Sukses

Impor BBM Jadi Salah Satu Penyebab Pelemahan Rupiah

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo akan menggelar pertemuan dengan para pelaku usaha perbankan dan pengusaha.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak awal tahun, rupiah telah melemah hampir 5 persen. Salah satu penyebab pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ini karena defisit transaksi perdagangan.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan Kementerian ESDM turut bertanggung jawab atas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini terjadi.

"Kalau sekarang rupiah kita turun (melemah) kalau saya, bukan salah BI, bukan salah Bu Ani (Menteri Keuangan, Sri Mulyani), salah Menteri ESDM," ungkapnya dalam diskusi di Bakoel Koffie, Jakarta, Jumat (25/5/2018).

Dia berpandangan, pelemahan rupiah disebabkan defisit transaksi perdagangan yang sebagian besar terdiri atas impor BBM.

"Kenapa? (ESDM turut bertanggung jawab). Defisit transaksi perdagangan kita bulan April 2018, dari USD 1,6 miliar, USD 1,1 miliar itu dari impor BBM. Sejak April 2017 sampai 2018 impor BBM itu sudah naik lebih dari 45 persen," tegas dia.

Sementara itu, kata dia, tidak ada upaya dari Kementerian ESDM untuk dapat menekan impor BBM ini, dengan cara melakukan pengendalian konsumsi BBM di dalam negeri.

"Tidak ada upaya pengendalian konsumsi (BBM) dalam negeri, supaya impor dapat ditekan," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kumpulkan Bankir dan Pengusaha

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo akan menggelar pertemuan dengan para pelaku usaha perbankan dan pengusaha. Perry baru saja dilantik menggantikan Agus Martowardojo pada Kamis kemarin. 

Perrdy mengungkapkan, inti pertemuan tersebut salah satunya adalah untuk membahas mengenai nilai tukar rupiah. Dengan adanya pertemuan tersebut diharapkan dapat membangun optimisme bahwa kondisi rupiah saat ini baik-baik saja.

"Pertemuan sederhana dengan perbankan dan dunia usaha untuk membangun ekspektasi pergerakan nilai tukar relatif stabil. Sekarang di antara pengusaha ekspektasi nilai tukar kan perkiraannya kemana-mana. Banyak perkiraan nilai tukar yang saya lihat tidak berdasarkan suatu assesment ekonomi," kata Perry, di kantornya, Jumat (25/5/2018).

Dia melanjutkan, sebagai Gubernur BI yang baru dia tetap melanjutkan komitmen kepada mandat BI untuk memperkuat stabilitas perekonomian khususnya inflasi dan nilai tukar, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi. "Saya pro stability tapi juga pro growth," ujarnya.

Selain itu, dia menyatakan akan melakukan penguatan koordinasi dengan pemerintah dan OJK khususnya. "Beberapa pertemuan sedang dan akan dilakukan. Akan diumumkna langkah koordinasi bersama antara pemerintah dan BI. Langkah koordinasi dengan pemerintah yang diperkuat, karena tidak hanya masalah devisa tapi juga mengatasi defisit transaksi berjalan, fiskal, sektor riil. Jadi ada langkah jangka pendek dan jangka panjang." jelaa dia.

"Jokowi menghargai betul independensi BI, kami dari BI juga melihat bahwa independensi harus diletakkan dalam interdependensi. Sehingga semangat koordinasi yang erat harus diperkuat, dan beberapa langkah koordinasi kebijakan akan dilakukan dan diumumkan," sambungnya.

Saat ini, fokus jangka pendek BI adalah segera dapat melakukan stabilitas Rupiah. "Alhamdulillah kemarin rupiah bergerak menguat dan performa cukup baik bahkan di antara negara Asia dan Eropa kita cukup baik, di tengah gejolak global yang masih berlanjut." tutup dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.