Sukses

Bertemu Sri Mulyani, Menteri Ekonomi Inggris Bahas Kerja Sama hingga Obligasi

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menerima kedatangan Menteri Muda Inggris Bidang Ekonomi Jhon Glen, di kantornya, Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menerima kedatangan Menteri Muda Inggris Bidang Ekonomi, Jhon Glen, di kantornya, Jakarta.

Pertemuan yang digelar secara tertutup tersebut berlangsung sejak pukul 08.30 WIB hingga 09.15 WIB atau sekitar 45 menit. Jhon Glen mengungkapkan, maksud pertemuannya dengan Sri Mulyani merupakan bagian dari kunjungan kerjanya ke Asia.

Dia menuturkan, Inggris dan negara-negara Asia lainnya, seperti Indonesia memiliki lebih banyak ruang untuk tumbuh bersama terutama dalam layanan keuangan.

"Saya memiliki pertemuan yang sangat-sangat bermanfaat dengan menteri keuangan Anda (Sri Mulyani). Kami membahas berbagai masalah bagaimana kami dapat bekerja bersama karena ekonomi Indonesia terus berkembang dan berkembang," kata Jhon usai melakukan pertemuan di Gedung Juanda Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (24/9/2018).

Dalam kesempatan ini, Jhon turut membahas pertumbuhan ekonomi antarkedua negara. Terlebih lagi, dia juga menyoroti berbagai aspek kerja sama dalam bidang keuangan yang dapat dilakukan dengan pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah melalui sukuk hijau (green sukuk).

"Kami memiliki dana kesejahteraan, dana infrastruktur yang mana kami memiliki program dukungan khusus tersedia untuk mencari tahu bagaimana cara melihat keuangan hijau dan bagaimana memungkinkan itu untuk tumbuh dan berkembang," ujar dia.

Tak hanya itu, Jhon juga memberikan berupa penawaran terkait dengan peluang beberapa perusahaan di Indonesia untuk melakukan penerbitan obligasi di Bursa Efek London. 

"Kami tidak membahas angka langsung pada titik ini. Jelas, Anda (pemerintah Indonesia) sudah memiliki sejumlah penerbitan di London. Kami di London adalah pemimpin global dalam hal obligasi hijau dan kami telah menerbitkan banyak dalam beberapa tahun terakhir. Yang penting adalah kami memahami, dan semua orang mengerti, bahwa London terbuka untuk bisnis," kata Jhon.

Sebelumnya, Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa (Europe Union/EU). Keputusan untuk keluar dari Uni Eropa akan melewati masa transisi pada 29 Maret 2019 hingga 31 Desember 2020. Selama periode tersebut, Inggris tak lagi berpartisipasi dalam proses penentuan keputusan di Eropa.

"Dan apa pun yang kami hadapi terkait perubahan dalam hubungan kami dengan UE, kami terus menjadi pusat global, pusat keuangan global, yang tidak akan berubah," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Theresa May Desak UE Pertimbangkan Rencana Baru Inggris untuk Brexit

Sebelumnya, Perdana Menteri Theresa May mendesak para pemimpin Uni Eropa untuk memfokuskan diri pada upaya mendapatkan kesepakatan Brexit dalam dua bulan ke depan dan mengancam bahwa negosiasi terkait tidak akan diperpanjang.

Saat menghadiri sesi makan malam di Salzburg, Austria, PM May mengatakan kepada 27 rekannya bahwa prioritasnya saat ini adalah mempertahankan hubungan ekonomi, dan memastikan janji-janji untuk Irlandia Utara dipertahankan.

Dikutip dari BBC pada Kamis, 20 September 2018, muncul perkiraan bahwa Inggris akan mengajukan ide-ide baru untuk pemeriksaan regulasi dalam mengatasi kebuntuan Irlandia saat ini.

Prediksi itu datang ketika PM May bersikeras ingin Uni Eropa harus juga memikirkan kembali sikapnya di perbatasan selepas Brexit nanti.

Dalam pidato saat makan malam tersebut, PM May menekankan proposal "serius" untuk kerja sama masa depan antara Inggris dan Uni Eropa agar terus terjaga dengan baik.

Pertemuan informal para pemimpin Uni Eropa di Kota Salzburg itu adalah kesempatan pertama bagi PM May untuk membuat cetak biru Kesepakatan Checkers dari para pemimpin lainnya secara kolektif.

Negosiasi atas ketentuan keluarnya Inggris dan hubungan masa depan berada pada tahap kritis, dengan tarik ulur yang berlangsung sekitar enam bulan sebelum Inggris dijadwalkan resmi keluar pada 29 Maret 2019.

Usulan PM May agar Inggris mendaftar ke buku peraturan umum untuk perdagangan barang dan wilayah pabean gabungan tidak banyak mendapat dukungan dari banyak orang di partainya sendiri.

Oleh pengamat, hal itu diyakini akan mengikis kedaulatan Inggris serta dukungan publik dalam negeri terhadap hasil referendum Brexit, yang disampaikan pada 2016.

Di lain pihak, menurut juru bicara pemerintah senior, PM May mengatakan kepada rekan-rekannya bahwa Brexit adalah tantangan "rumit" yang unik, tetapi dapat diselesaikan tepat waktu.

PM May menegaskan tidak akan ada pertanyaan tentang Inggris yang berusaha memperpanjang negosiasi melampaui 29 Maret 2019, seperti yang diminta oleh Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon, sehingga berisiko menunda momen keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Ditambahkan oleh PM May bahwa dia telah "mengajukan proposal yang serius dan bertanggung jawab pada kita semua (Inggris) untuk menyelesaikannya".

Tiga prioritasnya, katanya, melindungi Irlandia Utara bagi kedaulatan Inggris, menjaga hubungan perdagangan dengan Uni Eropa, dan mempertahankan hubungan keamanan yang erat dengan Uni Eropa untuk menghadapi ancaman umum.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.