Sukses

Ada Vaksin Covid-19, Protokol Kesehatan Harus Tetap Dijalankan

Ekonomi Indonesia pada 2021 akan segera pulih pasca ditemukannya vaksin Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar Widyasanti, memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2021 akan segera pulih pasca ditemukannya vaksin Covid-19.

Dia menilai pendistribusian vaksin secara massal di tahun depan merupakan salah satu sinyal positif pengendalian pandemi virus corona.

"Artinya pada saat penyebaran virus Covid-19 bisa kita kendalikan dengan baik, di situlah ekonomi akan bisa segera pulih," ujar Amalia dalam sesi webinar, Sabtu (7/11/2020).

Kendati demikian, ia masih membuka ruang pertanyaan, seberapa efektif kah penemuan vaksin ini benar-benar bisa mengendalikan virus Covid-19.

Oleh karenanya, ia menganggap penerapan protokol kesehatan tetap harus dijalankan secara ketat agar ekonomi nasional bisa pulih seutuhnya.

"Jadi artinya apabila kita bisa melakukan adaptasi kebiasaan baru secara disiplin, protokol kesehatan dilakukan di setiap lini aktivitas perekonomian kita, ekonomi kita akan bisa pulih," imbuhnya.

Pemerintah sendiri disebutnya telah menentukan tema pembangunan khusus pada 2021, yakni diarahkan kepada pemulihan ekonomi dan reformasi sosial.

Pelaksanaan tema tersebut akan direalisasikan lewat berbagai program yang difokuskan untuk melakukan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

"Berdasarkan hal inilah itu juga memberikan salah satu optimisme buat kita bahwa ekonomi kita di 2021 bisa tumbuh menjadi sekitar 5 persen," pungkas Amalia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV 2020 Bisa Lebih Baik, Ini Syaratnya

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal IV akan membaik jika konsumsi rumah tangga lebih didorong lagi dengan cara penanganan covid-19 dengan baik.

“Itu sudah bisa diperkirakan pertumbuhan minus, cuman kan kita itu tidak seperti negara lain yang minusnya lebih dalam lagi. Tetapi negara lain struktur ekonominya seperti Thailand dan Singapura kan isinya ekspor. Sedangkan kita isinya konsumsi,” kata Wakil Ketua APINDO Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam, kepada Liputan6.com, Jumat (6/11/2020).

Sehingga jika konsumsi rumah tangga Indonesia minus terus menerus maka berbahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Meskipun saat ini pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 minus 3,49 persen cukup rendah dibanding kuartal II yakni minus 5,32 persen.

Namun tetap saja dilihat dari konsumsi rumah tangga di kuartal III hanya turun sedikit saja dari sebelumnya. Dari 5,5 persen di kuartal II menjadi 4,04 persen di kuartal III 2020 ini.

“Walapun kita minus (pertumbuhan ekonomi) tidak terlalu besar tapi kita juga harus waspada. Karena kita didominasi oleh konsumsi pertumbuhan ekonominya, jadi penting sekali bagi kita untuk mendorong konsumsi. Supaya ekonomi kita bisa masuk ke zona recovery,” jelasnya.

Bob menjelaskan zona recovery itu adalah zona di mana perusahaan-perusahaan itu sudah bekerja di atas titik impas. Kalau masih bekerja di bawah titik impas artinya perusahaan masih “pendarahan” istilahnya.

Jika pendarahan terus menerus sehingga ujungnya bisa collapse, maka Pemerintah harus mendorong perusahaan secepatnya beranjak ke titik impas, dengan mendorong konsumsi.

“Jadi sebenarnya negara lain melihat kita peluangnya besar untuk bisa recovery cepet karena tinggal naikin aja konsumsi. Kalau mereka melihat konsumsinya tidak tumbuh lagi atau pas-pasan tergantung ekspor itu berat. Kan tunggu pemulihan ekonomi dunia dulu,” ujarnya.

Kata Bob, semestinya Indonesia bisa lebih baik lagi daripada negara lain, kalau Indonesia berhasil mengembalikan konsumsi rumah tangga yang merosot. Maka besar kemungkinan investor percaya kembali kepada Indonesia untuk menanamkan modal.

“Kita itu sangat tergantung untuk mendorong konsumsi bagaimana pengelolaan pandemi covid-19, karena salah satu alasan orang mengurangi konsumsi karena dia tidak confidence dengan ekonomi ke depan lantaran pandemi belum menunjukkan titik puncaknya,” pungkasnya.   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.