Sukses

Wapres Sebut Ekonomi Syariah Kunci Bereskan Masalah Kesenjangan Ekonomi

Kesenjangan ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) sekaligus Ketua Dewan Pembina Pengurus Pusat MES, Ma'ruf Amin mengakui bahwa kesenjangan ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah. Bahkan, persoalan ini muncul sebelum pandemi Covid-19 melanda tanah air.

"Harus diakui bahwa sebelum pandemi Covid-19 melanda kegiatan ekonomi umat masih tertinggal. Dengan kesenjangan (ekonomi) yang melebar," tuturnya dalam Webinar Masyarakat Ekonomi Syariah 7th Indonesia Islamic Economic Forum (IIEF), Sabtu (23/1).

Dia menyebut, tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan persoalan kesenjangan ekonomi di Indonesia selain dengan sistem ekonomi syariah. Mengingat sistem ekonomi ini diyakini mampu meningkatkan partisipasi umat dalam kegiatan ekonomi.

"Tidak ada jalan lain selain kita harus mampu melibatkan sebanyak-banyaknya lapisan umat untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi (syariah)," terangnya.

Menurut Maruf, ini lantaran mayoritas penduduk Indonesia merupakan kaum muslim. Alhasil pasar ekonomi dan keuangan syariah di tanah air sangat seksi.

Maka dari itu, dia meminta upaya pengembangan ekonomi syariah dalam negeri bisa dilakukan secara optimal. Menyusul besarnya potensi pasar yang belum dimaksimalkan sampai saat ini

"Kegiatan ekonomi harus kita tambuhkan dengan memanfaatkan berbagai peluang yang ada. Demikian pada gilirannya dapat mengurangi lebarnya kesenjangan di negara kita," tambahnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

1 Februari 2021, Indonesia Bakal Punya Bank Syariah Terbesar

Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI), Hery Gunardy, mengatakan perusahaan gabungan ini akan mengantongi restu dari regulator pada Januari 2021. Setelah itu, bank tersebut baru akan melakukan legal merger pada 1 Februari untuk resmi berdiri.

"1 Februari ini akan terjadi legal merger, dan di sini momen Indonesia punya bank syariah terbesar. BSI sendiri belum berdiri, karena formalnya setelah legal merger," kata Hery dalam Webinar Masyarakat Ekonomi Syariah 7th Indonesia Islamic Economic Forum (IIEF) pada Jumat (22/1/2021).

BSI merupakan penggabungan tiga bank syariah Himbara yaitu Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah. Kementerian BUMN akan menjadi ultimate shareholder.

Penggabungan tiga bank ini membuat BSI memiliki total 1.785 ATM, 1.120 kantor cabang, dan 20.094 karyawan. Sementara total nasabah lebih dari 14,9 juta.

Kehadiran BSI diharapkan meningkatkan penetrasi bank syariah di Indonesia yang saat ini masih rendah. Padahal kata Hery, potensi bank syariah di Indonesia sangat besar sebagai negara dengan mayoritas muslim, yang berpotensi untuk pengembangan ekosistem halal.

Hery mengatakan, potensi industri halal Indonesia mencapai Rp 6.545 triliun termasuk dari bisnis makanan, fashion, farmasi dan kosmetik, serta bank syariah.

Rendahnya penetrasi ini disebabkan beberapa hal yang menjadi tugas utama untuk diatasi, yaitu literasi dan inklusi mengenai keuangan atau perbankan syariah. Saat ini belum begitu banyak masyarakat yang paham, sehingga enggan menggunakan produk dan layanan keuangan syariah.

Semakin banyak masyarakat mengerti, maka akan meningkat pula yang menggunakan produk dan layanan syariah. Hal ini akan meningkatkan penetrasi perbankan syariah di Indonesia.

"Itu yang harus kita lakukan, meningkatkan literasi lalu meningkat keinklusi," tutur Hery.

Sementara dari sisi syariah juga harus mengejar ketertinggalan, baik dalam hal alokasi Sumber Daya Manusia (SDM), keterbatasan produk, dan teknologi.

"Yang harus kita bangun itu adalah bagaimana membangun syariah modern untuk menciptakan berbagai produk dan layanan kompetitif yang sifatnya prima, sehingga nasabah datang ke bank karena layanan dan produknya bagus," jelas Hery.

3 dari 3 halaman

Erick Thohir Bongkar Penetrasi Bank Syariah di Indonesia, Kalah Jauh dari Malaysia

Menteri BUMN Erick Thohir, menyoroti tingkat penetrasi bank syariah Indonesia yang masih rendah. Bahkan jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, tingkat penetrasinya sangat jauh tertinggal.

"Data penetrasi bank syariah kita masih rendah kalau kita bandingkan dengan Turki dan Yordania. Jangan bandingkan dengan Malaysia, padahal tetangga tapi jauh sekali," jelas Erick dalam Webinar Masyarakat Ekonomi Syariah 7th Indonesia Islamic Economic Forum (IIEF) pada Jumat (22/1/2021).

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, penetrasi pasar bank syariah di Indonesia masih sangat rendah yaitu 4,1 persen. Sementara Malaysia sudah mencapai 29 persen, Yordania 16,4 persen, dan Turki 6,1 persen.

Oleh sebab itu, pemerintah terus berusaha meningkatkan penetrasi bank syariah. Terlebih lagi, pergeseran minat penduduk Indonesia terhadap konsep syariah sudah mulai terjadi sejak 2016.

Salah satu upaya yang dilakukan dengan menggabungkan tiga bank syariah Himbara yaitu Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah di bawah bendera Bank Syariah Indonesia (BSI).

Penggabungan tiga bank syariah ini, kata Erick, merupakan salah satu terobosan Kementerian BUMN untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia.

"Ekonomi syariah ini merupakan opsi yang harus diprioritaskan, dan kita harus lakukan intervensi agar ada keberpihakan yang lebih baik. Kami beranikan membuat terobosan dengan rencana merger bank syariah yang ada di Himbara," tutur Erick.

"Melalui hasil merger ini, kita bisa buktikan negara dengan mayoritas muslim, punya bank syariah yang kuat secara fundamental," sambungnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.