Sukses

BI: Indonesia Belum Terkena Resesi

Indonesia juga belum terdampak dari potensi resesi ekonomi, terlebih pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih di atas atau sekitar 5 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan Indonesia belum terkena ancaman dari resesi. Isu ini kian menghangat mengingat sejumlah negara maju sudah menjadi korban dari resesi ekonomi.

"Resesi itu jika suatu negara growth negative berturut-turut pada 2 triwulan. Pertumbuhan ekonomi global kami memproyeksi tahun ini 3,2 persen dan tahun depan 3,3 persen. Ini belum termasuk definisi resesi," tuturnya di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Perry juga menjelaskan, Indonesia juga belum terdampak dari potensi resesi ekonomi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih di atas atau sekitar 5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia kami memprediksi masih di bawah titik tengah 5-5.4 persen. Tahun depan kami memproyeksi 5-5.5 persen," ujarnya.

Sementara itu, pihaknya menegaskan, BI selaku bank sentral akan terus melonggarkan kebijakan moneternya menyesuaikan perlambatan ekonomi global yang kini terjadi.

"Kita akan melanjutkan bauran kebijakan akomodatif dengan memangkas suku bunga, perlonggar makropruden, sistem pembayaran dan operasi moneter," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BI: Twit Donald Trump Bisa Guncang Ekonomi Dunia

Bank Indonesia (BI) ternyata juga memantau twit dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Jempol Donald Trump terbilang sakti karena mampu menggerakan pasar saham dan ekonomi dunia

"Ketidakpastian memang tinggi sekarang tapi tetap barometenrya itu adalah Amerika. Kita lihat Amerika mau ke mana arahnya ke mana. Sementara di Amerika sendiri yang nentuin cuman satu: Trump. Trump bunyi di Twitter, pasar bergerak," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti pada Jumat (6/9/2019) di Museum Bank Indonesia, Jakarta Barat. 

Sama seperti ekonomi global, twit dari Presiden Donald Trump juga dinilai penuh ketidakpastian. Destry mencatat pekan lalu dunia masih muram karena perang dagang tampak semakin parah, tetapi pekan ini Trump menyebut akan lanjut bernegosiasi dengan China di bulan Oktober.

"Gara-gara dia ngomong begitu, padahal terealisasi juga belum, market berbalik, pagi tadi dibuka Dow Jones langsung naik tinggi," kata Destry.

Jika itu terjadi, maka bonds pun otomatis akan terkoreksi akibat aksi jual. Destry mengaku kurang respek dengan tindak permainan isu tersebut, sebuah itu membuat pihak tertentu bisa menyesuaikan naik-turunnya harga dolar sesuai kebutuhan.

"Sampai kami (ekonom) berpikir, enak banget yang gerakin dunia dan bikin negara pontang-panting," ujar Destry.

Destry berkata efek lain dari perang dagang adalah membuat banyak negara menurunkan suku bunga mereka dan makin jor-joran dalam hal fiscal policy. Sementara, Indonesia memilih tetap fokus agar bisa prudent dalam ekonomi.

"Fiscal deficit kita pada 2020 dipertahankan di level 1,76 persen, which is very, very, conservative. Kenapa? Kita mau menjaga prudent-nya," pungkas Destry.  

3 dari 3 halaman

Mantan Gubernur BI: Jangan Sampai Indonesia Krisis

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo berpesan kepada Pemerintah agar menjalankan perekonomian dengan tata kelola (good governance) yang baik.

Hal itu ia sampaikan dalam acara peluncuran buku biografi perjalanan hidupnya yang berjudul 'Agus Martowardojo Pembawa Perubahan' di Gedung Bank Indonesia.

Kata Agus, Indonesia tidak boleh terperosok pada krisis seperti di tahun 1997-98. Sebab itu, pengambilan kebijakan dan sistem yang berkesinambungan penting untuk diterapkan guna menjaga otoritas meneter.

"Kita mohon jangan sampai Indonesia mengalami krisis lagi. Karena 97/8 itu berat sekali. Itu sampai-sampai Pemerintah keluarkan Kepres dan dibentuk badan penyehatan perbankan nasional," tuturnya di Gedung BI, Senin (2/9/2019). 

Dikala dirinya menjabat sebagai Gubernur BI, Agus bercerita banyak ujian yang menimpa industri perbankan. Dirinya pun dituntut melakukan transformasi agar dampaknya tidak terkena ke krisis nasional.

"BI berkoordinasi dengan Pemerintah untuk lakukan stabilisasi dengan menaikan harga BBM. kita. Kita bangun fungsi makroprudensial, kita perkuat ekonomi syariah termasuk perkuat organisasi dengan bangun BI institute," lanjut dia.   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.