Sukses

Menperin Buka Peluang Investor Asing Bangun Pabrik Baterai Mobil Listrik

Produksi ‎baterai untuk mobil listrik sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku, seperti nikel.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto membuka peluang bagi investor asing untuk membangun pabrik baterai mobil listrik di Indonesia. Hal ini guna menunjang pengembangan mobil listrik di dalam negeri.

Airlangga mengungkapkan, produksi ‎baterai untuk mobil listrik memang sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku, seperti nikel. Sedangkan saat ini bahan baku untuk produk tersebut dikuasai oleh China.‎‎

"Kalau baterai tergantung bahan bakunya," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Oleh sebab itu, pemerintah siap menerima investor yang ingin membangun pabrik baterai mobil listrik di Indonesia.

"Ya kalau investasi butuh investor, mau dari China, Korea, dari mana. Bebas saja. Ya kalau yang mau investasi, silahkan saja," kata dia.

Menurut Airlangga, sejauh memang sudah ada investor melakukan analisa dan penjajakan terkait hal ini. Namun diharapkan segera ada investor yang benar-benar membangun pabrik baterai mobil listrik di Indonesia.

"(Yang tertarik buat investasi?) Masih studi-studi saja," tandas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bujuk China Bangun Pabrik Baterai Mobil Listrik di RI

Sebelumnya, Pendiri Asosiasi Perusahaan Pengelohan dan Pemurnian Indonesia (APPI) Jonatan Handojo mengatakan, saat ini bahan baku dan teknologi baterai, termasuk baterai untuk mobil listrik dikuasai oleh China. Salah satunya nikel yang merupakan bahan baku baterai untuk kendaraan tersebut.

‎"Ini dikuasai oleh China. Ini yang menjadi persoalan. Ketika kita ingin membuat baterai mobil listriksendiri, cari bahan bakunya nikel harus 100 persen murni, harus beli dari China," ujar dia pada 30 Mei 2018.

Jonatan mengungkapkan, sebenarnya Indonesia memiliki sumber daya nikel yang cukup melimpah. Namun sayangnya, Indonesia belum menguasai teknologi pengembangan baterai berbahan baku nikel.

"Meski kita punyanya Vale. Itu barang dari Sulawesi Tengah dikirim ke Jepang, kadar nikelnya 78 persen. Di Jepang diolah, nikelnya tidak diambil, tapi komponen lain yang lebih mahal, namanya mineral tanah jarang. Nikelnya dikirim ke China, dimurnikan untuk menjadi 100 persen. Karena dia punya limbah bukan B3, tapi B12, lebih pekat racunnya. Jadi nikel 100 persennya bisa beli dari China," jelas dia.

Selain nikel, bahan baku baterai lain seperti kobalt dan lithium juga dikuasai China. Dengan posisi seperti ini, semakin sulit bagi Indonesia memproduksi sendiri baterai untuk mobil listrik di dalam negeri.

‎"Kobalt, tidak ada di Indonesia. Adanya di Afrika Barat. Seluruh kobalt di Afrika Barat sudah di booking oleh China. Sekarang tinggal lithium. Ini juga seluruhnya di-booking oleh China. Semua China. Jadi China ini sudah menjadi produsen yang luar biasa untuk produk baterai, baik lithium maupun nikel," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.