Sukses

Peneliti LIPI: Permen KKP Nomor 12 Tahun 2020 Soal Lobster Bukan Kebijakan Buruk

Permen KKP soal lobster memberikan pembaharuan ke arah pengelolaan sumber daya lobster, namun untuk sisi kebijakan ekspornya perlu dikaji ulang.

Liputan6.com, Jakarta - Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo oleh KPK terkait korupsi ekspor benih lobster (Benur) membuat Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 menjadi sorotan kembali oleh berbagai pihak.

Peneliti Kebijakan Kelautan dan Perikanan Pusat Penelitian Politik LIPI Anta Maulana Nasution menilai, Permen KKP tersebut memberikan pembaharuan ke arah pengelolaan sumber daya lobster, namun untuk sisi kebijakan ekspornya perlu dikaji ulang.

“Tidak perlu dicabut, kalau dicabut menurut saya jangan karena dengan permen ini membawa pembaharuan untuk pengelolaan sumber daya lobster tetapi yang jadi masalah adalah kebijakan ekspor benurnya,” kata Anta dalam diskusi LIPI Sapa Media #6, Senin (30/11/2020).

Anta menegaskan bahwa Permen nomor 12 tahun 2020 bukan produk kebijakan yang buruk, sebab didalamnya diatur mengenai pengelolaan, budidaya, dan penangkapan lobster yang baik untuk nelayan.

“Nah yang harus dilakukan itu revisi, kajian ulang terkait dengan kebijakan ekspor benur di pasal 5 terkait eksportir,” ujarnya.

Menurutnya sangat perlu mengkaji ulang pasal-pasal yang terdapat dalam Permen 12 tahun 2020, khususnya pasal 5 yang mengatur tentang kebijakan ekspor. Apakah benar-benar sudah dijalankan atau pasal tersebut malah membebankan eksportir.

“Perlu dikaji ulang dilihat substansi dari ayat-ayat dalam pasal 5 Permen nomor 12 tahun 2020,”katanya.

Padahal pada Permen sebelumnya yakni Permen nomor 56 tahun 2016 mengatur pencegahan terjadinya penyelundupan lobster. Lantaran pada tahun tersebut sering terjadi penyelundupan benih lobster ke negara tetangga seperti Vietnam.

“Penyelundupan itu sering terjadi misalnya ke Vietnam yang transit dulu di Singapura, Menteri Susi ngamuk-ngamuk kok bisa benur ilegal transit di Singapura diizinkan. Makannya diperketat lah Permen 56 tahun 2016 tetap saja ada yang nakal, ada oknum ASN, swasta bermain dalam penyelundupan benur ini,” jelasnya.

Ia sangat menyesalkan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh Menteri KKP sekarang yang terlibat dalam korupsi ekspor benur. Maka dari itu agar nelayan sejahtera, pemerintah perlu menghilangkan monopoli dan oligarki, dengan begitu nelayan bisa sejahtera.

“Tapi hilangkan monopoli harga, kargo, pengepul, pokoknya hilangkan dahulu semua monopoli, oligarki, ini penyakit utamanya adalah monopoli. Kalau monopoli ini dihilangkan perlu mengkaji kembali aktor-aktornya, kalau monopoli ini masih ada maka nelayan tidak akan sejahtera,” pungkasnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pernyataan Menko Luhut soal Ekspor Benih Lobster Dinilai Berbahaya

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tidak menyalahkan kebijakan ekspor benih lobster atau benur. Menurutnya, aturan tersebut dibuat untuk memberikan manfaat yang bisa dirasakan masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan Luhut usai menggelar rapat perdana di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beberapa waktu lalu, setelah dirinya ditunjuk menjadi Menteri KKP Ad Interim menggantikan Edhy Prabowo.

 

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai, pernyataan tersebut menyimpang dengan ungkapan yang dikeluarkan sejumlah pihak mengenai kebijakan ekspor benih lobster yang dianggap merugikan.

"Pernyataan tersebut berbahaya karena mengenyampingkan fakta-fakta persoalan yang telah diungkap KPK dan masyarakat luas," ujar Abdul Halim kepada Liputan6.com, Senin (30/11/2020).

Sebelumnya, kelompok nelayan mengeluhkan kebijakan ekspor benur yang ditetapkan Edhy Prabowo. Kelompok nelayan menilai, regulasi tersebut justru bertolak belakang dengan tujuan Menteri Edhy yang hendak mensejahterakan mereka.

Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengatakan, sejak diterbitkannya kebijakan perizinan ekspor benur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020, para nelayan belum merasakan manfaat jelasnya.

"Belum terlihat bukti yang nyata di lapangan. Isunya kan selalu soal informasi yang asimetris. Berapa yang diterima nelayan dan berapa harga di pasar. Berapa banyak yang diterima perusahaan eksportir," ungkap Dani kepada Liputan6.com.

Sejak dikeluarkan, kebijakan ekspor benur terus menuai kontroversi dan teguran dari sejumlah pihak. Seperti diungkapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang menyatakan kebijakan ekspor benih lobster justru merugikan para nelayan.

"Harga tak Menentu, Bisnis Ilegal Benur Lobster di Pesisir Barat Lampung Rugikan Nelayan," tulis Susi Pudjiastuti melalui akun resmi Twitter @susipudjiastuti seraya mengutip salah satu artikel milik media lokal, Selasa 24 November pukul 16.54.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.