Sukses

OPEC dan Rusia Bakal Genjot Produksi Minyak

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Arab Saudi mengatakan OPEC dan Rusia akan menambah pasokan minyak di pasar global dalam jangka pendek. Hal itu untuk mengantisipasi kolapsnya produksi minyak dari Venezuela dan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran.

Pemerintah Arab Saudi sedang terlibat diskusi intensif dengan Rusia dan pejabat OPEC lainnya untuk menyeimbangkan pasar minyak.

"Ini adalah niat semua produsen untuk memastikan kalau pasar minyak tetap sehat. Jika itu berarti menyesuaikan kebijakan kami pada Juni, tentu siap untuk melakukannya," ujar Al-Falih, seperti dikutip dari laman CNN Money, seperti ditulis Senin (28/5/2018).

Produsen minyak tergabung dalam OPEC dan Rusia akan bertemu di Wina pada 22 Juni 2018. Pertemuan itu membahas pengurangan pembatasan pasokan yang membantu harga minyak dunia sentuh USD 80 per barel, menaikkan harga gas dan membebani importir energi seperti India.

"Dua tahun lalu kami menarik pasokan. Saya pikir dalam waktu dekat akan ada waktu melepaskan pasokan. Kemungkinan itu terjadi pada paruh kedua tahun ini. Kami melakukan diskusi intensif dengan Menteri Energi Rusia Alexander Novak. Saya pikir kami sejalan," ujar dia.

"Apakah 1 juta barel atau kurang dan lebih, kami pikir harus menunggu hingga Juni sebelum membuat pengumuman itu," ujar dia.

Al-Falih menambahkan, peningkatan produksi akan berangsung-angsur menghindari goncangan terhadap pasar.

Usai harga minyak jatuh ke posisi USD 26 per barel pada 2016, OPEC dan sekelompok negara non-OPEC sepakat kurangi produksi minyak sekitar 1,8 juta barel per hari pada awal 2017.

Pengurangan pasokan itu akan berlanjut hingga akhir 2018. Akan tetapi, Novak menuturkan, Rusia siap meningkatkan produksi lebih cepat jika diperlukan usai pelajari situasi pasar, termasuk dampak jangka panjang sanksi terhadap Iran.

"Tetapi ini harus menjadi keputusan bulat oleh semua pihak yang terlibat. Saya percaya bahwa semua ini akan dibahas pada Juni. Ketika kami berkumpul bersama dan baru itu dapat membuat keputusan," ujar dia.

Pasokan minyak global sudah semakin ketat sebelum Presiden AS Donald Trump berjanji awal bulan ini untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran dan memberlakukan sanksi kuat terhadap OPEC. Iran meningkatkan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari usai sanksi dicabut pada awal 2016.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Minyak Melemah pada Pekan Lalu

Sebelumnya, harga minyak turun lebih dari USD 2 per barel seiring Arab Saudi dan Rusia membahas pengurangan pemangkasan produksi yang membantu dorong harga minyak ke level tertinggi sejak 2014.

Harga minyak berjangka Brent turun USD 2,35 atau 3 persen ke posisi USD 76,44 per barel. Pada pekan ini, harga minyak acuan tersebut turun 2,7 persen. Penurunan mingguan itu terbesar sejak awal April.

Pekan lalu, harga minyak Brent sempat sentuh posisi USD 80,50. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut USD 2,83 atau 4 persen menjadi USD 67,88 per barel.

Selama sepekan, harga minyak WTI tergelincir 4,9 persen, dan penurunan terbesar sejak awal Februari. Diskon harga minyak WTI dan Brent mencapai USD 8,6 per barel, merupakan terlebar sejak 17 Mei.

Sentimen lainnya pengaruhi harga minyak, yaitu para menteri energi Arab Saudi dan Rusia bertemu di St Petersburg untuk meninjau kembali fakta pasokan minyak global yang berlangsung selama 17 bulan menjelang pertemuan penting OPEC di Wina pada Juni.

Menurut sumber Reuters, para menteri bersama rekan dari Uni Emirat Arab membahas peningkatan produksi sekitar 1 juta barel per hari. Menteri Energi Rusia mengatakan, menteri energi dari negara OPEC dan non-OPEC berpartisipasi dalam kesepakatan untuk memangkas produksi kemungkinan memutuskan secara bertahap mengurangi pembatasan minyak pada pertemuan di Wina.

"Setelah mencapai level USD 80 merupakan level psikologis. Kami melihat sedikit kemunduran kemarin, dan kemudian retorika dari Saudi dan Rusia hanya perburuk aksi jual hari ini,” ujar Matt Smith, Direktur ClipperData, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu 26 Mei 2018.

Persediaan minyak mentah global jatuh pada tahun lalu karena pemangkasan yang dipimpin OPEC yang didorong penurunan dramatis dalam produksi Venezuela. Prospek sanksi baru terhadap Iran setelah Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional dengan Teheran lebih lanjut mendukung harga minyak dalam beberapa pekan terakhir.

Pergerakan harga minyak juga dibayangi produksi minyak mentah AS. Pada Februari, produksi minyak AS mencapai 10,3 juta barel per hari, dan itu merupakan rekor. Jumlah rig minyak naik 15 menjadi 859 selama sepekan hingga 25 Mei.Hal itu tertinggi sejak Maret 2015. Para hedge fund manager meningkatkan taruhan terhadap peningkatan harga minyak dalam beberapa pekan terakhir.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.