Sukses

Kemenhub: Konsep Ojek Online Sebagai Transportasi Umum Masih Abu-Abu

Kemenhub berencana akan melakukan diskusi lanjutan bersama beberapa kementerian terkait mengenai status ojek online.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Angkutan Jalan Kementrian Perhubungan (Kemenhub), Ahmad Yani, menilai bahwa konsep ojek online (ojol) masih belum jelas statusnya di Indonesia, sebagai angkutan umum atau bukan.

"Konsepnya abu-abu, Kementerian Ketenagakerjaan juga kami tanya apakah sudah ada konsep terkait bagaimana pola kemitraan, yang ada di ojek online ini, mereka bilang masih masih abu-abu," kata Ahmad kepada Awak media di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Karena status ojek onlne ini menurutnya masih simpang-siur, ada yang setuju menyebut ojek online sebagai angkutan umum, ada juga yang tidak.

Maka dari itu, Kemenhub berencana akan melakukan diskusi lanjutan bersama Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementrian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Komunikasi dan Informasi, atau di kementrian yang lainnya, terkait Undang-undang yang cocok untuk mengatur ojek online.

"Apakah temen-temen driver ini masuk ke dalam kategori sebagai pengusaha kecil, Ini masih ada yang bilang begini ada yang bilang begitu," ungkapnya.

Peraturan itu menjadi penting untuk semua pihak, terutama untuk penyelenggaraan angkutan ojek online, supaya ada regulasi atau undang-undang yang jelas untuk ke depannya.

"Bagaimana ojek online itu seperti apa, karena perdebatannya cukup alot, terkait apakah ojek online ini sebagai angkutan umum atau tidak, pasti pertama di situ banyak yang setuju, banyak juga yang tidak setuju nanti tinggal kita lihat perkembangan DPR," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dilema Pengaturan Ojek Online

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai wacana penyesuaian tarif ojek online menimbulkan perasaan dilema di kalangan masyarakat dan tentunya bagi pengemudi ojek online.

"Ya kalau dilihat dari perhitungan main sih tergantung dari penumpangnya mau atau tidak. Karena itu kan sensitif ya pengguna ojek itu banyak kalangan menengah ke bawah, mestinya banyak yang sensitif terhadap tarif," kata Djoko kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Djoko melihat bila ada penyesuaian tarif ojek online, maka akan ada perubahan kebiasaan di pengguna. Sebagian besar yang merasa tarif ojek online terlalu mahal akan berpindah menggunakan transportasi umum.

"Jadi kalau dia merasa lebih murah yang mana akan beralih. Kan kalau Jakarta angkutan umumnya semakin bagus, sehingga muncul pilihan bagi masyarakat, dan itu menjadi dilematis buat ojek. Artinya ojek itu bukan angkutan umum," jelasnya.

Sementara itu, apabila tarif ojek online lebih murah, akan berdampak pada penurunan kesejahteraan pengemudi.

Ia menegaskan lagi, kalau ojek online itu memang bukan transportasi umum, maka perlu dilihat bagaimana aplikatornya.

"Aplikatornya bagaimana, pengaturan angkutan umum saja susah apalagi roda dua lebih susah," ungkapnya.

Sebelumnya, ia pun pernah bertanya kepada pengemudi ojek online, apabila ojek online diputuskan sebagai transportasi umum, akan ada jaminan atau tidak bagi si pengemudi. Namun, pengemudi ojek online tidak mampu menjawab pertanyaannya.

Menurutnya yang disoroti jangan hanya tarif saja, tapi Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) juga harus mengawasi aplikatornya, karena itu penting. "Oh iya harus diaudit dong, karena tidak diawasi nanti praktik itu tetap ada," katanya.

Praktik yang ia maksud adalah penyimpangan-penyimpangan, yang dilakukan melalui aplikasi atau dampak negatif yang ditimbulkan, seperti pesanan bohong, yang merugikan pengemudi ojek online itu sendiri.

Sementara itu, para pengemudi ojek online tidak semuanya berawal dari pengangguran, melainkan alih profesi.

"Karena 80 persen driver ojek itu bukan profesinya sebenarnya. Orang hanya terhipnotis saja yang diiming-imingi gaji Rp 4 juta atau Rp 5 juta tahun 2016, tapi nyatanya driver kerjanya capek bisa hingga 12 jam kerja," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.