Sukses

Menteri Susi: Neraca Perdagangan Perikanan RI Kini Terbaik se-Asia Pasifik

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, neraca perdagangan perikanan RI kini tercatat nomor satu di Asia Pasifik. Transformasi ini dicapai dalam kurun waktu 4 tahun sejak 2015.

"Di Our Ocean Conference (OOC) 2018 akhir Oktober di Bali ini, kita ingin berbagi bahwa Indonesia mengubah perekonomian kelautan itu ternyata bisa dilakukan. Kita balikan yang tadinya defisit neraca perdagangan perikanan itu dalam waktu 4 tahun ini," tuturnya di Gedung KKP, Rabu (17/10/2018).

Menteri Susi menekankan, kebijakan blue economy yang tepat, terbukti dapat mendorong industri perikanan Indonesia menjadi lebih baik. Oleh sebab itu, perlu frame yang jelas terkait kebijakan perikanan itu bagi pemerintah.

"Neraca perdagangan perikanan ini terbaik hanya di kepimimpinan Jokowi. Mulai 2015 itu kita kerja keras. Sebelumnya, masih defisit," ujar Susi.

Menteri Susi menambahkan, sumber daya laut perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan dunia. Terutama bagaimana upaya RI menjaga aset pulau-pulau kecil di masa depan.

"Climate change ini kalau permukaan air laut naik, pulau-pulau kecil kita akan hilang. Jadi OCC 2018 ini sangat besar sekali dampaknya bagi RI. Baik secara environmentally maupun blue economy akan sustainable terjaga. Karena ini menyangkut perubahan dunia," tandas dia.

Adapun sebagai informasi, OOC 2018 pada akhir Oktober ini akan dikunjungi 6 kepala negara dunia, 32 menteri, serta Putri Saudi Arabia yang dikabarkan turut akan hadir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Optimis Neraca Perdagangan 2018 Bakal Suplus

Sebelumnya, upaya pemerintah mengendalikan impor barang konsumsi dinilai telah membuahkan hasil. Ini terlihat pada neraca perdagangan September yang surplus USD 227 juta. Bahkan hingga akhir tahun, necara perdagangan diyakini bisa surplus hingga USD 1 miliar.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, upaya menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan menstabilkan rupiah, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pengendalian impor. 

"Ada kebijakan pada sisi fiskal pemerintah terus mendorong pengendalian impor itu tetap berjalan. Jika impor berkurang maka, kebutuhan dolar akan berkurang juga," ujar dia di Jakarta, Senin (15/10/2018).

Dia mencontohkan, di sisi migas di mana menjadi sumber defisit neraca perdagangan, pemerintah mengeluarkan kebijakan pencampuran minyak sawit mentah ke solar sebanyak 20 persen atau B20.

"Kita harus menyadari defisit neraca perdagangan kita itu berasal dari sisi migas. Dari situ Pemerintah mengeluarkan program untuk mengkonversi B20 agar kebutuhan impor tidak makin membesar," kata dia.

Di sisi lain, pemerintah juga terus mendorong kinerja ekspor nasional. Hal ini turut berkontribusi menciptakan suplus pada neraca perdagangan.

"Pemerintah juga mendorong ekspor mengalami penguatan agar pasokan dolar juga meningkat. Kalau ini bisa seimbang, maka stabilisasi nilai tukar bisa dicapai," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.