BUMN," ujarnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Sebut Dewan Pengawas LPI Punya Masa Jabatan Berbeda

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat menetapkan tiga nama calon Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Ketiganya adalah Darwin Cyril Noerhadi, Yozua Makes, dan Haryanto Sahari.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kettiga calon dewan pengawas LPI tersebut akan memiliki masa jabatan yang berbeda.

"Dalam Dewas ini tidak semua mendapatkan assignment dalam jangka waktu yang sama. Ada Dewas profesional yang penugasan lima tahun, empat tahun dan tiga tahun," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual di Jakarta, Senin (25/1).

Dia menyebut, Darwin Cyril Noerhadi akan menduduki posisinya sebagai Dewas LPI dari unsur profesional selama lima tahun. Sementara itu, masa jabatan dari Haryanto Sahari adalah tiga tahun dan Yozua Makes untuk empat tahun.

Sri Mulyani menambahkan, alasan penetapan masa jabatan berbeda ini agar pergantian Dewas nantinya tidak dilakukan dalam satu waktu. Hal ini sama seperti masa jabatan yang ada di Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI).

"Sehingga nanti kalau ada perubahan Dewas tidak dilakukan secara tiap tahun bersama-bersama semua diganti, ada staggering sama seperti di BI," ungkap dia.

Bendahara Negara ini menjelaskan, saat ini pengangkatan Dewas masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres) dari Presiden Jokowi. Setelah itu, Dewas akan menyelenggarakan proses seleksi untuk dewan direksi.

"Saat ini dewas sesudah Keppres diterbitkan Presiden, melakukan proses rekrut dewan direktur, proses seleksi sedang berjalan dan ditargetkan segera selesai karena presiden ingin melihat agar LPI bisa segera berjalan," jelas dia.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.